KPK “Monster” Bagi Profesi Advokat

5 Mei 2023, 12:44 WIB

Nusantarapedia.net, Artikel | Opini — KPK “Monster” Bagi Profesi Advokat

Oleh Marianus Gaharpung, dosen FH UBAYA dan lawyer di Surabaya

KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan status tersangka advokat RR kuasa hukum Gubernur Papua non aktif Lukas Enembe, merupakan pukulan berat tidak saja bagi RR tetapi semua profesi advokat tanah air.

Peristiwa hukum ini, seakan-akan krediblitas dan eksistensi profesi advokat sebagai penegak hukum di dalam melakukan pendampingan dan pembelaan kepada klien tidak memiliki arti sama sekali di mata KPK.

Oknum penegak hukum bekerja atas nama KPK juga berubah perangainya menjadi sangat super body di dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, sehingga terkesan sulit tersentuh hukum.

Sudah menjadi rahasia publik, bahkan demo masyarakat dan mahasiawa melihat kerja oknum-oknum KPK sangat tertutup, mau menangnya sendiri dan terkadang melanggar etik dan hukum. Terbukti dengan adanya puluhan mahasiswa dari Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah merangsek ke Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi di Jakarta, Kamis (6/4/2023). Mereka mendesak Ketua KPK Firli Bahuri dicopot dari jabatannya, karena dinilai banyak melakukan tindakan kontroversial.

Desakan agar kinerja Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Firli Bahuri dievaluasi mencuat setelah terjadinya kontroversi dalam pemberhentian Brigadir Jenderal (Pol) Endar Priantoro sebagai Direktur Penyelidikan KPK. Firli dinilai sering melakukan kontroversi. Ketua KPK ini, Firli pernah dilaporkan ke Dewan Pengawas KPK terkait dugaan pelanggaran etik. Kasus terakhir yang menyeret Firli ini terkait dugaan keterlibatannya dalam kebocoran dokumen hasil penyelidikan kasus dugaan korupsi tunjangan kinerja di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.

Pertanyaannya, sanksi hukum apa yang diberikan kepada oknum KPK yang diduga melanggar etik dan hukum? Lembaga hukum apa di republik ini yang “berani” memberi sanksi hukum kepada oknum KPK?

RR sudah jadi tersangka atas penetapan KPK. Advokat blasteran Nian Tana Sikka dan Toraja ini menjadi trending topik. Pasalnya, ditersangkakan dalam kapasitas sebagai kuasa hukum Gubernur Papua non aktif Lukas Enembe atas dugaan korupsi gratifikasi. Pertanyaannya, apa ukuran logik hukum serta argumentatif dari KPK mentersangkakan advokat RR. Jika dasarnya adalah Pasal 21 Undang Undang KPK, yakni “setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana …”

Pertanyaannya lagi, apakah pernyataan RR bahwa kliennya Lukas Enembe sakit sehingga belum bisa memberikan keterangan dan realitanya sampai sekarang mantan Gubernur Papua ini dengan komplikasi penyakit, dikategorikan upaya perintangan dan mempersulit akses KPK untuk melakukan lidik dan sidik? Apakah sikap RR ini oleh KPK memenuhi unsur Pasal 21 UU Tipikor, adanya kerjasama advokat RR dan kliennya merintangi, menghalangi, mempersulit proses pemeriksaan tersangka Lukas Enembe?

Sepanjang pemaknaan Pasal 21 tersebut tidak diberikan batasan penafsiran hukum  limitatif dan pasti, maka pasal ini akan terus menjadi multitafsir bahkan melahirkan makna yang liar digunakan oleh aparat penegak hukum untuk setiap saat dapat saja mengkriminalisasi profesi advokat. Ini sangat berbahaya. Sehingga publik melihat penetapan tersangka terhadap advokat RR terkesan terlalu dipaksakan prematur serta abuse of power dalam diri oknum-oknum di KPK.

KPK menjakankan profesinya berdasarkan Undang Undang KPK dan advokat juga bekerja berdasarkan Undang Undang Advokat. Dalam hal ini penetapan RR sebagai tersangka ada dugaan tanpa mau tahu bahwa menetapkan kebersalahan advokat yang sedang menjalankan profesinya harus terlebih dahulu dilakukan pemanggilan terhadap advokat tersebut melalui Dewan Kehormatan Organisasi Advokat (Pasal 8 UU Advokat). Contoh; profesi dokter: dokter gigi ketika ada dugaan malpraktik terhadap pasien ketika menjalankan profesi, maka aparat penegak hukum harus panggil melalui MKDKI.

Notaris pun demikian, dipanggil melalui Majelis Pengawas Notaris. Dan, hal demikian ini tidak perlu harus adanya MOU antar lembaga penegak hukum alasannya profesi tersebut dibentuk berdasarkan undang undang, kedudukannya equel. Itu artinya, advokat RR tidak bisa dipersamakan dengan warga pada umumnya, sehingga penetapan tersangka advokat RR dengan mengabaikan undang undang advokat sebagai (lex specialis) identik mengkriminalisasi profesi advokat. Lain halnya, KPK mampu menemukan bukti permulaan yang cukup bahwa RR dalam menjalankan kuasanya menerima “sesuatu” di luar honorarium, sehingga RR membuat statemen di depan klien dan pendukung mantan Gubernur Papua agar berpura-pura sakit, sehingga mengakibatkan KPK sulit untuk mendapatkan akses menemui dan memeriksa Lukas Enembe.

Terkait

Terkini