Kode Etik Jurnalistik Tidak Bisa “Amputasi” Penegakan Tindak Pidana Umum
- Misalnya profesi dokter, dokter gigi, lawyer, notaris, akuntan publik serta wartawan, sudah pasti bekerja sesuai peraturan yang berlaku khusus (lex spesialis) serta kode etik dan juga wajib tanpa terkecuali tunduk pada peraturan yang berlaku umum (lex generalis). -

Nusantarapedia.net, Artikel | Opini — Kode Etik Jurnalistik Tidak Bisa “Amputasi” Penegakan Tindak Pidana Umum
Oleh Marianus Gaharpung, dosen Fakultas Hukum UBAYA Surabaya
DENGAN adanya “peradilan” profesi bagi kelompok orang yang menjalankan profesi adalah suatu yang sangat positif dalam hidup bermasyarakat. Artinya, dengan adanya organisasi profesi dengan berbagai peraturan dan kode etik agar dapat memberikan harapan baru bahwa orang-orang yang berlindung di bawah organisasi bertingkah laku sesuai etika moral serta hukum. Dan bagi warga penerima layanan akan merasakan hak-haknya terlindungi.
Misalnya profesi dokter, dokter gigi, lawyer, notaris, akuntan publik serta wartawan, sudah pasti bekerja sesuai peraturan yang berlaku khusus (lex spesialis) serta kode etik dan juga wajib tanpa terkecuali tunduk pada peraturan yang berlaku umum (lex generalis).
Pertanyaannya, apakah setiap dugaan tindak pidana yang dilakukan orang-orang yang bergabung dalam organisasi profesi tidak boleh atau tabuh dilaporkan ke aparat penegak hukum? Tunjukkan peraturan mana yang mewajibkan warga negara harus melaporkan terlebih dahulu kepada organisasi profesi dan tidak boleh melapor kepada aparat penegak hukum atas dugaan tindak pidana dari orang-orang yang bekerja dalam naungan organisasi profesi.
Perlu dibedakan bahwa pelanggaran etik dan pelanggaran hukum adalah dua hal yang sangat berbeda dan memang berbeda. Jika pelanggaran etik, maka aparat penegak hukum tidak mempunyai kewenangan dan jika dipaksakan maka masuk kategori tindakan sewenang-wenang, karena bukan kewenangan aparat penegak hukum. Tetapi jika adanya pelanggaran hukum, maka masuk ranah kewenangan aparat penegak hukum dan lembaga profesi manapun tidak bisa mengelak bahkan mencegah dengan dalil adanya undang-undang khusus atau kode etik bagi profesi. Karena tetap asas equility before the law (semua sama di hadapan hukum) dan asas lex dura sechta tamen scripta (hukum keras tertulis demikian).