Menaklukkan Hati Nita
Namun, takdir punya rencana lain. Beberapa bulan kemudian, saat Ahmad sedang melukis di pasar seni, ia mendengar suara yang tak asing baginya. Nita. Ia menoleh dan melihat Nita berdiri di depannya, wajahnya tampak lesu.
“Ahmad,” panggil Nita, suaranya bergetar. “Aku ingin bicara.”
Ahmad terkejut, matanya menatap Nita dengan tatapan yang penuh pertanyaan. Ia tak percaya apa yang ia lihat. Nita berdiri di depannya dengan wajah yang pucat dan mata yang terlihat sedih.
Nita menghela napas panjang. “Aku menyesal, Ahmad. Aku menyesal telah menolakmu. Aku menyesal telah mencari kebahagiaan pada orang yang salah.”
“Apa maksudmu, Nita?” tanya Ahmad, suaranya gemetar karena gugup.
Nita menceritakan segalanya. Ia menceritakan bagaimana ia merasa hampa dan tak bahagia dengan para pria kaya yang menginginkan cintanya.
Ia menceritakan bagaimana ia merasa termanipulasi dan tak dicintai dengan tulus. Ia merasa kehilangan sesuatu yang penting dalam hidupnya, sesuatu yang hanya bisa diberikan oleh Ahmad.
Nita menatap mata Ahmad dengan tatapan yang penuh penyesalan. “Aku ingin kembali padamu, Ahmad. Aku ingin mencoba membangun hubungan denganmu. Aku menyesal telah menolakmu dulu. Aku tahu bahwa aku telah membuat kesalahan besar.”
Ahmad terkejut, hatinya berdebar kencang. Ia menatap Nita dengan tatapan yang penuh keheranan dan sedikit tak percaya. Namun, dalam hatinya, ia merasa bahagia. Ia tahu bahwa Nita akhirnya sadar akan kesalahannya.
“Aku mencintaimu, Nita,” kata Ahmad, suaranya bergetar karena emosi. “Aku selalu mencintaimu. Aku tak pernah berhenti mencintaimu. Aku selalu menunggu kesempatan untuk menyatukan hati kita lagi.”
Nita meneteskan air mata. “Aku sangat menyesal, Ahmad. Aku telah membuang waktumu selama tujuh tahun ini. Aku berharap kamu masih mau menerimaku.”
“Aku selalu menunggu, Nita,” jawab Ahmad, menarik Nita ke dalam pelukannya. “Aku tak pernah menyerah untuk mendapatkan hatimu.”
Nita menangis dipelukan Ahmad. Ia merasa bahagia dan bersyukur karena Ahmad masih mau menerimanya. Ia menyesali kesalahannya dan berjanji akan menghargai Ahmad dan cintanya.
Ahmad mengelus lembut rambut Nita. “Aku mencintaimu, Nita. Aku tak akan membiarkan kesalahan masa lalu menghancurkan kebahagiaan kita di masa depan.”
Nita tersenyum sedikit lebar, air matanya masih mengalir dipipinya. “Aku mencintaimu juga, Ahmad. Aku menyesal telah membuang waktumu. Aku berjanji akan menghargai kamu dan cinta kita. Aku ingin membangun masa depan bersamamu.”
Ahmad menarik Nita lebih dekat. “Kita akan membangun masa depan bersama, Nita. Kita akan mewujudkan mimpi kita bersama. Aku janji akan membahagiakanmu.”
Nita mengangguk pelan, matanya menatap Ahmad dengan tatapan yang penuh harap. “Aku percaya padamu, Ahmad. Aku mencintaimu.”
Ahmad mencium kening Nita. “Aku juga mencintaimu, Nita. Aku tak akan membiarkan sesuatu apapun menghancurkan cinta kita.”
Mereka berpelukan erat, menikmati kehangatan cinta yang telah lama terpendam. Cinta mereka yang tulus dan setia telah menaklukkan segalanya.
Sejak hari itu, Ahmad dan Nita membangun kehidupan baru yang penuh cinta dan bahagia. Mereka bersama-sama mewujudkan mimpi mereka untuk membangun sekolah gratis untuk anak-anak miskin. Mereka bersama-sama menjalani hidup yang penuh arti dan makna. (H)
Hasan Hasir | jurnalis, tinggal Madura. Pegiat literasi dan seni budaya