Kedatuan Ki Ageng Gribig Jatinom Klaten dalam Historiografi Penyebaran Islam (1)
Siapakah Ki Ageng Gribig Jatinom? Bagaimana proyeksinya atas penataan Jawa pedalaman oleh hegemoni bekas wilayah Pikatan (Mataram Kuno).

Nusantarapedia.net, Jurnal | Sejarah — Kedatuan Ki Ageng Gribig Jatinom Klaten dalam Historiografi Penyebaran Islam
“Tersambungkah nasabnya dengan penguasa akhir Medang Kamulan, Brawijaya V bahkan Brawijaya I. Ataukah murni dari nasab kebudayaan pan-muslim dunia, sebagai utusan,”
MENDENGAR nama Ki Ageng Gribig, apa yang kita pikirkan? Secara umum, adalah seorang waliyullah di tanah Jawa yang menyebarkan agama Islam. Syiar dan dakwah yang dilakukan di beberapa tempat, yaitu; kota Jatinom Klaten, Malang, Sleman, Cirebon dan kota lainnya.
Ki Ageng Gribig, semacam kedatuan yang mempunyai otoritas kekuasaan lokal untuk menyebarkan agama Islam, terutama dari poros pan-muslim pesisir utara Jawa.
Para pembesar kerajaan memberikan otonomi khusus pada kedatuan seperti ini, bahkan meminta legitimasi keabsahan kekuasaan pada pimpinan pesantren (ulama), maka keberadaannya dilindungi.
Meskipun pesantren yang dimaksud belum membentuk sebagai organisasi institusional (pondok pesantren), namun manajemen dakwah (majelis dakwah) atau perwalian sebagai cikal bakal terbentuknya kelembagaan sudah terlihat.
Pelopor sekolah agama Islam, atau pondok pesantren secara legal dan besar dimulai oleh Kedatuan Giri, atau Giri Kedathon (Gresik). Posisi Ki Ageng Gribig semacam Giri Kedaton lokal yang tersebar di banyak daerah.
Salah satu tonggak besar Islam di tanah Jawa, para Wali mengawalinya dengan manajemen institusi yang rapi, terencana, sistematis dan terukur (terorganisir), bahkan birokratif. Itulah, penataan Islam di tanah Jawa.
Bila Ki Ageng Gribig adalah Kedatuan, berarti ada pewarisan tampuk kepemimpinan, hingga menjadikan kesimpulan bahwa terdapat Ki Ageng Gribig Jatinom I, II, III dan seterusnya, dari masa ke masa pemerintahan; Masa Majapahit akhir, Demak-Pajang, Mataram Islam dan VOC, serta Ki Ageng Gribig I dan seterusnya.
Yang perlu diteliti, apakah berasal dari nasab yang sama antara Ki Ageng Gribig I dan akhir, atau justru wangsa yang berbeda, dan hasil dari duplikasi era sebelumnya untuk legitimasi maupun kepentingan.
Tentunya, kita wajib kritis. Ki Ageng Gribig Jatinom yang manakah itu, bukan sekedar peringatan Grebeg Saparan, sebaran apem sebagai komoditi pariwisata, meski itu adalah penting, karena sudah melebur sebagai tradisi dalam entitas kultural “njatinoman.”
Siapakah Ki Ageng Gribig Jatinom? Bagaimana proyeksinya atas penataan Jawa pedalaman oleh hegemoni bekas wilayah Pikatan (Mataram Kuno). Tersambungkah nasabnya dengan penguasa akhir Medang Kamulan, Brawijaya V bahkan Brawijaya I. Ataukah murni dari nasab kebudayaan pan-muslim dunia, sebagai utusan. Apa hubungannya Ki Ageng Gribig dengan kerajaan Daulat Nuubil Mataram Sultan Agung. Dan, bagaimana nama Ki Ageng Gribig bisa ada di beberapa daerah.
Tentu, ini diskursus sejarah. Analisa, studi dan spekulasi kesejarahan perlu dipetakan dengan dugaan-dugaan baru (penafsiran). Hal ini akan menghantarkan pada budaya berfikir yang kritis dan logis. Mengungkap jejak sejarah Nusantara sebagai bagian dari pemahaman pengetahuan dan tidak menutup kemungkinan menjadi keilmuan.

Ki Ageng Gribig berkedudukan di beberapa tempat, berdasarkan peninggalan situs arkeologis (makam, masjid, kompleks), literasi tulisan, tradisi kultural dan nama-nama toponimi serta spekulasi sejarah, dalam arti bukti primer dan sekunder;
(1) Ki Ageng Gribig Jatinom, Kelurahan Jatinom, Jatinom Raya (Kel.Jatinom, Ds.Krajan, Ds.Bonyokan), Kec.Jatinom Kab.Klaten Jawa Tengah.
(2) Ki Ageng Gribig Malang, Jl.Ki Ageng Gribig VIII-XIII, Gang II, Kel.Madyopuro, Kec.Kedungkandang, Kota Malang, Jawa Timur.
(3) Ki Ageng Wonolelo, Dusun Pondok Wonolelo, Ds.Widodomartani, Kec.Ngemplak, Kab.Sleman, DIY
(4) Syeikh Maulana Maghribi, Kompleks Keraton Kanoman, Jl.Astanagarib Balo, Kec.Pekalipan, Kota Cirebon, Jawa Barat
