Kisah Seorang Kiai dan Si Bule

"Bagaimana Anda bisa menyatakan kalau bahasa Jawa itu bahasa yang sangat kaya dan sangat kompleks, dan bisa menjadi bahasa pengetahuan? Padahal, selama ini bahasa Inggris justru yang paling kompleks!" bantah si Bule.

15 Juli 2022, 07:22 WIB

Nusantarapedia.net, Jurnal | Puspawarna — Kisah Seorang Kiai dan Si Bule

Ini adalah kisah yang lumayan jenaka tentang perdebatan seorang kiai dengan bule masalah bahasa. Dikisahkan bahwa pernah ada seorang bule Australia datang ke Pondok Pesantren dan bertanya kepada Kiai.

“Kenapa Kiai kalo mengajar kitab masih menggunakan bahasa Jawa? Kenapa tidak menggunakan bahasa Inggris? Ini jaman sudah memasuki globalisasi, kan?” tanya si Bule dengan logat khas_nya.

“Karena kalau menggunakan bahasa Inggris, maka tidak akan mampu menafsirkan semua kosakata dalam Al-quran dan hadis,” jawab sang Kiai.

“Kok bisa begitu?” tanya Bule lagi. Dia belum puas dengan jawaban sang Kiai.

“Lha, bahasa Inggris itu sederhana sekali. Beda dengan bahasa Jawa yang kaya makna dan sangat kompleks,” kata sang Kiai.

Mendengar jawaban sang Kiai, si Bule merasa keberatan, bagaimana bisa bahasa Inggris yang menjadi bahasa dunia, dikatakan sangat sederhana dan lebih rendah dari bahasa Jawa.

“Bagaimana Anda bisa menyatakan kalau bahasa Jawa itu bahasa yang sangat kaya dan sangat kompleks, dan bisa menjadi bahasa pengetahuan? Padahal, selama ini bahasa Inggris justru yang paling kompleks!” bantah si Bule.

“Tidak bisa. Tetap saja bahasa Jawa lebih kompleks dari bahasa Inggris. Saya kasih contoh, coba anda lihat, biji tanaman yang berwarna kuning kecil-kecil itu apa, kalo dalam bahasa Inggris?” tanya sang Kiai pada si Bule sambil menunjukan tanaman padi yang telah menguning.

Rice,” jawab si Bule singkat.

“Orang Jawa menyebut biji dengan ‘pari‘ atau ‘pantun‘ (padi),” kata sang Kiai.

Padi itu, lanjut sang Kiai menjelaskan, kalau dipanen namanya ‘gabah‘, sedangkan dalam bahasa Inggris namanya tetap rice. Gabah itu kalau diambil hanya satu biji namanya ‘las‘. Tapi, orang Inggris tetap menyebutnya rice.
Gabah-gabah ini kalau kulitnya sudah terkelupas namanya lain lagi, yaitu ‘beras/uwos‘, sementara dalam bahasa Inggris tetap menyebutnya rice. Beras ini kalo patah menjadi kecil-kecil namanya ‘menir‘, dan orang Inggris tetap menyebutnya rice. Beda lagi kalau sudah dimasak namanya ‘sego/sekul‘ (nasi). Tapi, apa kata orang Inggris? Tetap saja rice, kan?. Nasi ini kalau cuma satu butir namanya ‘upo‘, lagi-lagi dalam bahasa Inggris disebut rice. Nasi ini kalau dikeringkan namanya ‘karak‘, sementara bagi orang Inggris namanya tetap rice.

Coba bayangkan, dari satu benda saja namanya bisa bermacam-macam, sebaliknya bahasa Inggris hanya mempunyai satu kata. Dengan demikian, bukankah bahasa Jawa lebih kaya dan lebih kompleks dari bahasa Inggris?” tanya Kiai selanjutnya, setelah menjelaskan panjang lebar.

Yes, all right, Kiai,” kata si Bule manggut-manggut. Dia_pun menerima kalau bahasa Jawa lebih kompleks dari bahasa Inggris. Dari satu kata aja sudah membuat dia bingung menghafalnya. Apalagi banyak kata.


Dari kisah di atas, bisa ditarik kesimpulan, kalau dalam bahasa Jawa memang lebih kompleks dan lebih kaya makna dalam penyebutannya.

Saya sendiri sebagai orang Jawa, masih bingung saat mengajari anak untuk berbahasa Jawa yang baik dan benar. Sesuai dengan tingkatan bahasa Jawa. Bahasa Jawa ngoko, ngoko alus, kromo alus, lan kromo inggil. Masih suka kebalik.

Ambil contoh, “Bapak sawek dhahar. Kalo adek nembe maem.”
Dalam bahasa Indonesia artinya sama-sama sedang makan, tidak ada perbedaan untuk anak dan bapaknya.

Mengajari anak belajar bahasa Jawa kenyataannya memang lebih sulit. Banyak dari orang tua sekarang yang memilih mengajarkan anak bahasa Indonesia sejak kecil, meski di lingkungannya memakai bahasa Jawa semua. Alasannya, takut jika salah menyebutkan suatu kata, maka akan terkesan tidak sopan (misal: adus/pakpung/siram).

Semua kembali pada diri kita sendiri. Pilihan masing-masing ada dalam setiap individu. Tulisan ini hanya sekadar berbagi pengetahuan. Ambil yang baik dan buang yang buruk, ya, Nuspedian.

Alhamdulillah, Panen!
Kok, gething, Aku!
Resep Olahan Dari Kambing
Lirik Lagu Tak Ingin Pisah, Polemik Nada Tinggi
Kurban dalam Dua Versi (Mbah Wahab dan Mbah Bisri)

Terkait

Terkini