“Madang Geden” Jilid 2, Nutrisi Baru Membangun Manusia Daerah

5 April 2024, 21:52 WIB

Nusantarapedia.net | OPINI, POLHUKAM — “Madang Geden” Jilid 2, Nutrisi Baru Membangun Manusia Daerah

Oleh : Bhre Ari Koeswanto ASM

“Pembangunan yang dimaksud bukan milik rakyat, tetapi milik kekuatan besar yang telah membuat jerat sistem keterbelengguan, jerat tata niaga supplay and demand, serta banyak jerat ketergantungan lainnya. Pembangunan tak lebih hanya menciptakan pasar baru bagi kepentingan pemodal besar, namun akses produksi masyarakatnya dilucuti, hingga sumber daya alamnya terkeruk habis.”

– Ya, semoga para calon-calon kepala daerah tidak melulu berfikir soal investasi yang tidak berkeadilan, tetapi bagaimana produktivitas masyarakat daerah benar-benar sesuai dengan yang diharapkan. Masyarakat daerah akan terkapitalkan dan terliberalkan atas dasar potensi lokal yang menjadi kekuatan daerah untuk menyokong kemandirian pemerintah pusat. Bukan endingnya Pilkada itu membesarkan yang sudah besar, mengkapitalkan kelompok yang sudah jelas bergenre liberal kapitalistik –

PILKADA (Pemilihan Kepala Daerah) Serentak 2024 digelar pada 27 November 2024, diikuti sebanyak 545 daerah, dengan rincian; terdiri dari 37 provinsi, 415 kabupaten, dan 93 kota se-Indonesia.

Jelas, ini “madang geden” jilid ke-2 di tahun yang sama (2024), sebelumnya “madang geden” jilid 1 pada gelaran pileg dan pilpres, juga pileg daerah yang telah usai, meski belum pelantikan, setidaknya sudah ditetapkan hasilnya. Kini, kita sambut gelaran Pilkada Serentak 2024.

Bagaimana tidak, ini “madang geden” jilid 2?, karena rakyat akan mendapatkan nutrisi baru berupa peta jalan, yang mana dengan seringnya aneka pemilihan, rakyat menjadi pintar, bagaimana seharusnya bernegara, lengkap dengan cita-citanya, yang mana tujuannya adalah tercapainya kehidupan yang ideal, seperti rakyat yang adil, makmur, dan sejahtera. Pendek kata, rakyat mendapatkan pencerahan politik, yang endingnya tujuan tersebut dapat tercapai. Demi siapa to? untuk siapa? tentu dari rakyat, oleh dan untuk rakyat. Betapa senangnya, rakyat diangkat derajat dan martabatnya dengan pemenuhan akan haknya, ditempatkan sebagaimana layaknya manusia sesuai hak kodratinya, kebangsaannya dan kenegaraannya. Rakyat adalah subyek manusia yang perlu diperjuangkan oleh negara — negara sebagai alat. Pokoknya jualan atas nama rakyat adalah main issue-nya. Kesemuanya itu akan dilakukan oleh pemerintah daerah atas pendelegasian dari pemerintah pusat maupun hasil dari murni kebijakan (kewenangan) pemerintah daerah.

Itulah arti “madang geden”, sebuah nutrisi untuk mencerdaskan pikiran, bukan metha-methu hujan “serangan fajar” lantaran mendapat amplop Rp50-100 ribu dengan total akumulasi hingga Rp300-500 ribu per-Kepala, juga aneka bebungah, seperti kaos, beraneka kain, jam tangan, dan aneka cinderamata lainnya, juga piknik gratis, atau beragam alat-alat rumah tangga. Tak lupa, beberapa liter BBM (Bahan Bakar Minyak) untuk “seni vokal” knalpot brong diterima. He he he … tapi ya, apakah ini yang dinamakan realitas “madang geden”, yang mana duit tersebut bisa ditukar dengan gas melon, beras, migor, susu, paket data, BBM, aneka cicilan, pajak-pajak, dsb. Semoga salah, ya! bahwa pahlawan kesiangan berwatak feodal itu tidak ada, atau justru kembali hadir dengan gebyar dan citra yang semakin naif, dan membudaya cilakanya.

Lupakan sementara ancang-ancang para politisi pusat yang masih akan terus zig-zag untuk mendapatkan posisi tawar, juga yang terang-terang menjilat di lingkaran kekuasaan, pun dengan yang masih konsis akan berada di jalur oposisi. Yang jelas, flexibility dalam politik praktis itu mutlak dilakukan. Dalam konteks Pilkada ini, pastinya nanti statement para elit pusat akan berseliweran dengan instruksinya kepada daerah, bahwa; “silahkan partai-partai untuk bebas berkoalisi guna mengusung calon gubernur, bupati/wali kota, dengan tanpa melihat posisi politik di pusat”. Umumnya begitu, tanpa melihat posisi politik di pusat yang berada di barisan koalisi maupun oposisi. Pokoknya, yang penting menang, perkara spektrum ideologi partainya berhaluan kiri menjadi kanan, kanan berbelok kiri, atau menjadi semi, juga memposisikan di tengah, itu tidak masalah. Yang terpenting, menang, punya kepala daerah sebanyak-banyaknya. Bukankah, begitu?

Terkait

Terkini