Melihat Jejak Masa Lalu Melaka
- jika membayangkan bakal menemukan kota pelabuhan dengan berbagai kapal yang lalu-lalang di Melaka, Anda salah besar. Semua aktivitas pelabuhan sudah tidak ada di kota ini -
Untuk mengunjungi berbagai tempat bersejarah yang tersebar di setiap penjuru Kota Melaka, wisatawan bisa menggunakan jasa taksi, bus, sepeda, trishaw (sejenis becak) atau dengan berjalan kaki. Jika ingin perjalanan yang nyaman tanpa ada tantangan tentu wisatawan dapat menggunakan taksi, tetapi kalau ingin angin Melaka menerpa wajah sepanjang perjalanan tanpa merasa lelah tentu trishaw pilihan yang tepat. Kalau kebetulan wisatawan berpesiar pada pagi hari, berputar kota dengan sepeda atau jalan kaki rasanya lebih mengasyikkan. Cuci mata sambil berolah tubuh, asyik bukan?
Acara pelesir di dalam Kota Melaka sebaiknya dimulai di daerah pecinan (Chinatown) yang terasa nyaman. Ketika menyusuri bangunan dengan arsitektur Tiongkok tempo doeloe, mulai dari restoran, toko hingga kelenteng, rasanya membuat kita melayang ke masa silam. Terutama karena semua bangunan itu kebanyakan masih ditinggali ahliwaris pemiliknya. Jadi, kita tidak hanya bisa mengagumi keindahan bangunannya, tetapi sekalian juga melihat budayanya.
Salah satu objek wisata yang menjadi favorit para pelancong, yaitu Kelenteng Cheng Hoon Teng yang didirikan pada 1646. Kelenteng tertua di Malaysia ini seluruh material bangunan dan isinya didatangkan langsung dari daratan Tiongkok, termasuk para pekerja yang terlibat juga diimpor dari negeri asalnya. Dekorasi atap kelenteng ini berupa gambar para tokoh mitologi yang dibuat dari pecahan kaca dan porselen berwarna-warni. Keindahan yang amat memukau itu semakin bertambah sebab pahatan kayu dan pajangan logam yang ada di seluruh kelenteng.
Ketika berada di pecinan Melaka, penulis sempat kaget sebab melihat ada masjid tua yang dibangun pada abad ke-17 di antara deretan bangunan Cina serta sebuah kuil Hindu. Masjid Kampung Keling, begitu namanya, yaitu tempat ibadah kaum muslim yang merupakan perpaduan desain Sumatra dan Barat dengan atap berlapis tiga. Adapun kuilnya bernama Kuil Sri Poyyatha Vinayagar Moorthi. Bangunan yang didirikan pada 1781 ini dibangun untuk menghormati Dewa Vinayagar.
Sebetulnya, keheranan penulis itu tidak perlu terjadi sebab Melaka di masa lalu merupakan tempat pertemuan antara para pedagang Tiongkok dan India. Perkawinan campuran antara para pedagang dan bangsa Melayu, penduduk asli, yang mendiami wilayah ini membuat kawasan pecinan ini tidak hanya dihuni warga dari berbagai bangsa, tetapi juga berbagai agama.