Kejawen Modernis

21 Mei 2024, 20:33 WIB

Nusantarapedia.net | SOSBUD — Kejawen Modernis

Oleh: Alvian Fachrurrozi

Kejawen Tradisional merujuk kepada sebuah aliran Kejawen Ortodoks yang mengusung sepenuhnya nilai-nilai tradisional yang bersumber dari wejangan-wejangan, lontar-lontar, serat-serat, dan pakem-pakem nilai dari para leluhur Jawa dari generasi ke generasi, dan mencoba secara puritan untuk menghidupkan kembali semua pakem-pakem tradisi dari masa lalu itu. Sedangkan Kejawen Modernis adalah sebuah aliran Kejawen yang meski tetap menguri-nguri wejangan-wejangan, lontar-lontar, serat-serat, dan pakem-pakem nilai dari para leluhur Jawa, tetapi di satu sisi juga mensintesiskannya dengan nilai-nilai modern dari Barat seperti nasionalisme, demokrasi, pluralisme, liberalisme, sosialisme, hak-hak sipil, rasionalitas, kesetaraan gender, anti feodalisme, anti patriarkisme, anti poligami, dan anti rasisme.”

– Maka aliran Kejawen Modernis ini juga melakukan peninjauan secara kritis terhadap konsep-konsep lama dalam budaya Jawa, serta melakukan penafsiran yang baru dalam praktik-praktik spiritual dan berkebudayaannya –

BERBICARA tentang spektrum spiritual di tanah Jawa, selama ini para peneliti, sejarawan, dan banyak penulis mengkategorikannya menjadi dua arus besar yaitu, Abangan dan Santri. Khusus untuk Santri, sudah jamak dipahami teridentifikasi lagi menjadi dua sub kategori, yaitu Santri Tradisonal dan Santri Modernis.

Santri Tradisional merujuk kepada sebuah aliran Islam yang mengusung nilai-nilai tradisional yang bersumber dari kitab-kitab para ulama Islam dari generasi ke generasi. Sedangkan Santri Modernis sebuah aliran Islam yang mencoba mengadopsi nilai-nilai modern dari Barat seperti nasionalisme, demokrasi, hak-hak sipil, rasionalitas, kesetaraan, dan perjuangan sosial. Aliran Santri Modernis ini juga melakukan peninjauan secara kritis terhadap konsep-konsep lama (kecuali Al Qur’an dan Hadits) dan kitab-kitab dari para ulama Islam terdahulu, serta mereka melakukan penafsiran yang baru dalam praktik keberagamaan.

Nah, jika kelompok Santri oleh para cendekiawan sudah dicandra menjadi dua varian yang demikian tegas seperti itu, apakah demikian juga yang terjadi di kelompok yang disebut Abangan, atau yang lebih tepatnya disebut kelompok Kejawen (karena Abangan hanyalah istilah peyoratif yang diberikan oleh kalangan Santri)?

Menurut saya, kok, belum ada pencandraan yang pasti mengenai sub varian Kejawen. Seakan memang seperti ada yang luput dari amatan para peneliti, sejarawan, penulis, atau bahkan budayawan dan ilmuwan sosial. Kelompok Kejawen kerapkali dipandang hanya terdiri dari satu identitas tunggal belaka. Sejauh pengetahuan saya, belum pernah saya membaca atau mendengar ada istilah Kejawen Tradisional dan Kejawen Modernis atau istilah Abangan Tradisional dan Abangan Modernis. Bahkan antropolog kondang Clifford Geertz pun hanya mencandra “orang Jawa yang berjati diri Jawa” dengan istilah Abangan dan Priyayi, yang sama sekali tidak menggambarkan varian watak Tradisional atau Modernis di antara kelompok orang-orang Jawa yang berjati diri Jawa tadi. Karena istilah Abangan dalam pencandraan Clifford Geertz terdiri dari orang-orang Jawa pedesaan yang konservatif, tradisional, lugu, dan tidak berpendidikan, tapi sekaligus juga terdiri dari orang-orang Jawa yang merupakan kader-kader partai kiri yang bersifat progresif, modernis, dan revolusioner. Sementara kalangan Priyayi terdiri dari orang-orang feodal konservatif tradisional dari keraton atau para pegawai negeri, dan terdiri juga dari para priyayi modernis yang terpelajar serta memiliki pemikiran maju dan revolusioner.

Terkait

Terkini