Kisah Nabi Ismail As
Lelaki yang tak lain adalah malaikat Jibril itu kemudian berkata, "Zam-zam! Zam-zam!" Artinya berkumpullah. Maka, air pun berkumpul menjadi mata air yang sejak saat itu disebut Telaga Zam-zam.
Nusantarapedia.net, Jurnal | Religi — Kisah Nabi Ismail As
KISAH Nabi Ismail erat kaitannya dengan perintah penyembelihan hewan qurban. Selain itu juga cerita tentang air zam-zam. Nah, karena saat ini pas Hari Raya Idul Adha, tidak ada salahnya kita baca sejenak kisah Nabi Ismail A.S.
Nabi Ismail adalah putra dari Nabi Ibrahim dan Siti Hajar, yang merupakan istri ke dua beliau. Sementara istri pertama Nabi Ibrahim adalah Siti Sarah, dari Siti Sarah memiliki anak laki-laki bernama Ishak.
Pada waktu Ismail masih menyusu, Nabi Ibrahim menerima perintah dari Allah untuk mengajak Hajar dan Ismail pindah ke Mekkah. Ismail kecil pun terpaksa harus ikut kedua orang tuanya menempuh perjalanan jauh dan perjalanan yang melelahkan.
Dewi Hajar dan Ismail diletakkan di daerah yang tandus, padang pasir yang sunyi, dan terik matahari yang menyengat kulit. Tak ada seorang pun kecuali mereka berdua. Dengan berat hati Nabi Ibrahim meninggalkan istrinya dan Ismail kecil di tempat itu. Semua karena menaati perintah dari Allah.
Asal-usul Telaga Zam-zam
Suatu hari Ismail kecil kehausan, sementara perbekalan sudah habis. Ia menangis karena tak kuat menahan rasa haus.
“Sabarlah anakku, ibu akan mencari air untukmu,” kata Hajar sambil berlari-lari mencari air.
“Ya Tuhan, tolonglah hamba-Mu ini, yang sedang dalam bahaya kematian. Kami bertambah payah, lemah dan kehausan.”
Hajar berlari ke gunung Shafa, tetapi tidak terdapat air. Kemudian turun dan naik lagi ke gunung Marwa. Namun, tetap tak ada air setetes pun. Dengan berlinang air mata ia berkata, “Oh, sabarlah anakku, sabar… .”
Tiba-tiba tak jauh dari Ismail nampak seorang lelaki datang menghampiri. Lelaki itu menjejakkan kakinya ke tanah, maka, keluarlah air yang berlimpah-limpah dan memancar ke segenap penjuru. Lelaki tersebut tak lain adalah malaikat yang diutus Allah.
Hajar pun segera berlari ke tempat itu untuk mengambil air. Dengan demikian terhindarlah Ismail dari kematian karena haus.
Lelaki yang tak lain adalah malaikat Jibril itu kemudian berkata, “Zam-zam! Zam-zam!” Artinya berkumpullah. Maka, air pun berkumpul menjadi mata air yang sejak saat itu disebut ‘Telaga Zam-zam’.
Sebelum Jibril pergi, ia berpesan kepada Hajar.
“Hai Hajar, jangan engkau merasa kuatir akan kehabisan air. Jangan takut, telaga ini bukan hanya untuk orang-orang di sini saja. Melainkan juga untuk tamu-tamu Allah. Dan bapak anak ini nanti akan datang untuk membangun rumah Allah di tempat ini.”
Yang dimaksud tamu-tamu Allah adalah orang-orang yang mengerjakan ibadah haji. Sedangkan, yang dimaksud rumah Allah adalah Ka’bah.
Bekas perjalanan Hajar, Ibrahim, dan Ismail sampai jaman sekarang ini dijadikan amalan ibadah haji.
Adapun kisah Hajar berlari-lari dari bukit Shafa ke Marwa dijadikan amalan yang berupa ‘sa’i.’ Wallahu’alam.
