Kedatuan Ki Ageng Gribig Jatinom Klaten dalam Historiografi Penyebaran Islam (3)
Di sinilah, pertanyaannya muncul, siapakah nama Joko Dolog, Wasibagno, Wasibagno Timur, dan bagaimana penghubungan nasab dengan Brawijaya I atau V, yang sama-sama beristri putri Champa.

Nusantarapedia.net, Jurnal | Sejarah — Kedatuan Ki Ageng Gribig Jatinom Klaten dalam Historiografi Penyebaran Islam
“Bagaimana merumuskan urutan Ki Ageng Gribig dengan menghubungkan nama Wasibagno, Joko Dolog, Wasibagno Timur sebagai keturunan Brawijaya serta peran serta para Wali dan posisi Giri Kedaton, dengan pencocokan angka tahun.”
Periodesasi Ki Ageng Gribig Jatinom
I Ki Ageng Gribig Jatinom Awal
- Periode Wali Pertama
- Era Raja Majapahit ke-6 dan 7
Syeikh Maulana Maghribi, termasuk waliyullah generasi awal. Nama Maghribi karena berasal dari daerah Maghrib Maroko. Fonologis pengucapan kata Gribig, dari kata Maghribi.
Maulana Maghribi, sebagai utusan khusus ditanah Jawa dalam rangka syiar Islam dalam kepentingan politik Islam global. Memulai dakwah dari wilayah Gresik, hingga disebut juga sebagai Sunan Gresik, kemudian ditugaskan khusus untuk mengunjungi daerah-daerah diwilayah pedalaman selatan Jawa.
Penugasan diwilayah selatan Jawa melebur dalam pengembangan pertanian, namun agenda yang utama adalah khusus mempelajari tinjauan sosiologis masyarakat pedalaman yang agraris, guna syiar Islam.
Ilustrasinya demikian, jarak pelabuhan pesisir Utara (Gresik) menuju kota Malang, sama jaraknya dengan kota dagang di Demak dengan daerah bekas Mataram Kuno, yaitu Jatinom.
Bisa dibayangkan, sifat dan watak masyarakat Malang hasil pewarisan budaya kerajaan Tumapel/Singhasari yang kental akan kefahaman warisan, dan sifatnya yang keras. Hal itu sama dengan karakter Jatinom yang bekas kerajaan Mataram Hindu (Rakai Pikatan).
Artinya, kota Malang dan Jatinom merupakan wilayah di Selatan Jawa yang agraris, dan tidak mudah untuk mengislamkan daerah tersebut.
Hingga, Syeikh Maulana Maghribi ditugaskan khusus untuk mengumpulkan data-data itu, sekaligus agenda dakwah dalam bentuknya yang sederhana.
Tak heran, petilasannya yang kemudian dianggap sebagai makam (jasad) tersebar diwilayah selatan, yaitu; Parangtritis Bantul, Boyolali, Karanganyar, dan terutama di Malang dan Jatinom. Dengan demikian, benar adanya Syeikh Maulana Maghribi pernah singgah, dakwah dan berkegiatan sosial di Malang dan Jatinom.
Syeikh Maulana Maghribi meninggal tahun 1419 atau 1465, dugaannya kunjungannya di Jatinom terjadi pada tahun 1450.
Dengan demikian, diyakini Jatinom benar disinggahi oleh waliyullah generasi awal tersebut. Dan oleh para sahabatnya, penduduk maupun santri, pada era selanjutnya menamakan daerah tersebut dengan sebutan Gribig.
Jadi, setelah wafatnya Syeikh Maulana Maghribi, siapa yang dipercaya sebagai umaro maupun ulama di Jatinom (pemimpin adat), apakah penduduk lokal ataukah sahabat Wali, ataukah dari keluarga kerajaan. Yang pasti, oleh generasi selanjutnya, tongkat estafet pemimpin spiritual maupun wilayah di daerah Jatinom dan sekitarnya disebut sebagai Ki Ageng Gribig I. Sedangkan nama Jatinom dari kata Jati-Enom belum muncul.
Untuk makam tempat kubur jasadnya, dipercayai berada di Astana Kanoman Cirebon, sedangkan Malang dan Jatinom sebagai petilasan paling awal. Disitulah peran Syeikh Maulana Maghribi.

