Menegakkan Hukum Atau Keadilan?

Nusantarapedia.net | OPINI, POLHUKAM — Menegakkan Hukum Atau Keadilan?
Oleh : Dr. Tomy Michael
– bukankah kekuasaan kehakiman identik dengan menegakkan hukum? Betul, kekuasaan kehakiman adalah menegakkan hukum, namun ketika itu dinormakan, maka seolah-olah kekuasaan lainnya tidak ada kepentingan dengan menegakkan hukum. Sebagai contohnya kekuasaan eksekutif bertugas menegakkan hukum mengenai hubungan antar negara, misalnya hukum internasional. Bagaimana presiden bersikap atas terjadinya sengketa kewilayahan atau pekerja migran yang mengalami kekerasan dalam pekerjaan –
“Dalam perspektif masyarakat awam, kekuasaan legislatif identik dengan Dewan Perwakilan Rakyat atau Dewan Perwakilan Daerah, padahal kekuasaan presiden di dalamnya cukup besar. Kesalahan pertama yang harus diperbaiki yaitu mengubah nomenklatur kekuasaan kehakiman menjadi kekuasaan yudisial”
PERINGATAN Sumpah Pemuda selalu menyatakan semangat dalam keberagaman. Indonesia yang satu harus dipertahankan dalam keadaan apapun, sehingga masyarakat tetap bahagia. Kemudian melihat semangat Sumpah Pemuda dalam ranah kekuasaan kehakiman, tampaknya menjadi sorotan utama, apalagi adanya kasus terkait bebasnya seseorang di Surabaya beberapa waktu lalu.
Apabila membaca Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, termaktub bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia. Tidak ada yang salah dalam pasal ini karena juga mengacu pada Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
Para filsuf-filsuf terdahulu identik bahwa keadilan adalah hal yang dicari dengan ketidaktahuan. Artinya ketika itu ditanyakan, maka para filsuf akan menanyakan kembali akan suatu makna. Menegakkan hukum sebetulnya adalah tugas siapa pun sebagai manusia alamiah yang selalu memiliki rasa aman dalam hidupnya. Rasa aman adalah tindakan yang dilakukan tanpa merugikan orang lain, namun kembali lagi pada dirinya agar bisa bertahan hidup. Kemungkinan akan muncul pertanyaan, bukankah kekuasaan kehakiman identik dengan menegakkan hukum? Betul, kekuasaan kehakiman adalah menegakkan hukum, namun ketika itu dinormakan, maka seolah-olah kekuasaan lainnya tidak ada kepentingan dengan menegakkan hukum. Sebagai contohnya kekuasaan eksekutif bertugas menegakkan hukum mengenai hubungan antar negara, misalnya hukum internasional. Bagaimana presiden bersikap atas terjadinya sengketa kewilayahan atau pekerja migran yang mengalami kekerasan dalam pekerjaan.
Dalam kekuasaan legislatif, misalnya bagaimana Dewan Perwakilan Rakyat bisa menyelesaikan permasalahan adat dengan membuat undang-undang tentang pelindungan adat. Ketika Dewan Perwakilan Rakyat membuat undang-undang tentang pelindungan adat, maka mereka menegakkan hukum adat.