Mengenal Character Building

Sebaliknya, negara yang memiliki kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak pada kepentingan warganya, sering menciderai kepentingan dan perjuangan warganya

23 November 2021, 10:51 WIB

Nusantarapedia.net — Mengenal Character Building

Istilah ini menjadi lebih sering mengemuka seiring berkembangnya kurikulum pendidikan di Indonesia. Character building adalah salah satu tujuan pokok pencapaian proses pendidikan di era digitalis ini. Dalam perkembangannya, tidak hanya di bidang pendidikan, digunakan sebagai konsep pengembangan diri di beberapa lembaga progresif. Apa itu character building?

Pengertian Character Building dalam segi bahasa, terdiri dari dua kata yaitu Character yang artinya watak, sifat, tabiat, akhlak, budi pengerti. Sedangkan Building, build adalah pembangunan atau membangun yang memiliki sifat memperbaiki, membina, memantau, mengevaaluasi, hingga mendampingi.

Menurut Modul Lembaga Administrasi Negara (LAN) RI, Character Building adalah suatu proses dan usaha yang dilakukan untuk membina, memperbaiki dan membentuk tabiat, watak, sifat kejiwaan, akhlak (budi pekerti), insan manusia(masyarakat) sehingga menunjukkan perangai dan tingkah laku yang baik yang berlandaskan nilai-nilai pancasila.

Character building sejatinya adalah proses yang kita jalani sehari-hari. Bagaimana kita berinteraksi, dengan siapa, bagaimana caranya, di lingkungan yang bagaimana secara terus menerus akan auto membentuk karakter kita,”

Berdasar pengertian di atas, character building adalah sebuah proses pembiasaan yang terus menerus dilakukan hingga terbentuk watak yang diinginkan. Proses ini membutuhkan sumber daya dan lingkungan yang mendukung sebagai pembentuknya. Di bawah ini adalah beberapa factor yang mempengaruhi pembentukan karakter;

  • Faktor Keluarga

Keluarga adalah entitas terkecil dan terdekat bagi setiap orang. Waktu terbanyak setiap orang adalah di dalam keluarganya. Orang tua adalah factor pembentuk karakter yang pertama dan utama. Apa yang diajarkan dan sikap-sikap yang dibiasakan menyumbang signifikan terhadap pembentukan karakter seseorang.

Anak yang tumbuh di lingkungan keluarga yang penuh kasih sayang, ia akan memiliki karakter yang welas asih. Beda dengan mereka yang dibesarkan dalam keluarga penuh konflik, kekerasan dan tekanan, ia akan tumbuh dengan karakter pemberontak, keras dan pendendam.

  • Faktor Lingkungan

Selain keluarga, lingkungan juga mempengaruhi karakter seseorang. Setelah mengenal dunia luar selain keluarganya, anak akan mulai mencoba mengenal lingkungan di luarnya. Kemampuan bersosialisasi mempengaruhi proses penerimaan dirinya pada suatu lingkungan.

Penerimaan yang baik dalam lingkungan yang baik akan membentuk seseorang dengan karakter yang baik pula. Namun, lingkungan yang huruk dan toxic akan membentuk seseorang sesuai karakter lingkungan itu, buruk dan toxic. Lingkungan yang buruk adalah lingkungan yang bertolak belakang dengan norma dan nilai-nilai yang berlaku, seperti lingkungan pemabuk, penjudi, pembuli, penjulid, dsb.

  • Faktor pendidikan

Tak dapat dipungkiri pendidikan sangat berpengaruh pada pembentukan karakter. Proses pembelajaran lembaga pendidikan mengacu pada kurikulum yang tentu saja memuat pembentukan karakter. Terlebih kurikulum terbaru menitik beratkan pada pembentukan karakter itu sendiri dari pada pencapaian akademisnya.

Seseorang yang (setidaknya) pernah dalam masa pendidikan, ia pernah dengan masif digembleng dalam lembaga pendidikan tentu berbeda dengan mereka yang sama sekali tidak pernah mendapatkan pendidikan.

Pendidikan di sini tidak hanya bicara tentang sekat formal yang bernama sekolah, melainkan semua upaya pendidikan baik formal maupun non formal, seperti sanggar, home schooling, kelompok belajar, dsb. Semua kegiatan pembelajaran tentu tidak hanya transfer knowledge, tetapi juga transfer attitude dan nilai-nilai. Karena di situlah esensi pembentukan karakter baik.

Dalam ajaran agama Islam bahkan disebutkan ‘dahulukan adab sebelum ilmu’, artinya adab yang baik, akhlak yang terpuji itu lebih penting dari ilmu yang akan ditimba. Artinya, pendidikan yang tidak bertujuan membentuk karakter adalah sia-sia dan omong kosong.

