Masjid Cipto Mulyo Pengging Boyolali

- Masjid yang sekarang ini bernama Cipto Mulyo (Cipta Mulya) yang dibangun atau selesai dipugar oleh Pakubuwana X pada tanggal 14 Jumadilakhir tahun 1838 Jawa atau 1908 Masehi -

2 Januari 2023, 23:02 WIB

Nusantarapedia.net, Jurnal | Tourism — Masjid Cipto Mulyo Pengging Boyolali

“Makam Pujonggo R. Ng. Yosodipuro (Tus Pajang ke I) Pengging”, dan di atasnya dengan tulisan berbunyi “Tuturing Pandito trus nyawiji”.

NAMA Pengging bukanlah nama administrasi sebuah desa atau kecamatan. Pengging saat ini hanyalah nama padukuhan atau dusun yang secara administratif termasuk ke dalam Desa Jembungan, Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali. Pengging adalah nama entitas budaya Pengging yang khusus dalam kebudayaan Mataraman.

Padahal, Pengging dahulu kala adalah (disebut) Kerajaan Pengging, terutama pada periode akhir Majapahit awal Demak, saat Pengging dipimpin oleh Prabu Andayaningrat atau Ki Ageng Pengging Sepuh dan dilanjutkan oleh putranya Prabu Kebo Kenongo atau Ki Ageng Pengging II. Diduga Pengging sebelumnya adalah kerajaan yang telah ada sejak periode kerajaan Medang i Mataram abad ke-9 yang dituturkan dalam legenda. Raja yang berkuasa adalah Prabu Anglingdriya, sejaman dengan pemerintahan Keraton Ratu Boko.

Seharusnya, setelah berakhirnya kekuasaan Kebo Kenongo, semestinya takhta Pengging dilanjutkan oleh Mas Karebet Joko Tingkir, namun Joko Tingkir atau Prabu Adiwijaya lebih memilih Pajang untuk didirikan keraton baru, daripada melanjutkan di Pengging.

Selanjutnya, Pengging menjadi wilayah yang tidak mempunyai otoritas politik dan teritori, yaitu setelah berdirinya kerajaan Pajang, Mataram Islam hingga Hindia Belanda. Pengging sebagai tempat persinggahan para raja dan punggawa kerajaan sebagai makna spirit kenasaban “Trah Pengging”.

Pengging muncul kembali ketika Raden Tumenggung Padmanegara sebagai keturunan dari Joko Tingkir atau Prabu Adiwijaya menjabat sebagai abdi dalem bupati jaksa di Pengging pada era Mataram Kartasura akhir saat kekuasaan Pakubuwana I (1704-1719).

Kemudian, Pengging mulai hidup sebagai living monument/bangunan hidup simbolik-spirit kebudayaan Pengging, bukan sebagai institusi. Hal itu dimulai ketika R.T. Padmanegara berdomisili di Pengging dan dikebumikan di Pengging pula. R.T. Padmanegara lahir pada tahun 1729.

Setelah era R.T. Padmanegara, nama Pengging muncul lewat pujangga besar pertama keraton Kasunanan Surakarta, dijabat oleh R. Ng. Yosodipuro (I), yang mana putra dari R.T. Padmanegara. Ketika R. Ng. Yosodipuro mangkat tahun 1802, sebelumnya mengabdi pada Sinuhun Pakubuwana II, III, dan IV, juga dikebumikan di Pengging dalam kompleks makam yang kemudian dinamakan Astana Luhur Pengging sebagai maksud kembali pada asal usul, yaitu jalur trah/nasab Pengging.

Setelah era Yosodipuro berakhir, jejak Pengging kembali hidup ketika raja Keraton Kasunanan Surakarta Sinuhun Pakubuwana X menjadikan Pengging sebagai pesanggrahan Ngeksipurna. Pesanggrahan Ngeksipurna dibangun pada periode tahun 1893-1905, yang mana Pakubuwana X bertakhta pada tahun 1893-1939.

Pakubuwana X dalam menata Pengging sebagai tempat peristirahatan atau pesanggrahan raja, dibangun dengan landscape khas Mataram Islam, yaitu “Catur Gatra Tunggal“, yang mana sang raja menyatukan unsur-unsur penting tata laksana hidup dalam satu kawasan tata ruang, yaitu istana, alun-alun, masjid dan pasar.

Secara keseluruhan jejak Pakubuwana X di Pengging, yaitu :
Kawasan I :
• Makam Yosodipuro (Astana Luhur)
Masjid Cipto Mulyo
• Alun-alun Pengging
Umbul Sungsang

Kawasan II :
• Kompleks Umbul Pengging atau pesanggrahan Ngeksipurna
)* Antara kawasan I dan II sebenarnya adalah satu kesatuan yang utuh.

Lokasi tersebut di atas sudah kita bahas pada tulisan sebelumnya, kali ini penulis akan sajikan gambaran singkat mengenai Masjid Cipto Mulyo dan Makam Astana Luhur (Yosodipuro).

Untuk memahami kebudayaan Pengging secara mendalam, baca artikel berjudul Pengging, Kerajaan Berselubung Misteri, Begini Penjelasannya (1) dan (2); Makam Ki Ageng Pengging Sepuh, Sri Makurung Prabu Andayaningrat; Makam Kebo Kenongo, Ki Ageng Pengging II; Umbul Pengging, Aquifer Pilihan Raja; serta Mata Air dan Pohon Resan di Umbul Leses Boyolali.

Terkait

Terkini