Manthous, Benyaminnya Jogja! Dari nge-Band hingga Nembang (2)

Nusantarapedia.net | JURNAL, SENI — Manthous, Benyaminnya Jogja! Dari nge-Band hingga Nembang
Awalnya, Manthous tidak dikenal sebagai seorang penyanyi, lebih sebagai seorang musisi, arranger, pencipta lagu dan penata musik dan recording. Bila menyanyi pun lebih ke backing vocal.
Karir Manthous semakin berkibar. Hubungan dengan para musisi dalam serangkaian projek bermusik dan kerjasama terus dilakukan. Manthous bergabung dengan A.Riyanto dalam menata musik pada banyak album untuk artis-artis ternama. Manthous sering mengisi voice bass pada proses recording. Selain dilibatkan oleh banyak musisi untuk mengisi instrument atau menata musik pada dapur rekaman, Manthous juga bersolo karir.
Sebelumnya, Manthous juga akrab dengan musisi jazz seperti Delly Rollies. Di situ Manthous menyumbang dua lagu berjudul Tirai Kelabu dan Selamatkan Dia/Margasatwa.


(foto atas): Sebelum memilih di jalur dangdut, Leo Waldy berada di jalur pop bersama Manthous, Pompi, dkk. (tengah): Album Ci Lu Ba Anita Hadi. (bawah): Album Yoes Yono oleh Manthous.
Lagu Surga dan Neraka yang diciptakannya, booming di pasaran. Di bawakan oleh Hetty Koes Endang, di arransemen oleh Pompy, Manthous dkk. menjadikannya diakui dalam genre pop. Lagu ini mendapatkan golden platinum, hingga mendapatkan undangan ke Amerika Serikat, dan sangat digemari di Malaysia. Lagu seangkatannya seperti lagu Ari Wibowo berjudul Madu dan Racun sedang trend dengan ciri-ciri segar dan jenaka (85-90an)
Menyusul lagu Jamilah yang dibawakan Jamal Mirdad, menjadikan Jamal populer setelah membawakan genre gaya jenaka. Sebelumnya, Jamal Mirdad berada di jalur pop melankolis. Lagu ini mendapatkan penghargaan dari insan musik Malaysia.
Endang Wijayanthi menyusulnya dengan lagu Rayuan Lelaki, Dokter Cinta. Jodoh dan Rezeki oleh Ade Putra, Banyak Menuju Jalan ke Roma/Endang S. Taurina juga masih senafas dalam gaya jenaka.
Untuk pop melankolis, Manthous menciptakan lagu Jinak-Jinak Merpati, Astaga Aku Jatuh Cinta/Ade Putra, Jodoh dan Rejeki. Untuk Apa oleh Lia Citra. Hati Seorang Wanita 2 oleh Hetty Koes Endang. Kemudian album Hanya Sandiwara oleh Loela Drakel. Yoes Yono dengan dua albumnya, pada album Transmigrasi dan Sama-sama. Luzy Leona dengan album Apa Bedanya Dong.
Pop keroncong Anugrah, Biarkan Ku Sendiri (Hetty Koes Endang)., Mengapa Semua Ini Terjadi Jayanthi Mandasari. Pada album Hati Yang Luka Betharia Sonata, Manthous menulis lagu berjudul Nikmatilah Hidup Ini.
Leo Waldy, sebelum terjun ke dangdut, bersama Manthous telah melaunching tiga album pop. Pada album Nirwana, Apa Bedanya Dong dan Senandung Cinta Putih. Setidaknya Manthous menciptakan 6 lagu dalam album tersebut. Salah satu lagu berjudul Kisah Pengamen Muda bergaya balada country, mengisahkan tentang perjalanan Manthous hijrah ke Jakarta yang tidak direstui orang tuanya. Selain lagu berjudul Margasatwa, Goresan Luka, Doa Seorang Sahabat, Untuk Apa Kusesali. Juga lagu dalam album Rafika Duri, Album Andi Mariam Matalatta di side B yang dinyanyikan oleh Suzy.
