Mataram Pleret, Penaja Perang Suksesi Monarki Jawa

2 Februari 2022, 20:11 WIB

Nusantarapedia.netMataram Pleret, Penaja Perang Suksesi Monarki Jawa

Dalam keheningan malam, kadang kuberfikir, istana semegah, sebesar dan seluas itu nyaris hilang tak berbekas.

Apakah VOC atau Hindia Belanda sejahat itu dalam membumihanguskan Pleret untuk alih fungsi lahan dan sebagai bahan baku pembangunan infrastruktur, karena material keraton Pleret terbuat dari batu bata merah.

Kutertegun juga, apakah bumi hangus tersebut dilakukan oleh sesama saudara sendiri atas keegoan para Pangeran Jawa. Ataukah nyaris hilang tak berbekas, atas diskursus hegemoni kuasa dengan dasar kefahaman.

Kini, aku yang limbung dalam kebingungan jati diri, aku merasa menjadi orang Mataraman, namun mengapa Mataram sendiri berada bagai di awang-awang, tidak jelas, fiksi dan imajinatif. Bahkan, tidak ditemukan satu pun nama Desa Mataram, Kecamatan Mataram, Kabupaten Mataram.

“Dalam angan yang terus berangan, romantika Mataram di awang-awang.”

Sultan Agung Hanyokrokusumo sebagai raja ke-3 Mataram yang berkuasa pada tahun 1613-1645. Mataram ber-ibukota di Kuta Gede dan Kerta. Setelah mangkat digantikan oleh putranya Raden Mas Sayyidin yang lahir tahun1618/1619. Naik takhta dan berkuasa sebagai Susuhunan Mataram ke-4 di Pleret tahun 1646-1677, berkuasa selama 31 tahun.

Selanjutnya bergelar, Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kangjeng Susuhunan Prabu Amangkurat Senapati ing Ngalaga Abdurrahman Sayyidin Panatagama Khalifatullah Ingkang Jumeneng Kaping I.

Memindahkan istana Kesultanan Mataram di Kerta yang dibangun ayahandanya dengan material kayu jati ke daerah yang sekarang bernama Pleret di kabupaten Bantul DIY.

Istana Plered merupakan istana terindah dan termegah yang pernah dimiliki Mataram, dibandingkan istana Mataram di Kuta Gede, Kerta maupun Kartosuro. Material istana terbuat dari batu bata, batu putih dan kayu. Dikelilingi oleh danau buatan dengan berlatar belakang perbukitan seribu.

Episentrum Mataraman dalam Sumbu Imajiner

Istana ini seperti ingin menduplikasi kemegahan dan keindahan candi Borobudur yang dibangun diatas gundukan tanah dengan dikitari sebuah danau. Dalam simbolisme Hindu-Buddha, candi Borobudur digambarkan seperti teratai yang mengambang diatas air. Seperti itulah istana Mataram di Pleret.

Era pemerintahannya banyak terjadi kegaduhan akibat kekurangcakapannya dibanding dengan ayahandanya. Peninggalan wilayah Mataram yang luas dan sumber daya yang dimiliki tidak menambah kemajuan Mataram, meski proyeksi masa depan Mataram yang ekspansif dan sentralistik tetap khas dijalankan ala kultur pendahulunya.

Sayang, gaduh internal terus terjadi akibat banyak ketidakadilan dan ketidakbijaksanaan sang Raja, serta banyak kepentingan internal dan eksternal akan kebesaran Mataram.

Polish 20220202 075530159 1
Sumur Gumuling, berada di lokasi museum. Kedathon inti diduga berada di sekitar museum.

Struktur organisasi tata kerja pemerintahan dan pengisian jabatan dilakukan tidak profesional dan pilih kasih, akhirnya banyak kekecewaan, hingga menimbulkan perpecahan yang serius pada tata kelolanya. Stabilitas pemerintahan yang tidak terkendali massif terjadi.

Akhirnya, mendorong dan melahirkan terjadinya pemberontakan, seperti yang dilakukan oleh Trunojoyo dari Madura yang dibantu oleh Kesultanan Gowa, dipimpin oleh Karaeng Galesong putra Sultan Hasanuddin.