II Ki Ageng Gribig Jatinom Periode II
- Periode Wali Pertama
- Politik Global Islam, Dinasti Maulana
- Raja Majapahit ke-7 sampai 8
[Kumpulan banyak versi, catatan setengah abad Muhammadiyah]
Maulana Ishaq, putra dari Husein Jamaluddin Al-Akbar, adik dari Syeikh Jumadil Qubro, atau versi lain putra dari Syeikh Jumadil Qubro. Atau , terdapat dua orang yang berbeda dengan nama yang sama, yaitu Maulana Ishaq dan Maulana Ishak Al-Maghribi.
Bersama dengan delapan ulama lain seperti Maulana Malik Ibrahim, Maulana Jumadil Qubro, Maulana Ahmad Al-Maghribi, Malik Isroil, Maulana Muhammad Ali Akbar, Maulana Hasanuddin, Maulana Alayuddin, dan Syeikh Subakir adalah politik global Islam generasi awal di tanah Jawa atas perintah Sultan Muhammad I di Turki. Misi dakwahnya dibatasi dalam target jangka 100 tahun.
Kaitannya dengan Ki Ageng Gribig Jatinom adalah agenda dakwah penyebaran Islam diwilayah pedalaman. Maka, terdapati rumusan genealogi Ki Ageng Gribig dalam silsilah atau jalur kenasaban.
(1) Peran 9 Waliyullah, utusan Sultan Muhammad I Turki, yang paling dikenal sebagai basis awal peran Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik.
(2) Maulana Ishaq
(3) Sunan Giri atau Raden Paku (1510), berputra;
(4) Sunan Prapen (1550), berputra;
(5) Maulana Sulaiman (1580) , selanjutnya disebut Ki Ageng Gribig.
)*angka tahun diatas perkiraan
III Ki Ageng Gribig Jatinom Periode III
- Era Wali generasi ke-3 sampai 5
- Akhir Majapahit, Transisi Demak, Pajang
- Brawijaya V/Bhre Kertabumi
[Kumpulan banyak versi, kesamaan nama tokoh antara Jatinom & Malang]
Di sinilah, pertanyaannya muncul, siapakah nama Joko Dolog, Wasibagno, Wasibagno Timur, dan bagaimana penghubungan nasab dengan Brawijaya I atau V, yang sama-sama beristri putri Champa.
Teori ini juga berlaku sama antara Malang dan Jatinom, juga Tuban sebagai leluhur Gribig, (Jatinom) dari kata “ngibig,” sebuah daerah di Tuban. Ki Ageng Gribig periode kedua ini dengan urutan silsilah sebagai berikut;
Brawijaya V dengan istri Cempo, berputra; R.M. Guntur.
Alkisah, R.M. Guntur pergi untuk berkelana dan bertapa di Ujung Hawar-Hawar, daerah pantai utara Tuban, dan menyebut dirinya dengan Prabu Wasijaladara, mengangkat sebagai Hajar, dengan menguasai daerah Tuban Timur.
Prabu Wasijaladara sejaman dengan Sunan Bonang, sering terjadi perdebatan soal keilmuan, namun kalah dari Sunan Bonang dan bersedia masuk Islam dengan mengganti namanya menjadi Wasibagno.
Oleh Sunan Bonang, Wasibagno diberi tugas menata sebuah daerah bernama Ngibig, (Tuban) sampai menikah, mempunyai tiga putra, yaitu; Syeikh Pekalangan syiar di daerah laut Selatan, Syeikh Blacak Bilau ke daerah laut Utara, dan Syeikh Panganti berkelana di daerah pedalaman (tengah).
Sepeninggal Wasibagno, Syeikh Panganti menggantikan kedudukan ayahnya menjadi Wasibagno II, berputra Kyai Fakir Miskin, karena sifatnya yang suka berderma kepada yang membutuhkan. Selanjutnya, Kyai Fakir Miskin menjadi Wasibagno III, mempunyai dua putra, yaitu; Ki Ageng Gribig dan putra satunya lagi tidak diketahui namanya, namun menjadi menantu dari Batoro Katong Ponorogo, sedangkan Ki Ageng Gribig diambil mantu oleh Sunan Giri dengan menikahi Raden Ayu Ledah.
Kemudian Ki Ageng Gribig menggantikan kedudukan Wasibagno III, namun sebutannya tetap menggunakan nama Ki Ageng Gribig, namun putranya diberikan nama dengan Wasibagno Timur. Wasibagno Timur kecil tinggal di daerah Wonosroyo dekat makam Sunan Giri, setelah ibunya meninggal, Wasibagno Timur pergi mengembara dan membuka daerah baru yang kemudian bernama Jatinom, disebut sebagai Ki Ageng Gribig II.


