Kebhinekaan Dalam Perjalanan Batin
Itulah beberapa gambaran indah tentang hubungan kebatinan para guru-murid yang berbeda agama tetapi tanpa saling mengkonversi agama. Dan menilik dari kisah-kisah orang hebat ini, tentunya kita para generasi Nusantara bisa mengambil sebuah “kebijaksanaan sikap”, bahwa sejak dahulu di bumi Nusantara ini bukanlah sebuah hal yang “tabu” ketika kita mempunyai seorang guru atau teman diskusi soal kebatinan/spiritual yang berbeda latar belakang agama/keyakinan dengan kita.
Justru hal itu bisa menjadi medan penziarahan spiritual yang sangat memperkaya batin dan kesadaran. Karena kembali lagi pada kebijaksanaan sikap orang Jawa tadi, bahwa pada hakikatnya agama adalah soal ageman atau pakaian. Maka semisal kita memakai pakaian yang di mana kita “buta” tentang pakaian itu (baik tentang ukuran atau kecocokan), maka sama saja hal itu akan tidak banyak bermanfaat/berguna. Dan sekalipun bilamana kita ganti pakaian lantas kita juga “buta” tentang pakaian yang baru itu, ya sama saja juga akan buang energi dan percuma. Tetapi seandainya jika kita memakai pakaian dan tahu (makrifat) dengan pakaian itu atau kita ganti pakaian dan menjadi lebih tahu (lebih makrifat) tentang pakaian yang digunakan itu, maka tentu saja itu adalah baik dan sah-sah saja. (Af)
Alvian Fachrurrozi
| tinggal di Ngawi Jawa Timur, suka menulis tentang kebudayaan dan spiritualitas. Memiliki hobi membaca, berdiskusi, dan pencak silat
Jalan Samurai Seorang Punk (1)
Problem Negeri Adalah “Kejujuran” (Datang dan Pergi Ramai-ramai)