Kebhinekaan Dalam Perjalanan Batin
Selanjutnya coba kita tarik sejarah yang agak kekinian. Yakni pada abad ke-19 Masehi, di abad itu ada seorang pencari ilmu silat dan ilmu batin yang begitu luar biasa. Sehingga beliau sampai melanglang buana di berbagai penjuru Nusantara, mulai dari Jawa Timur, Jawa Barat, Batavia, Bengkulu, hingga sampai “putus kaji” (wisuda) dalam pelajaran ilmu lahir (pencak silat) di Sumatera Barat dan putus kaji ilmu batin (Tarekat) di Aceh. Beliau adalah Ki Ngabehi Surodiwiryo, sang pencetus pencak silat “Setia Hati”.
Dan yang menarik dalam sejarah pengembaraan ilmu di Sumatera Barat, beliau juga berguru ilmu batin pada I Gusti Nyoman Gempol, seseorang yang berlatar belakang kebatinan Hindu dan berasal dari Pulau Dewata, Bali. Kisahnya pada waktu itu, Ki Ngabehi Surodiwiryo muda atau yang masih memiliki nama Muhammad Masdan jatuh cinta pada seorang gadis yang merupakan putri ahli ilmu kebatinan Tassawuf di Minangkabau. Dan sang gadis itu pun rupa-rupanya juga seseorang yang menekuni ilmu Tassawuf, bahkan mempunyai ilmu Tassawuf yang tinggi.
Oleh karenanya sang gadis baru akan mau menerima sepenuh hati Muhammad Masdan manakala bisa menjawab beberapa pertanyaan kebatinan Tassawuf Islam. Muhammad Masdan pada saat itu “kelabakan”, ternyata ilmu-ilmu keagamaan yang telah didapatkannya dari para guru di pondok pesantren di pulau Jawa belum cukup memadai untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan kebatinan tingkat tinggi itu. Oleh sebab itu karena saking cintanya pada sang gadis itu, Muhammad Masdan pun bertekad kuat untuk bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan kebatinan tingkat tinggi itu.
Lalu beliau kesana kemari mencari seorang guru yang ahli dalam ilmu batin, sampai akhirnya beliau berjumpa dengan I Gusti Nyoman Gempol atau yang mempunyai gelar abhiseka “Raja Kenanga Mangga Tengah”, beliau seorang punggawa besar kerajaan Bali yang diasingkan penjajah Belanda ke Sumatera Barat karena memimpin pemberontakan-pemberontakan yang sangat merepotkan para penjajah.
Meski berbeda latar belakang keyakinan, I Gusti Nyoman Gempol menerima permintaan berguru dari Muhammad Masdan. Selama 7 hari 7 malam Muhammad Masdan “diwejang” ilmu kebatinan tingkat tinggi yang berkaitan dengan ilmu mengenal diri dan ketuhanan. Dan referensi pelajaran kebatinan Hindu dari I Gusti Nyoman Gempol ini ternyata secara prinsip bertemu dan tidak bertentangan dengan pelajaran Tauhid dalam kebatinan Tassawuf Islam. Hasil akhirnya sama, hanya beda soal cara atau metode. Meskipun begitu Muhammad Masdan tetap beragama Islam dan tidak berganti ageman (baju) Hindu. Sebab Muhammad Masdan tentu menyadari jika “Tuhannya dirinya” dan “Tuhannya I Gusti Nyoman Gempol” tentunya adalah satu dan sama.
Bahkan Muhammad Masdan yang beragama Islam ini bisa tahu dan kenal dengan Tuhannya justru dari ajaran kebatinan Hindu I Gusti Nyoman Gempol, meskipun selain daripada itu juga mendapatkan pelajaran ketuhanan yang sama yang berbasis Islam dari gurunya yang lain seperti Datuk Rajo Batuah dan Teungku Cik Bedaya. Berkat ilmu kebatinan dari I Gusti Nyoman Gempol itulah akhirnya Muhammad Masdan bisa menjawab semua pertanyaan-pertanyaan kebatinan dari gadis pujaan hatinya itu. Kebatinan Tassawuf Islam terjawab tuntas dalam kebatinan Hindu I Gusti Nyoman Gempol. Muhammad Masdan pun akhirnya bisa bersama secara lahir dan batin dengan gadis Minang pujaan hatinya yang juga merupakan seorang salik (pejalan batin).