Membaca Alam: Kearifan dari Ranah Minang
Nusantarapedia.net | SOSBUD — Membaca Alam: Kearifan dari Ranah Minang
Oleh : Alvian Fachrurrozi
– mereka pun mempunyai filosofi “Alam Takambang Jadi Guru”, alam terkembang menjadi guru. Dari berguru kepada alam lah mereka menciptakan berbagai artefak budaya yang adiluhung seperti silek, tarian, makanan khas, senjata karambit, rumah gadang, dan bahkan hingga aspek nilai-nilai kehidupan seperti bagaimana menghormati perempuan dan bagaimana tetap “sambung batin” dengan para leluhur –
– gerak putar gelanggang solok Minangkabau, permainan bungus, permainan kucingan, langkah fort de kock (simpie), prinsip langkah sitaralak, jurus padang panjang, padang siranti, padang alai, alang lawas, simpai Minangkabau, permainan pisau karambit, dll. Yang mana semua itu menunjukkan jejak-jejak keterpengaruhan yang sangat kuat dengan aliran Silek Minangkabau –
ORANG Minang itu sejak dahulu terkenal sebagai orang-orang yang cerdas dan mempunyai tingkat budaya dan intelektualitas yang tinggi, bahkan di Indonesia ini kebanyakan diplomat-diplomat yang hebat berasal dari Minang.
Lalu apakah sebab dari kecerdasaan orang Minang itu? Apakah karena terinspirasi oleh ajaran keagamaan “islam wahabi” sebagaimana yang diklaim hari-hari ini oleh generasi muda “jenggoters” dan “cadaris” yang buta sejarah bangsanya dan penuh kedangkalan dalam pengetahuan?
O, sama sekali tidak! Islam ala wahabi itu malah hanya menyumbangkan “kebodohan” di negeri manapun mereka bersemayam.
Jauh sebelum kecamuk perang Paderi yang dilatari permusuhan terhadap kaum adat, yang mana terinspirasi oleh semangat puritan ajaran wahabi, orang Minang dahulu adalah orang yang begitu berdaulat dengan jati diri kebudayaan leluhurnya sendiri. Sistem adat kekeluargaan yang diwariskan turun temurun oleh leluhur mereka adalah sistem “matrilineal”, yang mana tentunya sangat menjujung tinggi keberadaan seorang ibu (perempuan).
Sistem kekeluargaan leluhur orang Minang yang seperti itu jelas bertentangan dengan sistem kekeluargaan “patrilineal-patriarki” yang ekstrim ala leluhur bangsa Arab yang mana “mendewa-dewakan laki-laki” dan “merendahkan perempuan serendah-rendahnya”, hingga sampai tahap menganggap perempuan sekadar alat pemuas seks dan sarana beternak anak belaka. Maka perempuan pun dihilangkan hak-hak kemanusiaannya, ia dilarang untuk mempunyai kebebasan berekspresi, mengeluarkan pendapat, memutuskan perkara, berpolitik, dan sebagainya.