Mengarah ke-Dua Pasang Capres Koalisi Besar, Siapa yang Terkuat Melalui “Operasi Politik”

- hal ini hampir mirip dengan pola yang diterapkan pada Pilpres 2019 yang lalu -

16 Maret 2023, 12:35 WIB

Dugaan Tukar Tambah
Pemanggilan Johnny sebagai saksi oleh Kejagung yang dimungkinkan akan menjadi tersangka, bisa juga diduga, ditafsirkan adalah bagian dari politik tukar tambah, yang mana partai Nasdem dengan Ketua Umum Surya Paloh yang telah mengikrarkan Anies Baswedan sebagai capres partai Nasdem dengan koalisi bernama “Koalisi  Perubahan Indonesia” (KPI), bersama partai Demokrat dan PKS. Padahal Nasdem/Surya Paloh adalah bagian dari partai koalisi pendukung pemerintah. Dugaannya, bargainingnya adalah, pilih Nasdem menggagalkan Anies sebagai capres dari partai Nasdem (berhenti mengusung Anies) atau Johnny masuk bui. Kira-kira itu maksudnya sebagai dugaan.

Dengan demikian, keputusan itu ada di tangan Surya Paloh, harus seperti apa. Yang jelas, di bagian ini Paloh diuji (ditakar), seberapa kuat kekuatan politiknya, daya tahannya, dalam hubungannya dengan aspek hukum dan hal lainnya. Apabila sudah serumit itu, tentu Paloh dihadapkan pada banyak pilihan, sebagai konsekuensi berdiri di dua kaki, sebagai bagian dari koalisi dan bagian antitesis dari pemerintah dengan mengusung Anies.

Ragam pendapat publik Tanah Air mengemuka atas pemanggilan Johnny, yang mana setelahnya, pertemuan antara Surya Paloh dan Luhut Binsar Panjaitan diduga sebagai re-negoisasi ulang pengusungan Anies melalui KPI agar dihentikan, kalau tidak Johnny masuk bui, atau diduga juga berkaitan dengan eksistensi Surya Paloh sendiri pada banyak aspek, seperti hal bisnisnya, dalam pokok eksistensi Paloh secara keseluruhan bila tak ingin “redup”, karena Nasdem/Paloh yang jelas bagian dari koalisi, tentu sejauh mana dari kemanfaatan itu dipandang.

Padahal di satu sisi, niat awal Nasdem/Paloh  mengusung Anies juga dibaca secara pragmatis sebagai “vote getter” mendongkrak suara Nasdem pada Pileg 2024. Anies faktor yang unstoppable memang pas (cerdas) bila Paloh mengikrarkannya sebagai keuntungan meskipun berisiko. Dan atas deklarasi tersebut, publik terlanjur memandang Anies sebagai capres dari Nasdem yang seolah-olah pasti. Konsekuensinya, bila Nasdem menarik dukungan pada Anies, pun komitmen Paloh yang katanya tetap mengusung Anies, benar-benar pertaruhan “judi” bagi Nasdem/Paloh.

Berkaitan dengan status Johnny tersebut, dan membaca peta jalan manuver Paloh/Nasdem dalam mengusung Anies, maka mungkinkah Surya Paloh akan berkeputusan dengan; (1) Nasdem keluar dari koalisi pemerintah, dan fokus dalam pengusungan Anies bersama KPI. (2) Bila memang Johnny nanti dimungkinkan menjadi tersangka, ya, dilepas saja, biarlah hukum yang mengadili, tanpa adanya kompromi tukar tambah dengan menyetop Anies sebagai capres. (3) Mungkinkah Paloh mengumpulkan kekuatan dengan akan membuka peluang lahir “sprindik-sprindik” baru, atas apa yang diketahuinya sebagai bagian dari pemegang kunci (serang balik).

Dengan demikian, Surya Paloh akan dinilai oleh publik konsisten dengan keputusannya atau sebaliknya, dengan resume terkait dengan aneka-aneka pilihan tersebut yang itu seperti halnya “skakmat” dan harus ditempuh dengan mengambil keputusan salah satunya, yang mana siap dengan konsekuensi menang-kalah dan untung-rugi.

Kesimpulannya, Nasdem atau Surya Paloh masih berada di dua kaki, maka pengusungan Anies sebagai capres oleh partai Nasdem masihlah 50:50. Dan, Koalisi Perubahan Indonesia (KPI) rawan bubar adalah benar adanya.

Terkait

Terkini