Untuk genre lagu anak-anak, Manthous menciptakan lagu Ci Lu Ba dalam album milik Anita Hadi. Lagu-lagu dalam album tersebut sangat melukiskan keadaan Jakarta pada tahun 80-an. Lagu dengan judul Abang Helicak, Lonceng Sekolah, Pantai Jaya Ancol juga Metromini.
Untuk lagu bergenre pop jawa, juga booming di pasaran sekitar tahun 90-an. Bersama Titik Puspa menyanyikan lagu Romo Ono Maling, Ronce-Ronce dsb. Titik Sandora dengan lagu Kripik Apa Mendoan bergenre etnik Banyumasan, juga lagu di album pop Titik-Muchsin.
Kamal Z turut membawakan lagu Manthous dengan arransemen pop Jawa pada album seangkatan dengan lagu Lamis, Bengawan Sore, Othouk Owouk, Panyuwunku, Amit-Amit, Siti Sundari, dsb.


Puncak keemasan lagu ciptaan Manthous pada genre pop jawa saat dibawakan oleh Nur Afni Octavia dan Evie Tamala. Lagu dalam album tersebut sukses dipasaran dengan judul Gethuk. Nur, menyanyikan lagu ciptaannya seperti; Tahu Opo Tempe, Nginang Karo Ngilo, Cukup Loro Wae, Klemben-Klemben Roti-Roti, Ayo Ngguyu, dsb.
Lagu Kangen, bernotasi pelog (lima nada), sukses dibawakan Evi dengan iringan pop jawa yang segar. Lagu Kangen ditemani dengan lagu seperti; Jogja Priangan, Konco Tani, Transmigrasi, Gaplek Opo Tiwul, Konglomerat, Ojo Gawe-Gawe, Jangkrik, Wolak Walik Podo, dsb.
Selain itu masih banyak lagi lagu sisipan/non album maupun album kompilasi dari berbagai genre musik dan penyanyi, seperti penyanyi Anastasia Astuti dengan lagu Gudeg Yogya, Gembira Loka. Lilis Diana dengan lagu Thiwul Gunung Kidul, Siip, Sing Paling Penak. Kembang Kecipir dibawakan Iis Sugiyanto, Indah Andarini dengan pop keroncong dan pop Jawa, dan masih banyak lagi.
Manthous juga menciptakan lagu etnik bercengkok Melayu; Aku Takut, Maafkan, dalam album pop melayu garapan A. Riyanto yang dibawakan Hetty Koes Endang. Juga lagu Jeruk Garut berasa Sunda yang dibawakan Tuti Tri Sedya pada album Cinta karya Nano S.
Manthous sering menerima job untuk membuat musik untuk ilustrasi film, bahkan karyanya pernah mendapatkan predikat sebagai iringan ilustrasi film terbaik yang ditayangkan oleh TVRI. Seperti pada film Priangan dan Chip. Juga pernah bekerjasama dengan penyanyi Maribeth dari Filipina dan penyanyi asal Malaysia.
Seperti kebanyakan musisi tanah air lainnya, seperti Didi Kempot, Manthous digemari di Malaysia, Belanda dan Suriname. Sering diundang dalam acara-acara resmi maupun festival musik. Bersama Hetty Koes Endang dan Rinto Harahap, Manthous mempopulerkan musik keroncong di festival musik dunia Pan Pacifik Music Festival, Tokyo.
Menurut keterangan dari (alm.) Yunianto adik Manthous, selama berkarier, Manthous sedikitnya telah menciptakan 300 lagu, yang mana rerata dibawakan oleh penyanyi terkenal dan hits, hingga menjadi best seller.


Menyanyi dan Campursari
Sampai tahun 1993, aktifitas Manthous berkesenian di Jakarta masih berjalan seperti biasanya. Hingga suatu waktu, Manthous yang akrab dengan para produser musik nasional ditawari sesuatu hal baru.
Manthous yang biasanya bekerja di balik studio, kali ini ditawari untuk menyanyi. Awalnya, Manthous tidak ada gairah untuk menjadi penyanyi, karena profesi sebagai musisi sudah cukup sibuk, maka tidak terfikirkan sama sekali, meskipun dibeberapa album sisipan juga pernah duet atau mengisi backing vocal.
