Lagu ‘Pok Amai-amai’, dan Konstruksi Sosial
“uang atau jasa yang dipinjamkan oleh pihak lain, merupakan kewajiban resmi dari sebuah usaha yang timbal balik dari perjanjian tertulis maupun lisan”
Nusantarapedia.net — Lagu ‘Pok Amai-amai’, dan Konstruksi Sosial
“Hutang mempengaruhi pola perilaku individu dan masyarakat. Hutang sangat erat dengan kehidupan masyarakat Indonesia. Pasalnya hutang tidak hanya dilakukan secara individu namun juga negara. Seseorang memerlukan hutang/kredit untuk memenuhi kebutuhannya sebab manusia adalah Homo economicus,”
Zaman sekarang semua bisa jadi lagu yang asik meskipun dengan lirik sederhana bahkan absurd. Jika tongkrongan saja bisa jadi lagu asik, ternyata susahnya menagih hutang juga bisa jadi bahan mencipta lagu. Nuspedian tahu lagu ‘Pok Amai-amai’? Yup, lagu legend zaman Nuspedian dulu waktu masih kecil, kini diarransemen ulang oleh sekelompok musisi (grup band) melayu asal Malaysia bernama Floor88. Lagu ini menceritakan tentang susahnya menagih hutang. Entah terinspirasi oleh pengalaman pribadi personilnya atau bukan, yang jelas lagu ini mempu menarik perhatian masyarakat, terutama masyarakat Indonesia.
Tak jarang lagu ini digunakan backsong TikTok dengan gerakan-gerakan padu dan khas, bahkan anak-anak pun sangat lihai memainkannya.
Berikut lirik lagu ‘Pok Amai-amai (Hutang)’ yang sedang hits;
Kau nak cepat kaya
Macam jual unta
Tapi kau sendiri
Malas nak usaha
Cerita sana sini
Gebang kau merata-rata
Pantang depan mata
Ada saja cerita
Tipu belit kawan
Memacam ular sawa
Bila dah tahu kau lari berbatu
Macam kau nampak hantu
Cerita zaman dulu
Pak Kaduk gadai tanah
Dia laga ayam bukan kepunyaannya
Cerita zaman sekarang
Kau yang guna duit orang
Pabila pecah tembelang
Lari lintang pukang
Kau tak mampu bayar sekupang-pang
Alakazam!
Pok amai amai belalang kupu-kupu
Bayar duit aku yang semua kau sapu
Kambing biri-biri ala sudah datang dari Jawa
Mana kau nak lari bawa duit tu ke mana
Buai laju-laju buai sampai lah pokok sena
Duitku beribu semua entah ke mana
Memanda Fasola tikam di tapak kakinya
Dah memang kau salah, ku taboh kau pun tak apa
Rampo ngiseng semar tilem
(Bulu kucing sate)
(Solo, solo, solo, solo, solo)
(Solo, solo, solo, solo, solo)
(Solo, solo, solo, solo, solo)
La la la la la la la la la la la
Cerita zaman dulu
Pak Kaduk gadai tanah
Dia laga ayam bukan kepunyaannya
Cerita zaman sekarang
Kau yang guna duit orang
Pabila pecah tembelang
Lari lintang pukang
Kau tak mampu bayar sekupang-pang
Ram pang-pang
Pok amai-amai belalang kupu-kupu
Bayar duit aku yang semua kau sapu
Kambing biri-biri sudah datang dari Jawa
Mana kau nak lari bawa duit tu ke mana
Buai laju-laju buai sampai pokok sena
Bayar hutang itu takut nanti kau merana
Memanda Fasola tikam di tapak kakinya
Dah memang kau salah, ku taboh kau pun tak apa
Rampo ngiseng semar tilem
Rampo ngiseng semar tilem
Hutang dan Konstruksi Sosialnya
Menurut Joel G. Siegel dan Jae K. Shim (1994 : 128) pengertian hutang adalah: “uang atau jasa yang dipinjamkan oleh pihak lain, merupakan kewajiban resmi dari sebuah usaha yang timbal balik dari perjanjian tertulis maupun lisan”. Artinya hutang diakui pada saat terjadinya perjanjian baik secara tertulis maupun dilakukan secara lisan.
