Menaklukkan Hati Nita
Hari-hari berlalu. Ahmad berusaha untuk menunjukkan kebaikan hatinya pada Nita, menunjukkan bahwa ia bisa menjadi pendamping hidup yang baik. Ia mencoba menunjukkan padanya bahwa ia memiliki kebaikan hati dan kepedulian yang tak ternilai.
Namun, usaha Ahmad tak mudah. Empat pesaingnya selalu mencoba menghalangi Ahmad. Mereka menyebarkan gosip buruk tentang diri Ahmad. Mereka mencoba merusak reputasinya. Mereka mencoba membuat Nita ragu padanya.
Nita sendiri pun tak mudah dibaca. Kadang-kadang ia memperlihatkan tanda-tanda tertarik pada Ahmad tapi kadang-kadang ia menunjukkan sikap dingin. Ahmad tak tahu apakah ia benar-benar menyukai atau hanya mencoba menguji dirinya.
Ahmad mencoba tetap berpegang teguh pada prinsipnya. Ia tak akan menyerah sebelum ia berjuang sekuat tenaga. Ia akan membuktikan bahwa cintanya tak akan kalah dengan kekayaan.
Suatu sore, Ahmad menemui Nita di taman kota. Mereka berbincang tentang segala sesuatu, tentang mimpi, cita-cita, dan tentang masa depan. Ahmad mencoba menunjukkan padanya bahwa ia memiliki visi dan cita-cita yang sama dengannya.
Ia bercerita tentang impiannya untuk membangun sekolah gratis untuk anak-anak miskin. Ia bercerita tentang keinginannya untuk membantu orang-orang yang membutuhkan.
Nita terlihat terkesan dengan cerita diungkapkan Ahmad Ia menatap mata Ahmad dengan lekat, seaakan mencoba melihat ke dalam jiwanya. “Aku kagum padamu, Ahmad,” katanya. “Kau memiliki cita-cita yang luar biasa.”
Ahmad tersenyum. “Aku ingin menunjukkan padamu bahwa aku bukan hanya seorang pelukis jalanan biasa. Aku memiliki mimpi dan keinginan untuk membuat kehidupan ini menjadi lebih baik.”
Nita mengangguk pelan. “Aku tahu, Ahmad. Aku selalu melihat kebaikan dalam dirimu. Tapi, kamu harus mengerti, aku tak hanya mencari seseorang yang baik hati. Aku juga membutuhkan seseorang yang bisa menjamin masa depanku.”
Kalimat Nita menghantam hati Ahmad seperti petir di siang bolong. Ia mencoba menahan air mata yang menggenang di pelupuk matanya.
Ia tahu bahwa ia tak bisa menjanjikan kemewahan duniawi seperti yang dimiliki para pesaingnya. Tapi, ia bisa menawarkan sesuatu yang lebih berharga dari itu semua: cinta yang tulus dan setia.
“Nita, aku mengerti perasaanmu. Tapi, aku ingin meminta kesempatan lagi. Berikan aku sedikit waktu untuk menunjukkan bahwa aku mampu mencapai cita-cita kita bersama.
Aku tak menjanjikan kemewahan, tapi aku berjanji akan berjuang bersamamu untuk mewujudkan mimpi-mimpi kita.”
Nita terdiam sejenak, menatap mata Ahmad dengan tatapan yang sulit kubaca. Akhirnya, ia menggeleng kepala. “Maaf, Ahmad. Aku sudah membuat keputusan. Aku memilih untuk bersama dengan seseorang yang bisa memberiku jaminan yang aku butuhkan.”
Hati Ahmad terasa remuk berkeping-keping. Ia mencoba menahan gejolak emosi yang menyerbu jiwanya. Ia tahu bahwa perjuangan ini telah mencapai ujungnya. Ia harus menerima keputusan Nita, seberat apapun itu.
“Baiklah, Nita. Aku menghormati keputusanmu. Aku ingin kamu bahagia.”
Nita menatap Ahmad dengan tatapan yang sedikit bersalah. “Aku juga berharap kamu menemukan kebahagiaanmu, Ahmad.”
Ahmad mencoba menunjukkan senyum yang kuat. “Aku akan baik-baik saja. Terima kasih atas segalanya.”
Ahmad berbalik dan berjalan menjauh dari Nita. Langkahnya terasa berat, seakan menanggung beban yang berat.
Ahmad menatap gelang manik kayu yang masih melingkar di pergelangan tanganya. Gelang itu menjadi lambang cinta yang tak terbalas, cinta yang telah dipendamnya selama tujuh tahun.
Ia berjalan sambil mencoba menepis sedih yang menyerbu hatinya. Ia mencoba mengingatkan diri bahwa kebahagiaan bukanlah sesuatu yang bisa dibeli dengan harta benda.
Kebahagiaan itu terletak pada cinta yang tulus dan pada usaha kita untuk membuat hidup ini menjadi tempat yang lebih baik.
Ahmad berjalan terus, membawa luka di hatinya. Tapi, ia juga membawa harapan dan semangat untuk menjalani hidup dengan lebih baik lagi.
Ia akan terus berjuang untuk mencapai cita-citanya, untuk membuat kehidupan ini menjadi tempat yang lebih baik. Dan ia akan mencari cinta yang sejati, cinta yang tak memandang harta benda dan status sosial. Ia yakin
Ia yakin, di suatu hari nanti ia akan menemukan cinta yang sejati, cinta yang bisa membuatnya bahagia tanpa syarat.