Atas permintaan dari rekan-rekan produser, akhirnya Manthous menyetujuinya. Alasan dari para produser agar meminta dirinya bernyanyi, cukup sederhana tapi beralasan kuat, yaitu warna suara Manthous yang komersil. Dengan warna yang ngombak banyu atau serak-serak basah, hampir sama karakter vokalnya dengan Benyamin Sueb.
Pada saat yang bersamaan, Manthous menemukan ide membuat komposisi musik campur sari karena berbagai alasan. Saat itu, gairah musik pada lagu-lagu daerah yang bersumber dari langgam jawa, karawitan dan aneka tembang jawa lainnya mengalami kelesuan.
Musik karawitan atau gamelan semakin menurun peminat dan penggemarnya. Alasan yang lain, Manthous sudah punya banyak stok lagu jawa yang sebelumnya dibawakan dalam format pop jawa. Selain juga alasan sudah menjadi ciri dari seorang Manthous yang berasa seniman, untuk terus berkarya dengan ide-ide baru yang inovatif.
Langkah yang pertama, Manthous mengambil beberapa instrument gamelan untuk dicampur dalam komposisi musiknya maupun dalam kegunaan set orkes panggung. Diambillah instrument kendang, saron, siter, gender dan gong. Untuk instrument diatonis menggunakan alat musik bass, ukulele, keyboard, dan instrument lainnya dari voice sampling maupun voice keyboard untuk mendapatkan suara-suara seperti gambang, angklung, gitar, piano, flute, biola, string dsb.
Pada pokoknya, Manthous mencampur komposisi dasar musik keroncong, gamelan dan band. Baik struktur, pola, cengkok, hingga komposisi wujud alat musiknya. Baik dalam garapan untuk recording maupun live show.
Tidak butuh lama untuk itu, pengalaman bersama Budiman BJ, keluarga Benyamin S., A. Riyanto, Pompi, Rinto Harahap, serta rekan-rekannya berkarya pada projek gambang kromong, keroncong, band, dan pengalaman recording langsung diaplikasikan dalam bentuk campursari.
Lagu Stb.Jampang, Lgm.Jauh Sudah, Jali-Jali, Persi Rusak, Pop Diatonis Jamilah, Ini Rindu, Pasar Pahing, dsb. langsung dibawakan dengan iringan campur sari. Agar semakin kaya, maka diambilah lagu langgam karya komponis besar untuk dinyanyikan dalam garap campur sari.
Lagu langgam jawa maupun keroncong karya Anjar Any, S. Dharmanto, Gesang contohnya, dinyanyikannya dengan irama campur sari yang segar. Lagu Nyidam Sari, Yen Ing Tawang, Caping Gunung, serasa terlahir kembali. Antusias masyarakat begitu besar, sampai menjadi fenomena musik. Fenomena boomingnya campursari ada yang pro dan kontra. Namun secara umum Manthous datang pada waktu yang tepat, disaat masyarakat rindu mendengarkan nada-nada jawa.
Tidak berhenti sampai di situ, repertoar gendhing-gendhing jawa turut digarap dengan campur sari. Struktur gending berupa lancaran, ladrang, gendhing, palaran, jineman contohnya. Hasilnya, lahir penyajian musik campursari yang membawakan gending-gending karawitan, yakni; Ladrang Pangkur, Asmaranda, Ayun-Ayun, Ketawang Mijil, Subo Kastowo juga lancaran Kupu Kuwi, Gugur Gunung, dan sebagainya.
Dalam penyajian vokalnya, dimasukkannya tembang jawa dari aneka metrum macapat yang dilagukan dengan bowo dan gerong (vokal solo untuk pembuka dan koor).
Jadilah campuran genre musik yang disajikan dalam bentuk campuran instrumentnya. Campur instrumennya dan campur genre musiknya. Itulah campursari. Ada warna gambang kromong, keroncong, pop, rock, reggae, dangdut, karawitan dan aneka bentuk tembang jawa.