Hutang mempengaruhi pola perilaku individu dan masyarakat. Hutang sangat erat dengan kehidupan masyarakat Indonesia. Pasalnya hutang tidak hanya dilakukan secara individu namun juga negara.
Seseorang memerlukan hutang/kredit untuk memenuhi kebutuhannya sebab manusia adalah Homo economicus (Suyatno, 2007). Kebutuhannya selalu beragam dan selalu meningkat namun kemampuan untuk memenuhinya terbatas.
Dalam konsep ekonomi yang dikemukakan Setyowati (2003) ada istilah kebutuhan (need) dan keinginan (want). Oleh karena itu manusia membutuhkan bantuan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan tersebut dalam bentuk permodalan yang disebut hutang atau kredit.
Dalam konteks yang lebih makro (negara) hutang merupakan salah satu kebijakan ekonomi modern agar tetap berlangsung. Manning (dalam Manara, 2011) menjelaskan bahwa sistem kredit dan hutang merupakan salah satu kebijakan sistem ekonomi kapital agar proses produksi dan konsumsi tetap berjalan. Penyaluran kredit konsumsi juga diperlukan agar membantu meningkatkan daya beli masyarakat untuk mengkonsumsi barang dan jasa yang diproduksi. Penyaluran kredit terhadap konsumen dapat meningkatkan daya beli masyarakat (Ludvigson, 1999)
Hutang dapat memberi manfaat membantu menegakkan ekonomi, namun juga dapat menimbulkan problem tersendiri jika si penghutang tak bisa menjalankan kewajibannya membayar.
Tingginya tingkat hutang akan menimbulkan resiko. kredit konsumsi ini tentu menimbulkan risiko. Menurut Paquette dalam Fan (Fitriani, Sjabadhini, & Meinarno, 2009) resiko yang ditimbulkan dari tingginya tingkat kredit konsumsi ini antara lain adalah (1) mengurangi tingkat konsumsi di masa depan dan mengganggu aktivitas ekonomi, (2) meningkatkan kebangkrutan perorangan dan tingginya tingkat kelalaian pembayaran.
Bagi debitur yang memiliki hutang secara berlebihan dan tidak mampu membayar konsekuensi kreditnya umumnya akan mengalami konsekuensi finansial negatif seperti penyitaan rumah, serta dapat mengalami stres dan depresi sebagai konsekuensi psikologis negatif (Jenkins, Bhugra, Bebbington, Brugha, Farrell, Coid, Fryers, Weich, Singleton & Meltzer, 2008).
Hasil penelitian Cooke, Barkham, Audin, dan Bradley (2004) menunjukkan jika subjek dengan hutang yang tinggi mengalami kecemasan dan gugup serta sulit tidur jika dibandingkan dengan subjek yang memiliki hutang dengan jumlah yang lebih sedikit. Menurut Fitch, Simpson, Collard, dan Teasdale (2007) ternyata masalah kesehatan mental dialami oleh mereka yang memiliki hutang daripada yang tidak memiliki hutang.
Seringnya, oleh sebab penangguhan pembayaran hutang, akan terbentuk konstruksi sosial bahwa sang penghutang adalah orang yang tak bertanggung jawab, miskin, dan stigma itu menjadi penghalang dalam bersosialisasi.
Perempuan, Sosok Penanggung Hutang
Kemunduran Attitude, di Tengah Masifnya Pendidikan Karakter
Zinidin Zidan, Kena Mental dan Dramaturgi
Obyektifikasi Perempuan dalam Heroisitas Aksi 11 April
Bulan Sutena dan Potret Hedonisme Remaja Indonesia
Yang ber-Otak Tak Bakal Mengekor
Belajar Tak Oleng Dari Boger si “Penari Oleng”
Memaknai ”Indonesia Pusaka” di Tengah Wabah
Aloha ‘Oe, Maluku Tanah Pusaka hingga Pulanglah Uda menjadi Motif Lagu Budaya
Gloomy Sunday, Lagu Kematian hingga Bunga Terakhir Bebi Romeo
Dikasih Info Mazzeh, Kolokial dalam Inang Sosmed dan Kesenian (1)
Bangunan Monumen Sebagai Living Monument, Penjaga Keluhuran Nilai Sejarah