Pemberontakan dengan persekongkolan tersebut diawali oleh putra mahkota (Raden Mas Rahmat), dengan kelompok kerabat dekat dan pejabat istana dibantu oleh Kedatuan Panembahan Romo di Klaten juga turut serta dalam pelemahan Mataram.

Meski pada akhirnya, Raden Mas Rahmat yang awalnya bersekutu dengan Trunojoyo berbalik arah berpihak pada ayahandanya.

Skandal asmara Roro Oyi juga turut serta menjadikan catatan biru kelangsungan Mataram. Ayah mertuanya Pangeran Pekik dibunuh beserta keluarganya karena Roro Oyi sebagai calon selir Raja dicuri untuk dijodohkan dengan Raden Mas Rahmat, yang mana Raden Mas Rahmat sendiri juga sudah jatuh hati.

Jadi, calon istri selir Amangkurat terlibat asmara dengan putranya sendiri. Dan akhirnya, Roro Oyi yang cantik pun dibunuh.

Wiraguna juga dibunuh beserta anggota keluarganya dan pendukungnya dengan siasat dikirim ke Blambangan yang jauh untuk menundukkan daerah tapal kuda, padahal bagian cara untuk membunuh kelompok Wiraguna yang dianggap tidak loyal.

Pembunuhan tersebut sebagai triger lahirnya pemberontakan terhadap istana oleh Pangeran Alit, namun akhirnya Raja dapat menguasai kembali dengan membunuh Pangeran Alit.

Dampak lanjutannya, Pangeran Alit yang didukung para ulama dan banyak kelompok, membuat kekhawatiran sang Raja. Akhirnya, peristiwa berdarah terjadi, sekitar 5.000 hingga 6.000 orang dibunuh, terdiri dari pria, wanita, dan anak-anak juga kalangan ulama (Rijcklof van Goens).

Para mantan pejabat senior yang juga rekan-rekan ayahandanya juga ikut dibunuh. Kecurigaan dan kekhawatiran sang Raja sangatlah berlebihan dan akhirnya berakibat fatal pada kelangsungan Mataram.

Salah satu tonggak besarnya adalah, era Amangkurat I merupakan portal utama masuknya VOC ke Jawa, yang sebelumnya Sultan Agung menghalau VOC mati-matian agar tidak masuk ke Jawa. Dan, Amangkurat menggadaikan aset dipesisir utara Jawa kepada VOC untuk dikelola dengan membuka pos perdagangan.

Akhir hayat sang Raja Agung akhirnya meninggal tragis. Saat pelariannya ke arah barat bersama Raden Mas Rahmat karena gempuran serangan Trunojoyo.

Polish 20220202 074756419 2
(Searah jarum jam) Eskavasi situs kedathon lor, Kantor Kapanewon Pleret-Bantul, Eskavasi situs kedathon kidul, Museum Pleret bagian dari kedathon lor

Ditengah pelariannya, dendam kesumat anak dan bapak masih berlangsung. Diduga, Raden Mas Rahmat meracuni ayahandanya hingga tewas.

Sang Rajapun akhirnya mengeluarkan kutukan bahwa kelak tidak akan ada Raja lagi dari keturunannya, namun hanya sekali dan setelah itupun akan banyak kegaduhan para Pangeran untuk berebut takhta kekuasaan atas Jawa.

Susuhunan Amangkurat meninggal di tengah pelariannya di desa Wanayasa (Banyumas utara). Dimakamkan di Desa Pesarean, Kecamatan Adiwerna, Kabupaten Tegal. Tanah pekuburan tempat Amangkurat dimakamkan berbau harum, kemudian Amangkurat I dijuluki Sunan Tegalarum atau Tegalwangi, sekaligus sebagai nama anumerta.

Kini, kutukan itu adalah keniscayaan bagi yang mempercayainya, ataukah memang para Pangeran Jawa yang suka kekuasaan atas by desain VOC dengan siasat gemar mengadu domba dengan memberikan kekuasaan.

Namun faktanya, kehebatan infrastruktur istana Mataram Pleret harus runtuh, karena Mas Rahmad memindahkannya ke Kartosuro dengan dibantu VOC.

