Karya Puisi Aspar Paturusi Yang Religius dan Padat Muatan Nilai-Nilai Spiritual

11 April 2025, 09:37 WIB

Nusantarapedia.net | SASTRA Karya Puisi Aspar Paturusi Yang Religius dan Padat Muatan Nilai-Nilai Spiritual

Yang pasti, karya dan tampilan Aspar Paturusi menjadi idolaku, lantaran nuansa Makassar nya sungguh mempesona kendati belum pernah kudengar syairnya yang melantunkan I La Galigo yang sangat dahsyat muatan nilai spiritualnya.

Puisi Aspar Paturusi yang terkesan bertanya kepada Tuhan : “Bisakah Kuasah Belati Imanku” dapat dipahami sebagai pengakuan kejujuran dari perjalan batin di usia senjanya adanya hasrat untuk bersikap baik dan kukuh untuk mempertajam mata batinnya.

MENIKMATI puisi karya Aspar Paturusi yang berjudul “Bisakah Kuasah Belati Imanku” jadi teringat karya Hamsat Rangkuti tentang belati juga yang kubayangkan tajam mampu menghujam pada kedalaman jiwa yang gamang terhadap tuntunan dan ajaran langit yang sudah terkena hujan dan panas. Hingga mungkin dapat juga diduga terancam lapuk dan lekang entah dari ruh siapa saja. Karenanya, pisau belati hendak terus diasah Aspar Paturusi, seakan hendak membedah hatiku, terbelah lantaran kehidupan dunia yang meriah membiarkan diri terkulai tak berdaya dalam bius rayuannya yang memabukkan.

Kecuali itu, aku senang sastrawan sekaliber Aspar Paturusi senang ikut berbaur dengan penyair muda Indonesia yang sedang dan terus bertumbuh kembali, sehingga membuat kenangan masa meriahnya sastra Indonesia tahun 1970 – 1980-an kembali meniupkan harapan tak lagi hendak seperti kerakap di atas batu. Bahkan dengan tampilnya nama Aspar Paturusi saja telah mampu menghantar memori berputar ulang pada pertemuan budaya Indonesia di Bulak Sumur menjelang tahun 1990 yang dibesut langsung oleh Dr. Umar Kayam, penulis “Seribu Kunang-kunang di Manhattan” saat *Pengakuan Pariyem” Linus Suryadi AG lagi di atas awan menggantikan Novel “Cintaku di Kampus Biru” Ashadi Siregar yang cukup ramai menjadi pembicaraan kalangan sastrawan dan pengamat sastra di Indonesia ketika itu.

Dari rekaman sejarah masa lalu itu yang masih dapat kuingat adalah mendorong Wiji Thukul penyair rakyat itu untuk tampil disela acara, karena sosoknya bersahaja selalu mengingatkan aku pada tampilan Chairil Anwar yang boleh dikata setengah urakan dan masai. Dalam acara inilah, kesempatan ngobrol yang asyik bersama Aspar Paturusi yang tidak pernah dapat dijumpai di Taman Ismail, Jakarta dalam berbagai kesempatan seperti pada acara mengawal pameran pelukis Amri Yahya.

Yang pasti, karya dan tampilan Aspar Paturusi menjadi idolaku, lantaran nuansa Makassar nya sungguh mempesona kendati belum pernah kudengar syairnya yang melantunkan I La Galigo yang sangat dahsyat muatan nilai spiritualnya.

Puisi Aspar Paturusi yang terkesan bertanya kepada Tuhan : “Bisakah Kuasah Belati Imanku” dapat dipahami sebagai pengakuan kejujuran dari perjalan batin di usia senjanya adanya hasrat untuk bersikap baik dan kukuh untuk mempertajam mata batinnya.

Begitukah dedah syairnya, pada usia seperti ini (82 tahun sekarang) sejujurnya dia katakan tak lagi patut bermohon petunjuk. Sebab sudah begitu jauh perjalan hidup ditempuhnya hingga menjelang senja.

Terkait

Terkini