Menakar Kekuatan Rakyat dan Kebijakan Pemerintah dalam Isu Global Krisis Pangan (3)
Jangan kemudian pertanian Indonesia tersandera dalam praktik monopoli, lahir kartel dan pemburu rente pada industri pertanian dari asuhan neoliberal-kapitalisme. Menciptakan jerat sistem, terjadi ketergantungan, membelenggu dalam tata kelola “demand and supplay," itulah yang terjadi dalam praktik pertanian di Indonesia.
Nusantarapedia.net, Jurnal | Pertanian — Menakar Kekuatan Rakyat dalam Isu Global Krisis Pangan
“Orang Indonesia dengan semboyannya “jiwa nuswantorone wong nuswantara tanpa bisa uwal datan olah tetanen”. Jadi, bangsa Nusantara tidak bisa terpisahkan dengan budaya pertanian bahkan ditempatkan dalam posisi sebagai spirit kehidupan. Sebuah pondasi yang kokoh, bila pola pembangunan tidak mengikuti struktur pondasinya, tentu mudah roboh dan salah arah.”
Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan
Indonesia secara regulasi sebenarnya sudah cukup untuk mengatur persoalan pangan, seperti amanat Undang-undang No.18 Tahun 2012 Tentang Pangan. Namun yang paling pokok bahwa Indonesia harus merumuskan kembali arah pembangunannya. Memilih untuk menjadi negara industri non pertanian atau industri pertanian. Yang jelas, potensi yang paling realistis adalah sektor pertanian. Tak mungkin lagi mengejar sektor industri dari bassis ilmu pengetahuan dan teknologi dari negara-negara yang telah memulainya.
UU No.18 Tahun 2012 tentang Pangan, mengamanatkan, bahwa negara berkewajiban untuk mewujudkan ketersediaan, keterjangkauan, dan pemenuhan konsumsi pangan tingkat nasional, daerah, sampai ke tingkat perseorangan.
Pangan tersebut adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman.
Kedaulatan pangan adalah hak negara dan bangsa yang secara mandiri menentukan kebijakan pangan yang menjamin hak atas pangan bagi rakyat dan yang memberikan hak bagi masyarakat untuk menentukan sistem pangan yang sesuai dengan potensi sumber daya lokal.
Kemandirian pangan adalah kemampuan negara dan bangsa dalam memproduksi pangan yang beraneka ragam dari dalam negeri yang dapat menjamin pemenuhan kebutuhan pangan yang cukup sampai di tingkat perseorangan dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam, manusia, sosial, ekonomi, dan kearifan lokal secara bermartabat.
Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.
Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi.
Penyelenggaraan pangan adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan dalam penyediaan, keterjangkauan, pemenuhan konsumsi pangan dan gizi, serta keamanan pangan dengan melibatkan peran serta masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu.
UU No.18 Tahun 2012, mengatakan bahwa penyelenggaraan pangan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia yang memberikan manfaat secara adil, merata, dan berkelanjutan berdasarkan Kedaulatan Pangan, Kemandirian Pangan, dan Ketahanan Pangan.
Cukup Jelas.
Kapitalisasi Industri Pertanian Mandiri Indonesia (KIPMI) Sebagai Arah Pembangunan Nasional
Kenyataan Indonesia sebagai negara agraris dan maritim dengan sumber daya yang melimpah, telah ditangkap sebagai kesatuan pemahaman bahwa ruh kehidupan bangsa Nusantara adalah bertani.
Orang Indonesia dengan semboyannya “jiwa nuswantarane wong nuswantara tanpa bisa uwal datan olah tetanen“. Jadi, bangsa Nusantara tidak bisa terpisahkan dengan budaya pertanian bahkan ditempatkan dalam posisi sebagai spirit kehidupan. Sebuah pondasi yang kokoh, bila pola pembangunan tidak mengikuti struktur pondasinya, tentu mudah roboh dan salah arah.
Itulah fakta potensi Indonesia yang tergelar dari aspek historis dan spiritnya. Seperti pulau Jawa yang dikenal sebagai Jawadwipa atau pulau beras dan Sumatera disebutnya Swarnadwipa atau pulau emas.
Siapakah yang mampu menangkap peluang itu sebagai potensi ekonomi bisnis yang menjanjikan. Jawabnya adalah negara-negara yang intens menetapkan sektor pertanian sebagai andalannya. Alat sistem pertanian diciptakan, pupuk dan obat-obatan diproduksi, sampai penyediaan bibit dengan kultur jaringan telah tersedia. Artinya, industri pertanian yang dimaksud dari hulu sampai hilir bisa diambil potensinya, tidak hanya persoalan hasil produksi pertaniannya saja.
