Membaca Modeling dan Strategi Ekonomi Pulau Jawa dari Penetapan UMK 2024

- Dilihat sekilas dari UMK-nya, geliat ekonomi di Pulau Jawa masih dipegang DKI Jakarta sebagai juaranya, disusul Provinsi Banten, Jawa Barat, Jawa Timur, DI Yogyakarta, dan Jawa Tengah di nomor buncit -

2 Desember 2023, 16:06 WIB

Nusantarapedia.net | OPINI, POLHUKAM — Membaca Modeling dan Strategi Ekonomi Pulau Jawa dari Penetapan UMK 2024

Oleh : B. Ari Koeswanto ASM

“Namun anehnya, yang ini di luar pakem, justru memunggungi laut, adalah daerah-daerah di eks-Karesidenan Pekalongan dan sebagian Pati, bagaimana tidak, masak UMK di eks-Pekalongan hanya di kisaran Rp2,2 juta, selevel eks-Kedu, Banyumasan dan Solo Raya, kan, aneh? Bagaimana ini para-para kepala daerah!”

Konsep mutlak kedaulatan ala Soekarno di bidang ekonomi, politik dan kebudayaan adalah peta jalan yang sesungguhnya, namun kita tidak boleh menutup mata, bahwa investasi dan pembangunan-isme adalah dinamika jaman yang tidak dapat dicegah, maka bagaimana kita cerdas memainkan itu dengan tetap mendatangkan investor sebanyak-banyaknya demi akumulasi di segala bidang, dengan catatan berkeadilan. Mampukah kita?

KAMPUNG besar disebutnya atau The Big Village, itulah penggambaran Jakarta hadir sebagai metropolitan baru, sebelumnya wilayah kebudayaan Sunda Kelapa atau Jayakarta, telah ramai sejak Kerajaan Sunda kuno bermunculan. Batavia pun lahir dengan visi yang baru, adalah markas dagang VOC (Belanda) pindahan dari Ambon dengan visi-misi (ekonomi) maritimnya, poros Nusantara dan Asia untuk dunia.

Pun setelahnya, 1.000 kilo meter jalan  membentang dari Ujung Kulon Anyer, Banten sampai ujung timur Penarukan, Situbondo, Jawa Timur, dibangun Herman Willem Daendels (1808) jalan trans Jawa Pantai Utara Jawa atau populer disebut Pantura juga Jalan Pos, Belanda menamakannya De Grote Postweg. Setali tiga uang, menjadikan lahirnya kota-kota modern terpanjang di dunia, ada di Jawa. Sebelumnya, Ratu Sima (abad VI) telah menjadikan pesisir Utara Jawa di segitiga emas (Pecalungan hingga Kalingga/Jepara) sebagai pusat perdagangan dan pangkalan militer dari era ke era.

Menjadi semakin riuh kala politik global Islam berbasis di Pantura, seperti di Surabaya/Gresik, Cirebon, contohnya. Laju perdagangan dan mobilitas bangsa-bangsa tidak dapat dicegah, bangsa Arab, India, Cina, Eropa, dsb. bercampur dengan pribumi dalam aktivitas kebudayaan, khususnya konteks ekonomi.

Selanjutnya, hadirnya revolusi industri telah mengglobal, Hindia Belanda mulai intens memetakan kawasan vorstenlanden dengan membuka jalur-jalur kereta api untuk menyetarakan pertumbuhan ekonomi di Jawa pedalaman (Selatan). Monopoli perdagangan tidak hanya milik Pantura, tetapi lebih ke kolaborasi, mengintegrasikan kawasan (pusat akses) dengan potensi melimpahnya sumber daya alam (komoditi), baik hasil laut maupun pertanian di pedalaman, pun dengan potensi demografi kala itu, dalam kesatuan pandang untuk dikonversi menjadi bernilai ekonomi.

Setidaknya, sejak hampir 2000 tahun yang lalu visi ekonomi masyarakat global telah dimulai menuju Pantura, memanfaatkan poros maritim dunia. Seperti halnya klaim Portugis yang membuka peta jalur pelayaran dunia.

Melihat Jawa memang menarik, ketika orang berjalan atau sedang berlayar tentu penasaran dengan ujung tepi pelayarannya ada (sampai) dimana. Ujung itu ya, pulau Jawa. Entitas dunia ketika berlayar telah sampai di Malaka, akan “kepo”, untuk membuktikan dan melanjutkan pelayarannya sampai di sebuah akhir perjalanan, finish di Pulau Jawa. Tidak menjadi tren dunia ketika budaya berlayar dengan mengambil rute di Samudra Hindia, misalnya Pacitan-Australia, selain jumlah penduduk dunia di kawasan benua Australia sedikit. Rerata, sejak penyebaran manusia pun, dimulai dari Utara hingga tiba di tujuan akhir, yakni Jawa.

Tiba saatnya di era yang katanya menuju society 5.0, era disrupsi 4.0 menuju 5.0,   bagaimana Indonesia melihat ini, khususnya di pulau Jawa. Penderasan di dalamnya dalam semua aspek telah hadir nyata. Sudah melahirkan bentuk aktivitas manusia yang nyata, hingga masih menjadi diskursus, sediskursus kebudayaan ala maritim versus agraris, yang hemat penulis konteks itu telah usang, sudah tidak update lagi didikotomikan. Sudah saatnya, bagaimana fakta geografi dan antropologi di dalamnya mampu menjawab tantangan jaman, khususnya bila kita “sepakat” tetap dengan narasi ekonomi dan keuangan adalah segalanya, terkait mestinya (strategi) geopolitik dan strategi. Intinya ini soal “bakulan”.

Kiranya abstraksi ini bisa dikerucutkan, berkaitan dengan membaca penetapan Upah Minimum Provinsi/Kabupaten/Kota di Jawa 2024, sebagai variabel pengukuran tingkat keberhasilan roda pertumbuhan ekonomi — dalam tujuan kemakmuran dan kesejahteraan untuk habitat (peradaban) didalamnya, semestinya.

1600px Indonesia 2002 CIA map
Nampak pulau Jawa berada di ujung (akhir) pelayaran dunia setelah kawasan Malaka.

Terkait

Terkini