Ketika Zaman Membelenggu Pikiran dan Tenaga

Peresensi merekomendasikan untuk membaca buku ini khususnya untuk para remaja yang kadang-kadang tidak tahu arah tujuan hidup dan pula selalu kebablasan dalam segala hal

2 Januari 2023, 12:25 WIB

Nusantarapedia.net, Gerai | Resensi — Ketika Zaman Membelenggu Pikiran dan Tenaga

Oleh Bunga Amanda Otaviani

“Tidak ada yang punya kesadaran tersebut. Itulah kenapa saya katakan bahwa kita semua tidak mengerti siapa diri kita. Karena ketidaktahuan itulah maka kita tidak punya cita-cita sebagai bangsa. Ketika Bung Karno menyeru, gantungkan cita-citamu setinggi langit! Semuanya bingung apa yang mau digantung?

Muhammad Ainun Nadjib atau biasa dikenal Emha Ainun Nadjib atau Cak Nun lahir di Jombang pada 1953. Cak Nun dikenal luas sebagai tokoh intelektual, seniman, penyair, budayawan, dan pemikir. Gagasannya banyak disalurkan melalui tulisan dan menjadi pembicara di berbagai seminar.

Berserahlah Biarlah Allah Mengurus Hidupmu, Takwa itu Mesra mengajak pembaca, khususnya anak muda sebagai generasi penerus bangsa, supaya tidak kadunyan seperti istilah zaman sekarang ”terlalu banyak daftar keinginan” alih-alih membebaskan kenyataannya justru membelenggu pikiran dan tenaga sehingga berpikir berlebihan (overthinking) menjadi kondisi yang tidak terelakkan. Di samping itu, buku ini pun memberikan penerangan betapa berpikir berlebihan yang berujung pada hidup penuh tekanan mental, akan teratasi apabila kita menyerahkan diri kepada Allah Swt.

”Kita perlu mencari cara agar kita semua menyatu dalam aspirasi, prinsip, serta perilaku yang kompetibel satu sama lain” kata Cak Nun dalam buku ini. Artinya, penulis mengajak pembaca untuk senantiasa rida pada ketetapan Allah Swt. Untuk itu, kita tidak boleh berlarut-larut dalam sebuah masalah dan cari cara agar kita keluar dari masalah tersebut.

Peresensi merekomendasikan untuk membaca buku ini khususnya untuk para remaja yang kadang-kadang tidak tahu arah tujuan hidup dan pula selalu kebablasan dalam segala hal.

Buku ini mengajarkan pembaca untuk mengenali siapa diri kita sebenarnya. Lalu, siapakah diri kita? Apa kita mengenali diri kita?

Sebuah analogi menarik dalam buku ini, ”Jika Anda lahir tahun 1983, lalu bapak Anda lahir tahun 1949, kakek Anda lahir tahun 1931 dan seterusnya, maka dari manakah asal-usul anda sebenarnya? Tahun 1983, 1949, 1931 atau sebelum-sebelumnya? Kalau tidak ada bapak, kakek, buyut, dan leluhur-leluhur Anda, apakah Anda akan ada? Lalu, sejatinya kapan kita bermula? Tidak ada yang punya kesadaran tersebut. Itulah kenapa saya katakan bahwa kita semua tidak mengerti siapa diri kita. Karena ketidaktahuan itulah maka kita tidak punya cita-cita sebagai bangsa. Ketika Bung Karno menyeru, gantungkan cita-citamu setinggi langit! Semuanya bingung apa yang mau digantung? Bangsa Indonesia ini bingung karena tidak memiliki insfratuktur pengetahuan.”

Nah, untuk itu, penulis mengajak untuk berpikiran lebih terbuka lagi jangan sampai kita bingung dengan semua yang terjadi dalam kehidupan kita. Kita harus mempunyai kesadaran untuk mengedepankan ajaran ajaran yang membawa kita kepada jalan kebaikan dan senantiasa berserah diri kepada Allah Swt.

Peresensi, mahasiswa Prodi PAI STAI Sabili Bandung

Langkah Menulis Resensi Buku
Delapan Cerpen Anak Ajarkan Karakter Santun
Pelajaran Mencari Cinta
Cerita Satir dan Alegori tentang Kemaluan dan Kehidupan
Jejak Junghuhn di Lembang Jawa Barat?
Proporsional Terbuka atau Tertutup, Lembaga MK Diuji Sebagai Lembaga Penguji

Terkait

Terkini