Jangan kemudian pertanian Indonesia tersandera dalam praktik monopoli, lahir kartel dan pemburu rente pada industri pertanian dari asuhan neoliberal-kapitalisme. Menciptakan jerat sistem, terjadi ketergantungan, membelenggu dalam tata kelola “demand and supplay,” itulah yang terjadi dalam praktik pertanian di Indonesia.
Dan, andaikan Indonesia telah memulai hal itu setidaknya dua dekade yang lalu atau pasca reformasi, maka Indonesia tidak dipusingkan lagi soal isu krisis pangan, bahkan pemegang kartu truft dunia.
Melihat analisis sederhana di atas, bagaimana ini ditangkap oleh pemegang kuasa sebagai landasan mengambil kebijakan, yang mana sebagai tujuan melaksanakan amanat konstitusi. Dengan demikian perlunya menyusun kembali dan menjadikan rencana besar dalam skala prioritas APBN untuk dilakukan;
(1) Merumuskan kembali atau membuat sistem baru pertanian, yaitu konstruksi kapitalisasi industri pertanian Indonesia dari hulu sampai hilir. Termasuk tata kelola niaganya, hubungannya dengan investasi, kedaulatan dan kemandirian ekonomi.
(2) Political Will semua pihak untuk melawan dengan diplomatif dan strategi kebudayaan dalam pemberantasan praktik monopoli, kartel dan rente disemua lingkaran dan tataran di semua sektor, khususnya industri pertanian.
Jangan lagi, globalisasi yang saat ini sudah masuk dalam revolusi industri 4.0 dan 5.0 dengan digital virtual-nya, atau sebagai kelahiran tatanan baru dunia, kita masih berkutat pada kelangkaan pupuk, harga jual panen yang rendah, fluktuatif harga, pangsa pasar yang terbatas, serta banyak persoalan yang perlu dipecahkan dalam kaitannya dengan ekonomi dan keuangan masyarakat, khususnya pertanian.
Kapitalisasi industri pertanian Indonesia yang mandiri adalah impian yang harus diperjuangkan nyata. Tidak anti pada gaya kapitalisme dan neo-liberalisme, namun manajemen pertanian di dalamnya sebagai tujuan bersama harus terkapitalkan dari hulu sampai hilir dan diadministrasi sebagai geo-politik dan geo-strategi negara.
Indonesia tidak kita inginkan menjadi tujuan pasar dunia, karena berdampak pada sistem tata niaga yang melibatkan kalangan akar rumput terjebak pada budaya konsumtif dan jauh dari kata produktif dan menjadi buruh. Sekalipun telah diluncurkan banyak program pemberdayaan, itu hanya ditangkap sebagai upaya saja dan jauh panggang dari api.
Di bagian lain, Indonesia harus kembali pada kesatuan derap langkah pembangunan nasional yang integral, terintegrasi dengan daerah. Jangan sampai penerjemahan sistem otonomi daerah justru sebagai jurus pemecah arah tujuan negara oleh infiltrasi global. Hal tersebut perlu diterjemahkan nyata pada sistem produksi pangan yang ada di daerah-daerah.
Kesatuan gerak yang sama akan mampu menghidupi kebutuhan dalam negeri dengan posisi swasembada pangan dan ekspor, sebagai komitmen bahwa kita mampu berproduksi dengan produktivitas yang tinggi dari potensi besarnya, yakni pertanian sebagai penghasil pangan.
Selesai
(diolah dari berbagai sumber)
Menakar Kekuatan Rakyat dan Kebijakan Pemerintah dalam Isu Global Krisis Pangan (1)
Transformasi Pertanian Subsisten Menuju Kapitalisasi Industri Pertanian Mandiri
Squid Game dan Fakta Kemiskinan di Indonesia
Digital Virtual, antara Utopia Libertarian dan Evolusi Kapitalisme
Moral Clarity dan Etika Politik Poros Intelektual
Adu Elektabilitas Sudah Dimulai, Saling Klaim Itu Hak! Dimana Etikabilitasnya?
Geopolitik Negara dan Sumber Daya (1)
Aloha ‘Oe, Maluku Tanah Pusaka hingga Pulanglah Uda menjadi Motif Lagu Budaya