Silsilah Ki Ageng Gribig Jatinom, periode II;
Versi I (Keturunan ke-5 Brawijaya)
(1) Brawijaya V beristri Putri Champa (1470), berputra;
(2) R.M. Guntur atau Wasijaladara (Wasibagno I) 1495, berputra;
(3) Syeikh Panganti Bagno (1520), putra ketiga (Wasibagno II), berputra;
(4) Kyai Fakir Miskin (Wasibagno III) 1545, berputra;
(5) Ki Ageng Gribig, (Ki Ageng Gribig), atau kalau diurutkan sebagai Wasibagno IV (1570), berputra;
(6) Wasibagno Timur, atau Syeikh Wasihatno dengan sebutan Ki Ageng Gribig II, berkedudukan di Jatinom (1595)
)*angka tahun diatas perkiraan
Dengan demikian, Ki Ageng Gribig II Jatinom berasal dari trah di Ngibig Tuban, yang mempunyai nasab dengan Sunan Giri dari jalur Ibu, sedangkan Ki Ageng Gribig I tidak berkedudukan di Jatinom, melainkan di Ngibig Tuban.
Disitulah kata Gribig bermula dari asal kata “Ngibig.”
Dalam merumuskan angka tahun, sumber yang lebih dapat dipercaya didapatkan dari masa aktif Sunan Bonang dan Sunan Giri. Dengan demikian, akan mendapatkan gambaran mengenai tahun keberlangsungan Ki Ageng Gribig II Jatinom. Bila mengambil dari angka tahun Brawijaya V, terdapat ketidakjelasan, mengingat kegaduhan peristiwa masa keruntuhan Majapahit dengan banyak intrik di dalamnya.
Versi II (Keturunan ke-3 Brawijaya)
Silsilah Ki Ageng Gribig
(1) Prabu Brawijaya, berputra;
(2) R.M. Guntur atau Kyai Ngujung Hawar-Hawar berputra;
(3) Panganti Bagno, disebut Ki Ageng Gribig
(4) Syeikh Wasibagno atau Ki Ageng Gribig di Jatinom
Versi III (Keturunan ke-2 Brawijaya)
Silsilah Ki Ageng Gribig
(1) Prabu Brawijaya, berputra;
(2) Joko Dolog, atau Syeikh Blacak Ngilo, disebut sebagai Syeikh Fakir Miskin atau Syeikh Ageng Gribig, berputra;
(3) Syeikh Wasibagno, disebut Ki Ageng Gribig (Jatinom)
Alkisah; Perseteruan Majapahit dengan Demak, tahun 1478-1520, ada keluarga kerajaan yang melarikan diri ke daerah Kedung Siwur-Magelang, yaitu, Raden Pakukunan dengan membawa adiknya yang masih kecil bernama Joko Dolog.
Dalam pelariannya, Joko Dolog sejak kecil gemar bertapa dihutan dan sungai daerah Progo (Kedu), kemudian disebut dengan nama Syeikh Blacak Ngilo, berganti lagi nama menjadi Syeikh Fakir Miskin. Dalam pengembaraannya, Syeikh Fakir Miskin sampailah di daerah Giri dan berguru pada Sunan Giri, hingga menikahi putrinya bernama Raden Ayu Ledah.
Oleh Sunan Giri, Syeikh Fakir Miskin diberikan kedudukan di daerah Ngibig-Tuban, dengan sebutan Ki Ageng Gribig, berputra Syeikh Wasibagno berkedudukan di Jatinom. Ibu Syeikh Wasibagno dimakamkan di daerah Miri, Palur, Surakarta.
Kesimpulannya, bagaimana merumuskan urutan Ki Ageng Gribig dengan menghubungkan nama Wasibagno, Joko Dolog, Wasibagno Timur sebagai keturunan Brawijaya serta peran serta para wali dan posisi Giri Kedaton, dengan pencocokan angka tahun.
Bersambung bagian 4 …
Kedatuan Ki Ageng Gribig Jatinom Klaten dalam Historiografi Penyebaran Islam (4)
Kedatuan Bayat Klaten dalam Sejarah Geologi, Pusat Spiritual dan Inisiasi Industri, Bagian Metroplex Kuno (1)
Fatahillah dalam Diskursus Sejarah Kelahiran Kota Jakarta (1)
Kyai Raden Santri, Makam Para Aulia di Gunung Pring Magelang
Candi Kalasan, Wujud Toleransi Masa Mataram Kuno