Kesalahan Terindah
"Hari ini Mas yang biasa menemaniku makan bakso di sini, sedang melangsungkan pernikahan, Bang."

Nusantarapedia.net, Sastra | Romance — Kesalahan Terindah
“Oh, aku tahu Mbak. Biasanya mbaknya ke sini selalu bersama masnya, kan. Ini kok sendirian, murung lagi. Pasti jadi beda rasa baksonya. Ngomong-ngomong, di mana Mas-nya, kok nggak diajak?”
Di sinilah aku kini. Sebuah kedai bakso sederhana yang ada di tepi jalan utama Magelang-Semarang. Lalu lintas yang padat dengan berbagai jenis kendaraan. Dari Bus, truk, mobil pribadi sampai ratusan sepeda motor lalu lalang.
Seporsi bakso kuah lengkap aku pesan. Tak selang berapa lama, sudah hadir pesananku bersama dengan teh hangat. Kuambil sedikit sambal, kecap, dan asam cuka. Kuaduk hingga tercampur semuanya.
Aroma bakso khas Wonogiri menguar di indra penciumanku. Sesendok bakso aku masukkan dalam mulut. Berharap bisa memakannya hingga tandas. Ini adalah bakso favoritku dan menurutku di sini paling enak rasa bakso maupun kuahnya.
Hari ini aku rasa lain. Bakso ini terasa hambar, tidak seperti biasanya. Aku tidak bisa menghabiskan seporsi bakso. Kucoba cek rasa berkali-kali dengan menambahkan apa yang perlu ditambah. Namun, semua sia-sia, tetap saja rasa bakso itu lain.
“Bang, kenapa rasa baksonya beda, ya?” protesku pada si Abang penjual bakso.
“Masa sih, Mbak.”
“Iya, beneran.” Aku meyakinkan penjual bakso jika ada yang salah dengan baksonya.
Kulihat abang penjual bakso tersenyum dan mendekat ke arahku.
“Oh, aku tahu Mbak. Biasanya mbaknya ke sini selalu bersama masnya, kan. Ini kok sendirian, murung lagi. Pasti jadi beda rasa baksonya. Ngomong-ngomong, di mana Mas-nya, kok nggak diajak?”
Craassh!
Seperti ada sesuatu yang menusuk ulu hatiku, perih, saat mendengar perkataan abang tukang bakso. Dan aku sadar, baru kali ini aku beli dan makan sendiri bakso di sini.
‘Biasanya sama kamu, Mas. Dan aku sadar sekarang, ternyata tanpamu duniaku rasanya hambar.’
Setitik air mata pun meluncur membasahi pipiku.
“Eh, Mbak, kenapa kok malah nangis?”
Si tukang bakso keliatan bingung, melihat sikapku.
Aku mengambil tisu dan mengusap air mata yang turun.
“Hari ini Mas yang biasa menemaniku makan bakso di sini, sedang melangsungkan pernikahan, Bang.”
“Kok bisa sih, Mbak? Gimana ceritanya? Padahal Mbak dan Mas sudah cocok sekali lho,” kata Abang turut prihatin.
“Belum jodoh aja, Bang. Dia menikah dengan gadis pilihan orang tuanya. Ternyata, Tuhan hanya mengijinkan kita untuk saling menyayangi, tetapi tidak mengijinkan kita untuk saling memiliki.”
Hikks.
“Sabar, Mbak. Tuhan pasti sedang merencanakan ‘sesuatu yang indah’, untuk Mbak di esok hari. Belajarlah iklas melepas sesuatu yang memang bukan untuk kita. Buka hati dan pikiran, insyaallah, besok akan ada pria yang lebih baik dan lebih tepat untuk Mbak.”
Seketika ada sedikit kekuatan di hati, kala mendengar apa kata Abang tukang bakso.
‘Aku harus kuat, sabar, dan iklas, menerima ketentuan dari Allah. Sang Maha Pemberi takdir.’
Kulangkahkan kaki dengan gontai, setelah membayar bakso dan segelas teh hangat. Kutinggalkan kedai bakso penuh kenangan manis itu.
‘Selamat tinggal, Mas. Jika mengenalmu selama ini adalah sebuah kesalahan. Maka, aku jadikan kau sebagai kesalahan yang terindah.’
Aku tersenyum hambar, menanggapi takdir cintaku yang harus berakhir pahit.

Magelang, 29-08-2021
Bingkai Kenangan Saat Ramadan
Betty dan Cokky
Orak-Arik Buncis
Menjadi Pegiat Literasi
BTS Meal dan Fetisisme Komoditas
Bukit Sidoguro, Gardens by The Bay-nya Klaten
Aktualisasi Semangat Kebangkitan Nasional Indonesia Sebagai Substansi Bukan Sensasi
Adu Elektabilitas Sudah Dimulai, Saling Klaim Itu Hak! Dimana Etikabilitasnya?
Rindu Untuk Emak
Bapak, Jangan Menangis
UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) Resmi Diundangkan
Konstruksi Kerajaan di Jawa, Bangun-Hancur-Pindah (1)