Memenuhi Hak Bertetangga dalam Islam
Jamaah Jumat rahimakumullah,
Tetangga memiliki banyak hak. Kita akan membahas beberapa di antaranya.
1) Menjawab salam dan menghadiri undangan
Hal ini pada dasarnya adalah hak umum kaum Muslimin. Hanya saja, jika yang mengucapkan salam adalah tetangga, maka kewajiban untuk menjawab salamnya menjadi lebih besar. Hal yang sama terjadi dalam menghadiri undangan. Jika yang memberi undangan adalah tetangga, maka kita lebih ditekankan untuk memenuhi undangannya. Tentu bukan adab yang baik, ketika tetangga mengadakan acara, kita malah duduk diam di rumah dan tidak membantunya.
2) Tidak menyakiti tetangga
Ini merupakan salah satu hak terbesar dalam hidup bertetangga. Jika seseorang diharamkan menyakiti manusia lainnya, maka hal tersebut lebih terlarang jika dilakukan terhadap tetangga. Nabi saw. mewanti-wanti masalah ini dalam berbagai hadisnya.
“Demi Allah, tidak beriman. Demi Allah, tidak beriman. Demi Allah, tidak beriman.” Para sahabat bertanya, “Siapa ya Rasulullah?” Beliau menjawab:
ا هلََّي لََ يأَحمَنُ جَارهُُ بوََايقََ
“Orang yang tetangganya tidak merasa aman dari keburukan-keburukannya.”
(H.r. Bukhari)
Ada yang berkata kepada Rasulullah saw., “Wahai Rasulullah, Fulanah mengerjakan shalat sepanjang malam dan berpuasa sepanjang siang. Namun, lisannya menyakiti tetangganya.”
Beliau menjawab:لََ خَ حيَْ فَيحهَا، هََِ فَِ ا هلِارَ
“Tidak ada kebaikannya. Dia di Neraka.” (H.r. Ahmad)
3) Siap menghadapi keburukan tetangga
Poin ketiga ini hanya mampu dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kehormatan diri dan akhlak yang tinggi. Banyak orang mampu menahan diri untuk tidak menyakiti orang lain. Namun, kadang untuk bersabar dan ikhlas menerima perlakuan zalim orang lain banyak orang yang merasa kesulitan.
ا حدفَ حع باَلهتَِ هََِ أ ححَسَنُ ال هسيئَِّةَ ۖ نََحنُ أ حعَلمَُ بمََا يصََفُونَ Allah Swt. berfirman:
Tolaklah perbuatan buruk mereka dengan yang lebih baik. Kami lebih mengetahui apa yang mereka sifatkan.” (Q.s. Al-Mu`minun: 96). Dalam ayat lainnya مَ ا حلُْمُو رَdijelaskan:وَلمََ حن صَبََْ وَغَفَرَ إَ هن ذَلٰ كََ لمََ حن عَ حز
“Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan, sesungguhnya (perbuatan) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan.” (Q.s. Asy-Syura: 43).
Hasan Al-Bashri mengatakan, “Bertetangga yang baik bukan tidak menyakiti yang lainnya. Bertetangga yang baik adalah bersabar menghadapi kejahatan yang lainnya.”
4) Menanyakan kondisi dan menunaikan hajat tetangga
Rasulullah saw. bersabda: ليَحسَ الحمُ حؤمَنُ ا هلََّي يبََيتُ شَبحعَانَ وجََارُهُ طَا و
“Bukan termasuk orang beriman, seseorang yang tidur dalam keadaan kenyang, sedangkan tetangganya kelaparan.” (Hr. Al-Bazzar).
Orang-orang salih di zaman dahulu selalu menanyakan kondisi tetangga mereka dan berusaha menunaikan hajat mereka. Para sahabat biasanya suka memberikan hadiah kepada tetangganya. Kemudian tetangganya memberikan hadiah kepada yang lainnya. Kebiasaan berbagi itu terus berputar hingga orang pertama yang memberikan hadiah mendapatkan bagian hadiahnya.
Suatu hari, Abdullah bin Umar radhiyallahu ’anhu menyembelih seekor domba, kemudian dia mengatakan kepada budaknya, “Jika engkau menyembelih, maka mulailah dengan membaginya kepada tetangga kita yang Yahudi.” (H.r. Baihaqi dalam Syu’ab Al-Iman).
Suatu hari, Aisyah radhiyallahu ’anha bertanya kepada Nabi Muhammad saw., “Saya mempunyai dua tetangga. Siapakah yang paling berhak saya beri hadiah?” Beliau menjawab:
َإلََ أقَحرَبهََمَا َمنح َك باَبً
“Kepada tetangga yang pintunya terdekat darimu.” (H.r. Bukhari).
5) Menutupi aib dan menjaga kehormatan tetangga
Ini juga merupakan salah satu hak besar yang tidak kalah penting dari yang lainnya. Ketika kita hidup bertetangga dengan seseorang, maka kita akan mengetahui keburukannya. Maka, tugas kita adalah menjaga kehormatan dan menutupi aibnya. Jangan menyebarkannya kepada orang lain, apalagi menjadikannya sebagai bahan candaan dan guyonan.
Semoga Allah Ta’ala memberikan taufik kepada kita untuk bisa memuliakan tetangga dan menunaikan hak-haknya. Amin ya Rabbal ’alamin.