Di Kartosuro-pun perang suksesi takhta raja sampai berjilid-jilid. Perang Suksesi Jawa I, II, III dan IV terus berlangsung. Endingnya lahirlah Mataram Anyar Yogyakarta yang didahului oleh Surakarta, Surakarta didahului Mataram Kartosuro. Puncaknya, lahirlah Mangkunegaran, dan Inggris membantu kelahiran Pakualaman.

Kini, saya menunggu bagaimana ending suksesi Mangkunegaran, apakah diteruskan oleh Mas Bhre atau Mas Paundrakarna. Begitu juga dengan Sabda Raja Hamengkubuwono X, akankah seorang raja tidak berlaku lagi sebagai pemimpin spiritual Khalifatullah Panatagama Ing Tanah Jawa.

Catur Gatra Tunggal dalam Konsep Tata Ruang Keraton Pleret

Luas Keraton Pleret pada inti kedathon seluas 2.256 meter, dikelilingi oleh tembok setinggi 6 meter dan tebal 1,5 meter. Luasan tersebut hanya pada bagian bangunan inti, belum dihitung keseluruhan dari tata ruang kota Pleret.

Apabila dihitung secara keseluruhan, termasuk desa-desa penyangga pada landscape keraton Mataram Pleret, maka seluas rata-rata kecamatan di Jawa Tengah dan DIY.

Polish 20220202 073831768 1
Eskavasi situs Masjid Pleret (Kauman)

Situs Pleret saat ini tersebar di wilayah Kapanewon Pleret-Kabupaten Bantul-Provinsi DIY. Kapanewon adalah pembagian wilayah administrasi di DIY setingkat kecamatan.

Kapanewon Pleret-Bantul terdiri dari lima desa atau padukuhan, yaitu; Desa Wonokromo, Pleret, Segoroyoso, Bawuran dan Desa Wonolelo.Wilayah inti kota Mataram Pleret saat ini berada di Desa Pleret, sedangkan wilayah kutaprajanya dikeseluruhan Kapanewon Pleret.

Landscape istana Pleret sebagai fungsi pusat pemerintahan juga sebagai ruang publik untuk memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakatnya. Keraton sebagai pusat penyelenggaraan pemerintahan terletak di tengah. Masjid besar Kauman atau masjid Pleret terletak didepan kedathon pada posisi arah barat laut, sebagai fungsi spiritual.

Didepan masjid, tepatnya arah utara dan timur laut dari kedathon dibangun pasar, sebagai fungsi ekonomi. Sedangkan ruang publik atau alun-alun tepat berada didepan istana.

Dengan demikian landscape keraton Pleret kala itu hampir mirip dengan landscape keraton Surakarta dan Yogyakarta saat ini.

Itulah yang dimaksud dengan Catur Gatra Tunggal sebagai manifestasi simbolik dalam konsep tata ruang maupun planologi kota warisan budaya Mataram Islam. Empat bagian dalam satu kesatuan pandang.

Situs keraton Pleret saat ini hanya menyisakan sedikit bukti fisik pada infrastrukturnya. Rata-rata sudah tertimbun tanah.

Kedathon lor, atau inti istana dibagian utara terdapat dua situs, salah satunya yang sekarang menjadi museum Pleret, dengan bukti arkeologisnya berupa Sumur Gumiling, juga situs kedathon lor lainnya yang terletak di arah tenggara dari museum.

Kedathon kidul juga terletak di arah tenggara dari museum tetapi jauh dari museum, berjarak sekitar 1 km. Sedangkan situs masjid Kauman terletak di barat laut dari museum. Diduga, kediaman Raja sebagai pusat keraton terletak di sekitar museum.

Selain situs-situs diatas, banyak ditemukan situs berupa infrastruktur saluran air, pagar-pagar atau benteng istana maupun pagar batas kawasan.

(disarikan dari beberapa sumber)

Tsunami Alat Legitimasi, Ungkap Peristiwa berbasis Geo-Mitologi
Budaya Katuranggan para Pria Jawa

Terkait

Terkini