Menakar Kekuatan Rakyat dan Kebijakan Pemerintah dalam Isu Global Krisis Pangan (1)
Ancaman berbagai krisis tersebut, sudah direspon oleh pemerintah dengan kebijakannya mengalokasikan dana ketahanan pangan sebesar Rp.92,3 triliun tahun 2022 dalam APBN.
Nusantarapedia.net, Jurnal | Pertanian — Menakar Kekuatan Rakyat dalam Isu Global Krisis Pangan
“Banyak faktor penyebabnya, masalah geopolitik, ekonomi, bencana alam akibat perubahan iklim, pandemi Covid-19 termasuk andil besar terjadinya krisis ekonomi dunia (pangan).”
“Bila ditarik kesimpulan, kekacauan krisis ekonomi dunia ini disebabkan oleh krisis energi, krisis iklim dan berakibat pada kegagalan rantai pasokan pangan.”
Presiden Jokowi mendapatkan bocoran dari dunia terkait krisis ekonomi yang tengah melanda dunia. Informasinya bahwa 60 negara di dunia akan ambruk ekonominya. Informasi yang disampaikan dari Bank Dunia, IMF, UN PBB, bahwa 60 negara akan ambruk ekonominya, 42 dipastikan sudah menuju ke sana.
Atas informasi tersebut, Jokowi meminta semua pihak untuk waspada pada segala bentuk krisis, mulai dari krisis ekonomi, energi hingga pangan. Terkait dengan hal tersebut, secara peta, Jokowi menjelaskan Indonesia tidak berada pada posisi normal. Krisis dunia mulai dari krisis keuangan akan masuk ke krisis pangan, dan krisis energi dalam kondisi yang mengerikan.
Bagaimana bila tidak mempunyai cadangan devisa, tidak bisa membeli BBM, tidak bisa beli pangan, tidak bisa impor pangan, karena pangannya, energinya impor semua (Jokowi).
Dari keterangan Presiden tersebut, bisa kita pahami, bagaimana saat ini dunia benar-benar dalam ancaman yang serius akan krisis global. Krisis ekonomi, krisis energi dan krisis pangan muaranya.
Pada situasi yang mengerikan sebagai efek domino krisis, krisis pangan yang paling dikhawatirkan karena menyangkut hajat hidup manusia yang paling dasar. Tanpa pangan kelaparan akan melanda manusia dan berdampak pada kematian. Pada kasus tertentu musnahnya sebuah bangsa.
Ancaman berbagai krisis tersebut, sudah direspon oleh pemerintah dengan kebijakannya mengalokasikan dana ketahanan pangan sebesar Rp.92,3 triliun tahun 2022 dalam APBN. Bagaimana langkah-langkahnya, kita tunggu saja kiprah dari pemerintah yang tentunya dalam hal ini Kementerian Pertanian, Perdagangan, Keuangan, dan lainnya.
Sebelumnya, Presiden juga sudah memberikan signal mengenai krisis dunia terutama pada sektor pangan, ketika Presiden berkunjung ke NTT dalam rangka pemberdayaan tanaman Sorgum.
Krisis Pangan Dunia 2022
Berbagai analisis menyebutkan bahwa peningkatan harga pangan 2022 ini adalah yang terburuk sejak krisis pangan 2007-2008.
Krisis pangan yang dihadapi oleh dunia dimaksudkan sebagai menipisnya stok pangan antara kebutuhan dan produksi lebih tinggi kebutuhannya. Akibatnya, terjadi peningkatan harga pangan yang drastis (mahal) dampak dari krisis pasokan pangan tersebut yang dihadapi oleh dunia.
Banyak faktor penyebabnya, masalah geopolitik, ekonomi, bencana alam akibat perubahan iklim, pandemi Covid-19 termasuk andil besar terjadinya krisis ekonomi dunia (pangan). Selain itu, perang Rusia vs Ukraina disebut-sebut memicu terjadinya krisis pangan dampak dari krisis energi (bahan bakar minyak). Banyak komoditi pangan tertahan di pelabuhan-pelabuhan ke dua negara yang menyebabkan kacaunya distribusi pangan di Eropa dan sekitarnya.
FAO (Food Agriculture Organization) atau organisasi pangan dunia, memperingatkan bahwa keruntuhan pasokan pangan akan terjadi dan akan menyebabkan harga pangan meningkat. Berkurangnya pasokan berbagai komoditas penting seperti gandum, jagung, dan minyak nabati yang dapat meningkatkan harga.
Perang Rusia-Ukraina bukan satu-satunya sebab, karena sebelum perang berlangsung, harga pangan sudah mencapai titik tertingginya. Berdasarkan data FAO pada Februari 2022, harga pangan year-on-year
sudah meningkat 20 persen, hingga semakin meningkat di atas 40 persen pada bulan Maret.
Saat ini di beberapa wilayah seperti Afrika Timur dan Madagaskar, sudah dilanda kekeringan dan kelaparan, diperburuk lagi dengan kegagalan sistem pertanian dan perubahan iklim, tentu berakibat pada peningkatan harga pangan.
Di belahan bumi utara yang biasanya memiliki manajemen dan suplai pangan yang baik, sudah menunjukkan gejala krisisnya, seperti negara Britania Raya dan Amerika Serikat. Dampak langsungnya berupa inflasi harga akibat berkurangnya pasokan pangan.
Bila ditarik kesimpulan, kekacauan krisis ekonomi dunia ini disebabkan oleh krisis energi, krisis iklim dan berakibat pada kegagalan rantai pasokan pangan.
