Legislator Tetap Inginkan Sistem Proporsional Terbuka

2 Januari 2023, 10:19 WIB

Nusantarapedia.net, Jakarta — Anggota DPR RI dari fraksi partai PAN Saleh Partaonan Daulay, minta Mahkamah Konstitusi (MK) tetap menggunakan sistem pemilu proporsional terbuka.

Dirinya meminta agar MK berhati-hati dalam memutuskan perkara penggunaan sistem pemilu 2024. Menurutnya, MK diharapkan berdiri secara tegak dan adil, jangan sampai ada dugaan bahwa MK cenderung tidak berlaku adil karena lebih memilih salah satu sistem daripada yang lainnya.

Dirinya menguraikan, Pemilu 2024 tetap dengan sistem proporsional terbuka, berangkat dari sejarah penetapan sistem proporsional terbuka, yang mana merupakan putusan MK pada tanggal 23 Desember 2008 yang lalu.

Putusan tersebut menyatakan bahwa pasal 214 huruf a, b, c, d, dan e tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Dengan begitu, MK menyatakan bahwa sistem pemilu yang digunakan adalah sistem suara terbanyak.

“Keputusan MK itu sudah benar. Buktinya, sudah dipakai berulang kali dalam pemilu kita. Setidaknya pada pemilu 2009, 2014, dan 2019. Sejauh ini tidak ada kendala apa pun. Masyarakat menerimanya dengan baik. Partisipasi politik anggota masyarakat juga tinggi. Sebab, dengan sistem itu, siapa pun berpeluang untuk menang. Tidak hanya yang menempati nomor urut teratas,” ujar Saleh, seperti dilansir dari dpr, (30/12/2022).

Dalam hal putusan tersebut, Saleh sependapat dengan argumen Hakim Konstitusi Arsyad Sanusi bahwa sistem penetapan anggota legislatif berdasarkan nomor urut bertentangan dengan prinsip kedaulatan rakyat yang dijamin konstitusi. Hal tersebut merupakan pelanggaran atas kedaulatan rakyat. Sebab, kehendak rakyat yang tergambar dari pilihan mereka tidak diindahkan dalam penetapan anggota legislatif.

Argumentasi menurutnya, bahwa dasar filosofi dari setiap pemilihan atas orang untuk menentukan pemenang adalah berdasarkan suara terbanyak. Menurutnya, memberlakukan sistem nomor urut berarti memasung hak suara rakyat untuk memilih sesuai pilihannya. Selain itu, sistem ini telah mengabaikan tingkat legitimasi politik calon terpilih.

“Argumen itu jelas tertuang dalam pertimbangan hukum majelis ketika itu. Tentu sangat aneh, jika argumen bagus dan rasional seperti itu dikalahkan. Apalagi, putusan MK itu kan sifatnya final dan mengikat. Kalau sudah final, sudah mengikat, sudah dipraktikkan, kok masih mau diubah? Kelihatannya ada yang memiliki agenda besar di dalam pengujian pasal sistem pemilu ini,” tegas Saleh.

Ia pun berharap agar para hakim konstitusi tetap konsisten dengan putusan yang sudah pernah dibuat oleh para hakim sebelumnya. Hal itu bertujuan juga untuk menjaga wibawa dan kepercayaan masyarakat kepada lembaga peradilan, terutama kepada Mahkamah Konstitusi yang lebih dikenal sebagai the guardiance of the constitution.

Diketahui, beberapa orang (pemohon) mengajukan judicial review atau uji materi Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu ke Mahkamah Konstitusi. Para pemohon yang berjumlah 6 orang tersebut mengajukan gugatan atas Pasal 168 ayat (2) UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017.

Bunyi Pasal 168 ayat (2):
(2) Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka

Para pemohon mengusulkan Pemilu 2024 dirubah dengan sistem proporsional tertutup, sebagaimana Pemilu yang telah berlangsung pada tahun 2004, sedangkan pada Pemilu 2009, MK mengabulkan permohonan uji materiil UU agar Pemilu dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka. MK pun mengabulkan/menetapkan, maka Pemilu 2009, selanjutnya 2014 dan 2019 dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka.

Saat ini di MK masih berproses. Akankah MK mengabulkan gugatan tersebut, yang mana bila dikabulkan, Pemilu kembali lagi seperti Pemilu 2004, atau menolak permohonan tersebut, yang berarti sistem proporsional terbuka pada Pemilu 2024 tetap diterapkan.

Para pemohon tersebut menilai, sistem proporsional terbuka bertentangan dengan UUD 1945, seperti salah satunya, telah menimbulkan masalah multidimensi, yaitu politik uang, diantaranya. (**/ASM)

Catatan Akhir Tahun Fadli Zon Hal Demokrasi, Menuju 2024
Proporsional Terbuka atau Tertutup, Lembaga MK Diuji Sebagai Lembaga Penguji
YLBHI: Penerbitan Perpu Cipta Kerja Kudeta Atas Konstitusi
Perpu Cipta Kerja Terbit Di Akhir Tahun
2023, Dicari Cendekiawan yang Jujur dan Mendobrak, Menyentuh Wacana Publik Tujuan Indonesia
Bagaimana Perkembangan UU MIGAS Terkini

Terkait

Terkini