Mayoritas Fraksi Setuju Sistem Proporsional Terbuka-1 Fraksi Sebaliknya, Inilah Argumentasinya!

(3) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik.

27 Januari 2023, 10:01 WIB

Nusantarapedia.net, Jakarta — Sidang di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (26/01/2023), terkait gugatan UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu dalam perkara nomor 114/PUU-XX/2022. Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menghadiri sidang uji materi (judicial review) tersebut.

Pada awalnya, beberapa orang (pemohon) mengajukan judicial review atau uji materi Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK). Para pemohon yang berjumlah 6 orang tersebut mengajukan gugatan atas Pasal 168 ayat (2) UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017.

Bunyi Pasal 168 ayat (2):
(2) Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka

Gugatan tersebut pada intinya, menggugat penerapan Sistem Proporsional Terbuka dalam pemilihan legislatif di Pemilu 2024 menjadi sistem proporsional tertutup.

Para anggota dewan mewakili fraksi masing-masing di DPR, baik Fraksi yang pro dan kontra dengan sistem proporsional terbuka maupun sistem proporsional tertutup, masing-masing dengan argumentasinya.

Sebanyak 8 Fraksi setuju Pemilu tetap digelar dengan sistem proporsional terbuka, yaitu Partai Golkar, Partai Gerindra, NasDem, PKB, PKS, PAN, PPP dan Partai Demokrat.

Supriansa anggota dewan dari Fraksi Partai Golkar, mewakili delapan fraksi yang sepakat menggunakan Sistem Proporsional Terbuka, usai sidang di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (26/01/2023), kepada parlementaria dpr mengatakan, bahwa sistem tersebut perlu dipertahankan untuk tetap digunakan dalam Pemilu 2024. Hal itu, lantaran sistem ini dinilai sangat demokratis dengan melibatkan masyarakat secara luas untuk memilih wakil-wakilnya di parlemen.

“Delapan fraksi, (yaitu) Partai Golkar, Partai Gerindra, NasDem, PKB, PKS, PAN, PPP dan Partai Demokrat. Semuanya telah bersepakat secara utuh bahwa memandang Sistem Proporsional Terbuka adalah sebuah sistem pemilu yang sangat demokratis, karena sangat melibatkan secara luas kepada masyarakat Indonesia untuk memilih wakil-wakilnya yang akan duduk di DPR, DPRD kabupaten/kota dan provinsi,” ujar Supriansa.

Supriansa berharap MK akan memberikan keputusan secara adil terkait Sistem Proporsional Terbuka dan Tertutup ini demi kemajuan Pemilu di Indonesia.

“Tentu kami bersepakat untuk mempertahankannya (Sistem Proporsional Terbuka: red), mempertahankan di lewat persidangan, dan kami sangat berharap bahwa keputusan yang diambil nanti oleh MK adalah keputusan yang seadil-adilnya, terbaik untuk masyarakat Indonesia, demi kemajuan Pemilu kita yang akan datang,” harapnya.

Sementara itu, satu Fraksi yang mendukung gugatan tersebut adalah Fraksi PDI Perjuangan yang diwakili oleh Arteria Dahlan. Dirinya meminta agar majelis hakim MK mengabulkan upaya uji materil UU Pemilu tersebut. Dijelaskannya, Fraksi PDI-P memakai Pasal 22E ayat 3 UUD 1945 yang menyatakan bahwa peserta pemilu adalah partai politik untuk memilih Anggota DPR dan Anggota DPRD. Sehingga, dalil tersebut digunakan sebagai dukungan atas Sistem Proporsional Tertutup.

Bunyi Pasal 22E ayat 3 UUD 1945 :
(3) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik.

Lebih lanjut Arteria mewakili PDIP berpandangan akan menegaskan posisi partai politik bukan hanya terlibat dalam menyeleksi calon legislatif (caleg), melainkan menjadi pihak yang secara langsung berkompetisi.

“Sangat relevan apabila partai politik lah yang diberi kewenangan menentukan siapa saja caleg menurut versi dan pertimbangannya sendiri yang akan dihadirkan untuk dipilih menjadi calon anggota DPR dan DPRD sebelum dipilih oleh rakyat,” ujar Arteria.

Terkait

Terkini