  • Faktor Agama

Sudah jelas, bahwa semua agama tentu mengajarkan nilai-nilai baik. Tentang pengabdian pada Sang Khalik, muamalah dengan manusia, budi pekerti, welas asih, dan kebaikan lain. Pengamalan agama seseorang mengahsilkan perilaku yang merefleksi karakter seseorang. Pengamalan agama tidak sehari dua hari, melainkan proses kontemplasi jiwa yang merasa sebagai ciptaan dan lemah.

Berkenaan hal tersebut (Indrianto B, 2011), pendidikan karakter saalah satunya yang hendak dikembangkan yaitu; Menumbuhkan kesadaran kita sebagai sesama makhluk Tuhan. Sebagai sesama makhluk, tidak pantas kalau kita itu sombong, seolah-olah merasa dirinya yang paling benar. Keutamaan kita justru terletak pada kemampuan untuk memberi manfaat bagi orang lain, termasuk memuliakan orang lain. Kesadaran sebagai makhluk Tuhan akan menumbuhkan rasa saling menghargai dan menyayangi. Tentu juga menumbuhkan sifat jujur karena Tuhan Maha Mengetahui; kita tidak bisa berbohong.

  • Faktor negara

Ini berkaitan dengan kebijakan. Passion yang terwadahi oleh kebijakan akan menghassilkan sikap positif bagi seorang warga. Pekerjaan dan hobi yang didukung oleh kebijakan negara tentu berefek bagi pembentukan karakter seorang warga. Ia akan menjadi pribadi berkarakter percaya diri, semangat, progresif dan cenderung mencintai tanah airnya.

Sebaliknya, negara yang memiliki kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak pada kepentingan warganya, sering menciderai kepentingan dan perjuangan warganya, kita akan menemukan warga yang cenderung pemberontak, etos kerja buruk (karena negara tidak memberi fasilitas yang semestinya), bahkan makar.

  • Faktor media sosial

Kini, menguasai teknologi informasi itu menjadi wajib ketika seseorang tak ingin diperdaya oleh zaman. Digitalisasi adalah keniscayaan. Menafikkannya bukan hal yang bijak sementara anak-anak kita sudah semakin mengakrabi dunia ini. Artinya, sebagai pendamping generasi, kitapun harus one step a head lebih maju dan mengerti medan.

Namun, kadang kala euforia melenakan. Penggunaan teknologi yang kebablasan pun membentuk karakter yang buruk. Alih-alih mendampingi anak, justru banyak orang dewasa yang kecanduan fasilitas teknologi berupa gadget. Akhirnya tidak hanya berdampak pada anak, dampak pada orang dewasa justru tak kalah membahayakan.

Penggunaan gadget pada orang dewasa seperti dua ujung mata pisau. Sisi positif yang tidak bisa didapat justru membentuk karakter buruk si pengguna. Game online, misalnya membuat si pengguna menjadi pemalas, hidupnya menjadi jauh dari orientasi. Waktu terbuang sia-sia untuk hal yang tak esensial. Juga penggunaan media sosial yang tak terlalu beresensi.

Pergaulan maya yang berlebihan membuat seseorang seperti berkarakter ganda. Bisa berperan menjadi siapapun di media sosial demi bisa bersosialisasi merdeka dengan teman maya sedunia. Dampak yang lebih ekstrim adalah menjauhkn diri dari keluarga (selingkuh, mengabaikan pengurusan anak, dsb).

Demikian, setidaknya ada enam factor yang mempengaruhi pembentukan karakter manusia. Kita sering menemukan kegiatan berbasis petualangan atau outing yang bertujuan character building.

Konsep character building tidak sesederhana itu, tidak bisa terwakilkan dalam kegiatan yang hanya berlangsung dalam hitungan jam. Hanya saja, kegiatan berbasis outing adalah salah satu sarana yang bisa dijadikan portofolio proses seseorang dalam upaya membentuk karakternya.

Character building sejatinya adalah proses yang kita jalani sehari-hari. Bagaimana kita berinteraksi, dengan siapa, bagaimana caranya, di lingkungan yang bagaimana secara terus menerus akan auto membentuk karakter kita. Secara psikologis seseorang akan menjauhi (run) dan tidak menyukai lingkungan yang buruk dengan orang-orang yang berperilaku buruk. Artinya, secara sadar setiap orang berkecenderungan ingin berkarakter baik.

Untuk itu, seminar-seminar bertajuk pembentukan karakter, kegiatan-kegiatan berbasis outing dan adventure yang menyelipkan tujuan character building adalah upaya untuk membangkitkan kembali kesadaran tentang karakter-karakter baik itu, bukan membentuk karakternya, karena pembentukan karakter adalah proses yang panjang.

Pentingnya Peran Orang Tua dalam Kesuksesan Seorang Anak
Perempuan dan Kerentanan Gangguan Mental

Terkait

Terkini