Relevansinya, sektor pangan bergantung pada sistem keberadaan bahan bakar energi, seperti produksi gas alam sebagai bahan baku produksi amonia melalui proses Haber yang kemudian digunakan dalam produksi pupuk untuk pertanian. Mengapa demikian, karena 50 persen lebih persediaan pangan dunia dihasilkan dari lahan yang menggunakan pupuk nitrogen anorganik (Independent Commodity Intelligence Services).
Dampak dari invasi Rusia terhadap Ukraina, berakibat pada rantai pasok dan distribusi komoditas gandum dan jagung dunia. Rusia dan Ukraina secara bersama-sama merupakan penyuplai 27 persen gandum dunia dan 53 persen minyak biji bunga matahari dunia. Potensi gangguannya terjadi pada suplai gandum dunia seperti di Mesir, Yaman, Afghanistan, dan Afrika Timur (Timur Tengah) juga Amerika Serikat sebagai produsen makanan roti. Bahkan negara China turut memainkan peranannya pada sektor gandum dunia, yang mana kerjasama gandum antara China dan Rusia sudah berlangsung sebelumnya.
Penyebab lainnya adalah perubahan iklim yang memaksa tata kelola pertanian ikut menyesuaikan. Kejadian gelombang panas, banjir, cuaca ekstrim, kekeringan yang berulang antara tahun 2020 dan 2022 secara signifikan mempengaruhi suplai pangan dunia.
Contoh di Irak, perubahan iklim telah menyebabkan kelangkaan air yang berdampak selama beberapa tahun ke depan. Suplai air Irak amat bergantung pada sistem sungai Eufrat–Tigris yang sedang mengalami penurunan debit aliran.
Di Afrika Timur mengalami kekeringan parah tahun 2021 dan semakin intens pada tahun 2022 sebagai akibat dari datangnya La Nina.
Di Eropa, juga berlangsung krisis iklim. Kekeringan terjadi di Spanyol dan Portugal pada awal tahun 2022, diprediksi dapat mengurangi hasil pertanian di beberapa area hingga sebanyak 80 persen. Di Prancis, hujan yang dingin membeku justru terjadi di saat pembentukan kuncup, mematikan bakal bunga dan mengurangi hasil tanaman buah.
Di Italia telah mengurangi jumlah debit air yang mengalir di sungai Po, yang berkontribusi penting terhadap 40 persen hasil tani di negara itu. Intrusi air asin di pesisir dapat mengurangi hasil tani hingga 30 persen.
Gelombang panas yang melanda India telah menyebabkan pemerintah India mengubah kebijakannya terhadap suplai gandum dunia dengan menghentikan ekspor gandum. Yang mana India termasuk salah satu pengekspor gandum dunia.
Di belahan negara-negara latin juga dilanda gelombang panas. Negara seperti Brazil, Argentina, Uruguay, Paraguay, dan Brazil telah mengalami penurunan hasil panen jagung, kedelai dan serealia lainnya, sehingga secara signifikan mempengaruhi harga komoditas tersebut di seluruh dunia.
Banjir parah di New South Wales, Australia pada Februari 2022 telah menghancurkan ladang kedelai dan sawah/padi, serta menurunkan sekitar 36 persen hasil kacang makadamia. Sejumlah besar kawanan hewan ternak terganggu dan berbagai infrastruktur pertanian dan peternakan rusak parah akibat banjir, yang disebut sebagai bencana alam perusak hasil pertanian terbesar ketiga di Australia.
Di Indonesia, terutama di Jawa yang mengenal dua musim. Musim penghujan dan kemarau sudah tidak menentu lagi. Hampir sepanjang tahun telah dilewati dengan curah hujan yang tinggi. Hampir tidak ada musim kemarau. Akibatnya sering terjadi banjir dan merusak lahan pertanian seperti padi. Akibatnya, stabilitas padi di Indonesia terganggu.
Penyebab lainnya adalah kegagalan rantai pasokan pangan. Harian Guardian (Mei, 2022) menyatakan bahwa salah satu penyebab rentannya sistem pangan adalah karena rantai pasokan dikendalikan oleh pemusatan pola pangan yang disebut dengan Global Standard Diet. Mereka membandingkan krisis perbankan 2008 disebabkan oleh pola yang serupa dengan yang dilakukan sistem pangan dunia saat ini.
Di China, akibat Covid-19 diberlakukan lockdown, secara signifikan menurunkan input pertanian terhadap komoditas yang penting. Sebelumnya, China sejak tahun 2021 telah melakukan pencadangan makanan pada level yang sangat tinggi dalam sejarah mereka, namun dikarenakan perang dagang yang terjadi dengan Amerika Serikat dan Australia, dapat membeli lebih banyak bahan pangan dari berbagai negara di dunia. Akibatnya, China menjadi kunci dari rantai pasok pangan di seluruh dunia.
(bersambung bagian 2)
Bagaimana Indonesia?
Menakar Kekuatan Rakyat dan Kebijakan Pemerintah dalam Isu Global Krisis Pangan (2)
Transformasi Pertanian Subsisten Menuju Kapitalisasi Industri Pertanian Mandiri
Digital Virtual, antara Utopia Libertarian dan Evolusi Kapitalisme
Moral Clarity dan Etika Politik Poros Intelektual
Aktualisasi Semangat Kebangkitan Nasional Indonesia Sebagai Substansi Bukan Sensasi
Geopolitik Negara dan Sumber Daya (1)
Citra Nusantara