Kenaikan Suku Bunga Berdampak pada Pengajuan Kredit Rumah
Nusantarapedia.net, Jakarta — Ketidakpastian global yang saat ini tengah dan akan mengancam kebangkrutan banyak negara menuju resesi global. Isu krisis pangan, krisis energi, ketegangan geopolitik antar negara, hingga menjadikan kondisi ekonomi dan keuangan makin sulit.
Inflasi terjadi di mana-mana, pertumbuhan ekonomi global yang melambat. Sekitar 54 negara terjerat hutang dan gagal bayar. Total terdapat sekitar 66 negara menuju kebangkrutan. Hal tersebut yang memicu bank sentral menaikkan suku bunga acuan, yang akhirnya berdampak di banyak sektor, di antaranya sektor perumahan. Termasuk kebijakan Bank Indonesia yang turut menaikkan suku bunga acuan.
Anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati, menegaskan hal tersebut, bahwa kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia atau BI 7-Days Repo Rate (BI7DDR) sebesar 50 basis poin (bps) menjadi 4,75 persen, memiliki konsekuensi serius terhadap masyarakat bawah dalam membeli rumah secara kredit. Sebab, ketika BI7DDR itu naik maka otomatis, baik perbankan swasta maupun bank pemerintah yang tergabung dalam Himpunan Perbankan Negara (Himbara), juga akan ikut menaikkan Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) nya masing-masing.
“Ketika BI menaikkan suku bunga itu bukan tanpa konsekuensi. Otomatis bank-bank Himbara dan swasta itu juga akan menaikkan suku bunganya. Ini akan menyulitkan masyarakat kelas bawah. Orang mau kredit rumah makin susah,” ujar Anis saat diskusi bulanan yang diselenggarakan salah satu Lembaga riset via virtual, Jumat (21/10/2022), dilansir dari parlementaria.
Menurutnya, masyarakat Indonesia yang mempunyai hunian layak tidak sampai 50 persen. Selebihnya, masyarakat tersebut ada yang kontrak, tinggal di hunian tak layak, dan sebagainya. Maka, tambahnya, kementerian tersebut sering meminta tambahan anggaran untuk membangun rumah-rumah yang layak. Anis mengambil data dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
“Itu kalau mau kredit rumah dengan kenaikan suku bunga ini akan susah. Yang punya pinjaman di bank ketika suku bunga naik akan susah. Orang pada akhirnya tidak akan menggerakkan uangnya. Orang luar yang punya dananya di sini dia akan ke luar (capital outflow),” jelas Anis.
Diketahui, kenaikan BI 7DDR tersebut dalam rangka untuk mewaspadai adanya capital outflow dari emerging market seperti Indonesia. Sebab, pada September 2022, Bank Sentral Amerika (FED) telah menaikkan suku bunga hingga 75 bps atau kisaran 3 persen-3,25 persen. Dampaknya, BI pada 21-22 Sept 2022 memutuskan untuk menaikkan BI 7DDR sebesar 50 bps menjadi 4,75 persen. Suku Bunga deposit facility sebesar 4 persen dan suku bunga lending facility sebesar 5,5 persen
Kemudian, Bank Indonesia (BI) kembali menaikkan suku bunga acuan dalam Rapat Dewan Gubernur BI Oktober 2022. Kali ini, BI mengerek BI 7-Days Repo Rate (BI7DRR) sebesar 50 basis poin (bps) menjadi 4,75%. Selain mengerek suku bunga acuan, BI juga menaikkan suku bunga deposit facility sebesar 50 bps menjadi 4% dan suku bunga lending facility sebesar 50 bps menjadi 5,5%.
“Fluktuasi capital outflow perlu diwaspadai dan diantisipasi dampak kebijakan moneter global yang mempengaruhi cost of fund. Memang secara logika saat suku bunga tinggi di The Fed-nya tinggi, kenapa harus dia (perusahaan dan masyarakat kelas atas) tanam di emerging market lebih baik modal ditarik lagi ke bunga yang lebih tinggi,” jelas Anis Byarwati. (SWidodo)
Sumber: nukilan parlementaria
Genjot Penerimaan Negara, Pemerintah Perlu Menambah Alternatif Barang Kena Cukai
Masukan Peneliti UGM dalam Kebijakan Pengelolaan Cukai Tembakau
Poin-poin Konstruksi APBN 2023 (1)
Indonesia “The Bright Spot” Menuju 2023, Disaat Dunia Gelap Gulita
Harga Komoditi Hari Ini 22 Oktober di Jakarta