اباَ حلَْرَكَكََ يحامللهُ، وَتَلَِ قَ هوَبللَ مَكَُ ِّ حم نَِ وَفَِ امَلحنحقُ حركُآ حمنَ تالحعَلَََ َوَظتيحهَُ ماَ، نهوَهُ نَ فَهُعَوَ الحنَِ ِّسَوَ َامَيهيحاعُ اكُلح حعَم لَبيحمََما .َفيح َه َمنَ ا حلْيا َتَ وَا َِّلَّ حكرَ أق حوُلُ قَ حولَِ هذَا، وَا حستَ حغفَرُ اللهَ الغَظَيحمَ حلَِ وَلكَُ حم وَلسََائرََ الحمُ حسلَمَ حيَْ وَالحمُ حسلَمَاتَ وَالحمُ حؤمَنَ حيَْ وَالحمُ حؤمَنَات، فاَ حستَ حغفَرُ حوهُ، اَنههُ هُوَ الحغَفُ حورُ ال هرحَيحم.
Khutbah Kedua:
ا حلَْ حمَدُ للهَ ا هلََّ حي أ حرَسَلَ رسَُ حولََُ باَلحهُدَى ودََيحنَ ا حلْقَِّ لَْ حظُهَرَهُ عََلَ الِِّيحنَ كُُهَِّ، وَكَفََ باَ للهَ شَهََيحدًا.
وَأ حشهَدُ أ حنَ لََ إَلَََ إَ هلَ اللهَ و ححَدَهُ لََ شَََيَحكَ لََ، وَأ حشَهَدُ أ هنَ مُُ همَدًا عَبحدُهُ وَرسَُ حولَُ.
الََلههُ هم صَلِّ عََلَ نبََيَِّناَ مَُُ ِّمَ د وعَََلَ آلَََ وَأ حصحَابهََ وَمَ حن تبََعَهُ حم بإَ ححَسَا ن اَلََ ي حوَم الحقَياَمَ ة.
أ هما بَ حعد؛
تَفَيعََاَا َلََع باَفَِدَ االحقُ َللهحرآ، انَحوُ اَلحصيحكَرَيحكُمَحم: وَنَ))ح يفاَ َأ يسَِهَ اب تََا حهقلََّوَيىنَ اآمَنَلله وُاوَ اطَهتاقُعَوَتا َها لهعََلِلَّ ِّلحَه كَُق حمتُ تُقَاحفت َلهََ حُوَ حولََنَ تَ. قمُاَوتُلَ هان إَ هللهُ لَ وَأ حنتُ حم مُ حسلَمُونَ((
))إَ هن ٱ هلِلَّ وَ مَلئَٰٓكَتَهُ يصَُل ونَ عََلَ ٱ هلِبَِِّ، يأٰٓ يَهَا ٱ هلََّينَ ءَامَنوُا صَ ل وا عَليَحهَ وسََلمُِّوا ت حسَلَيمًا((
الَلههُ هم صَلِّ عََلَ مُُ همَ د وعَََلَ آلَ مُُ همَ د كَمَا صَلهيحتَ عََلَ إبَحرَاهَيحمَ وعَََلَ آلَ إبَحرَاهَيحمَ، إَنهكَ حَََيحدٌ مَََيحدٌ. وَبَار حكَ عََلَ مُُ همَ د وعَََلَ آلَ مُُ همَ د كَمَا باَرَ حكتَ عََلَ إبَحرَاهَيحمَ وعَََلَ آلَ إبَحرَاهَيحمَ، إَنهكَ حَََيحدٌ مَََيحدٌ.
الَلههَُه م ا حغفَ حر للَحمُ حسلَمَ حيَْ وَالحمُ حسلَمَاتَ، وَالحمُ حؤمَنَ حيَْ وَالحمُ حؤمَناَتَ احلْ ححَياَءَ مَنحهُ حم وَاحلْ حموَاتَ، إَنهكَ سَمَيحعٌ قَرَيحبٌ.
اللههُ هم انح حصُُناَ فاَنَهكَ خَ حيُْ ا هلِاصََِيحنَ، وَا حفت ححَ لَِاَ فاَنهكَ خَ حيُْ الحفَاتََِ حيْ، وَا حغفَ حر لَِاَ فاَنَهكَ خَ حيُْ الحغَافَرَيحن، وَا حر ححََناَ فاَنَهكَ خَ حيُْ ال هراحَََ حيْ، وَا حرَزُ حقناَ فَانَهكَ خَ حيُْ ال هرازَقَ حيْ، وَا حهدَناَ وَنَِّ ناَ مََنَ الحقَ حومَ ال هظالمََ حيَْ وَالحكََفَرَيحنَ.
الَلههُ هم أرَناَ ا حلْ هقَ حَقًّا وَا حرزُ حقناَ اتِّباَعَهُ، وَأرََناَ ا حلَْاطَلَ باطََلًَ وَا حرزُ حقناَ ا حجتَناَبهَُ.
رَ هبناَ آتنَاَ فَِ ا لِ حنياَ حَسَنَةً وَفَِ الْخَرَةَ حَسََنَةً وَقَناَ عَذَابَ ا هلِارَ.
يُْ وَا حجعَلحناَ للَحمُ هتقَيَْ إمََامًا.
رَسُهببحناَ حَاهَنَ ح برَ بِّلَِاَ كَ مَرح ن بَِّأ حازَلحوَاعَ هزجَةَن اَ عَو همذَُا رِّيهياتصََنََافُ حوقُ هرنَةَ ، أوَ حعسَ لََمٌ عََلَ الحمُ حرسَلَ حيَْ وَا حلْ حمَدُ هلَِلَّ ربَِّ الَحعَالمََ حيَْ.
أقَيحمُو ا ال هصلََةَ.
)* bersambung bagian 3
Njejegaken Shalat Minangka Sokoning Agami
Menjadikan Bulan Muharram Sebagai Tonggak Kemenangan Umat Islam
Wisata Religi ke Masjid Agung Demak
Kisah Ashabul Kahfi, 7 Pemuda yang Tertidur Selama 309 Tahun di Dalam Gua