Ujian Berat Bagi Ibrahim dan Ismail
Setelah beberapa tahun meninggalkan anak dan istrinya di padang pasir yang tandus, ia pun merasa rindu. Setiap kali ia mengirim utusan untuk melihat keadaan anak dan istrinya, setiap itu pula ia merasa lega. Dari utusan itu, didapatkan keterangan bahwa Hajar dan Ismail dalam keadaan baik-baik saja. Anak dan istrinya dianggap pemilik dan pemimpin di Mekkah karena mereka yang pertama kali menetap dan bertempat tinggal di sana.
Demikianlah, Ibrahim akhirnya tak dapat menahan kerinduan yang selama ini dipendamnya. Ia pun berangkat ke Mekkah dan bertemu dengan Hajar dan Ismail di padang Arafah. Ia merasa lega dan haru, ternyata istri dan anaknya tidak kurang suatu apa. Kehidupan mereka malah serba kecukupan.
Dalam perjalanan pulang, mereka bertiga beristirahat di Muzdalifah karena kelelahan. Perjalanan antara Palestina dan Mekkah bukanlah jarak yang dekat. Ibrahim pun tertidur saking lelahnya.
Dalam tidurnya Ibrahim mendapatkan wahyu melalui mimpi. Bahwa, ia diperintah Allah supaya menyembelih putranya. Ya, Ismail harus dikorbankan sebagai bukti tunduk patuhnya Ibrahim kepada Allah.
Begitu terbangun, Ibrahim berdebar-debar. Ujian kali ini begitu berat. Ia begitu menyayangimu Ismail dan baru saja bertemu, tapi Allah menghendaki anak yang sangat dicintainya itu untuk dijadikan korban.
Ada kegundahan yang dirasakan Ibrahim, lama ia mendambakan anak sebagai penerus generasinya. Kini setelah mendapatkan, anak itu harus dikorbankan. Sungguh, suatu pilihan yang teramat sulit.
Akhirnya, demi rasa cintanya yang begitu besar pada Allah, Ibrahim pun menceritakan mimpi itu pada Ismail.
“Wahai Ismail, aku tadi malam diperintah Allah untuk menyerahkanmu sebagai korban. Bagaimana pendapatmu, Nak?” kata Ibrahim.
“Wahai ayah, sekiranya itu perintah Allah, maka, laksanakanlah apa yang diperintahkan itu, dan aku akan tetap sabar dan iklas,” jawab Ismail.
Dikisahkan, betapa iblis berusaha menghalangi perintah Allah kepada Ibrahim. Berkali-kali Ibrahim, Sarah, dan Ismail dibujuk agar tidak mau melaksanakan perintah itu. Namun, ketiganya tetap melaksanakannya. Godaan iblis yang demikian dahsyat tak mampu meruntuhkan keyakinan mereka.
Akhirnya, Ismail pun dibawa ke atas bukit. Wajahnya ditutup kain putih. Ketika Ismail sudah siap untuk dikorbankan. Tiba-tiba tubuh Ismail diganti dengan seekor kambing yang gemuk. Malaikat Jibril yang melakukannya atas perintah Allah. Dengan demikian selamatlah Ismail.
Allah berfirman, “Hai Ibrahim, kau sudah melaksanakan perintah_Ku dengan iklas. Sekarang, sebagai gantinya Aku berikan binatang ternak untuk disembelih. Ini cobaan yang sangat besar untukmu dan kamu mampu melewatinya.”
Peristiwa itu terjadi pada tanggal 10 Dzulhijjah di Mina. Sampai sekarang dirayakan umat islam di seluruh dunia sebagai Hari Raya Kurban atau Idul Adha.
Umat Islam yang melaksanakan ibadah haji juga melakukan korban di Mina sebagai penghormatan atas Nabi Ibrahim.
Wallahu’alam.