Nampaknya, pengalaman karir Manthous selama bermusik di Jakarta hingga pulang ke Gunung Kidul membentuk grup campursari CSGK, dan menggarap banyak album di Dasa Studio Semarang, telah menjadikan Manthous sebagai maestro campursari.
Lagu-lagu Manthous dalam versi campursari kebanyakan diambil dari lagu-lagu lama. Namun, juga banyak lagu yang diciptakan saat campursari telah dimulai, diantaranya; Rondo Kempling, Lare Gunung, Sopo Wonge, Sido Opo Ora, Ojo Sembrono, Ojo Digondeli, Getun, dsb.
Kerjasama dengan musisi lain juga dilakukan, lagu milik Budi Jolong/Eling-Eling Emut, Jujuk Eksa, A. Riyanto, Is Haryanto, Farid Harja juga dirilis ulang kembali. Untuk garap karawitannya, Manthous disupport oleh adiknya S. Harjono, yang mana juga seorang seniman adik letting Anjar Any.
Manthous mengangkat seniman-seniman daerah untuk berpartisipasi dalam grup CSGK yang digawanginya. Banyak sinden, penyanyi, pemain musik, niyogo (pemain gamelan) direkrutnya. Dan, hadirnya campursari mampu menggeliatkan ekonomi seniman daerah.
Apabila diperhatikan saat ini, bahwa komposisi musik dalam campur sari versi Manthous sangatlah sederhana dan mudah untuk ditiru. Namun orang sering lupa bahwa, kelahiran sebuah karya tersebut berawal dari ide kreatifitas didalamnya dari perjalanan panjang. Atas ide tersebut, tidak bisa dinilai hanya dengan materi, bahkan dikatakan mahal. Kemahalan tersebut terletak pada ide rumusannya. Jadi perlunya menghargai sebuah karya apapun dari melihat prosesnya yang berliku.
Manthous telah berhasil merevitalisasi kesenian daerah. Para anak-anak muda atau penyanyi orkes yang awalnya tidak mengenal tembang dan gending karawaitan, lewat campursari bisa mengerti dan turut melestarian, sekalipun dalam wadah yang berbeda, dari karawitan ke campursari.
Berangkat dari campursari tersebut, kini Manthous dikenal sebagai penyanyi dan tokoh campursari. Tetapi, sesungguhnya bagian yang bernama campursari tersebut merupakan gong dari rangkaian perjalanan berkesenian sang maestro.
Manthous, dari sekian banyak karyanya, rata-rata lagu yang diciptakan murni lahir dari rangkaian nada yang orisinil. Sangat sedikit lagu yang diambil dari potongan-potongan nada lagu yang sudah ada. Kekuatan nadanya sangat kuat dalam merepresentasikan suasana lagu. Bila sedih sangatlah menyayat hati, bila gembira riangnya bukan main.
Bagi penulis, ada dua lagu yang sangat indah, sense musikalitasnya membuat interpretasi pikiran dan hati sangatlah imajinatif, yakni Lamis dan Yogya Priangan. Sayang, sampai saat ini belum ada aransemen yang pas buat kedua lagu tersebut oleh beberapa cover. Akan sangat dahsyat dalam memaksimalkan nada dalam lagu Lamis dengan aransemen blues minor etnik dan pop etnik dalam lagu Jogja Priangan.
Takdir berkata lain, Manthous meninggal di puncak karir, Didi Kempot pun juga sama. Memang, pekerjaan seniman tidak semudah yang dikatakan orang, bekerja sambil hiburan. Jangan salah, justru profesi seniman yang pikirannya dipaksa untuk terus berkreasi mengharmonisasi dengan rasa hati dan keadaan sosial, telah membuat potensi kematian lebih awal.
Makmur, sehat dan bahagia selalu seniman Nusantara.
Manthous, tenang di sisi-Nya.


Selesai
(diolah dari beberapa sumber)
Manthous, Benyaminnya Jogja! dari nge-Band hingga Nembang (1)
Macapat dalam Medium Garap Penyajian Karawitan