Mengenang 33 Tahun Ambruknya Jembatan Comal 1989
Pada tahun 1989, penulis hanya sekedar membuka kenangan, pada saat jembatan ambruk, akses lalu lintas menjadi sangat terganggu.

Nusantarapedia.net, Jurnal | Sejarah — Mengenang 33 Tahun Ambruknya Jembatan Comal 1989
“Begitulah ragam pengetahuan yang berkembang di masyarakat saat itu, sebab musabab ambruknya jembatan Comal yang selalu disertai narasi “klenik” atau mistis di dalamnya. Namun yang terpenting, bagaimana sebuah bangunan harus dilakukan perawatan rutin serta peruntukan konstruksi yang disesuaikan dengan kapasitas beban, itu yang harus menjadi perhatian. Tentu dalam hal ini pihak Bina Marga sudah melakukan tugas itu.”
SUNGAI Comal yang membelah daratan di sebelah timur kota Pemalang, merupakan salah satu sungai terbesar di provinsi Jawa Tengah, di samping Sungai Serayu yang mengalir melewati 4 Kabupaten, yakni Banyumas, Cilacap, Purwokerto dan Purbalingga.
Ada juga Sungai Bengawan Solo, Sungai Progo di Magelang, dan Sungai Pemali yang melintas di kabupaten Brebes.
Di atas Sungai Comal, berdiri sebuah jembatan besar, dimana pembangunan awalnya pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Membentang di atas sungai di antara beberapa desa di sekitarnya, yaitu Desa Ujunggede dan Jatirejo, sekaligus sebagai tapal batas antara kecamatan Comal dan Ampel gading.
Jembatan Comal pernah mengalami ambruk beberapa kali, yang pertama pada tahun 1923, kemudian disusul pada tahun 1989 dan yang terakhir pada tahun 2014 lalu.
Mengenang kejadian ambruknya jembatan, banyak spekulasi bermunculan di tengah masyarakat, baik secara logis maupun mistis.
Sedikit bisa dijelaskan, dari sisi konstruksi jembatan, karena selalu mengalami tekanan dari derasnya air berakibat tergerusnya konstruksi pondasi, di tambah beban kapasitas jembatan yang terus bertambah menjadikan beban berat jembatan, selain juga faktor usia jembatan.
Mengingat volume arus kendaraan yang melewati setiap hari terus meningkat, semakin menambah beban yang harus di tanggung jembatan baja ini. Arus kendaraan di jalan pantura yang melewati jembatan Comal, termasuk paling ramai di Indonesia, karena jalur utama trans Jawa yang menghubungkan Jakarta dan Surabaya. Ujung barat dan timur pulau Jawa.
Tidak seimbangnya beban dan perawatan rutin jembatan, beton-beton baja penyangga juga mengalami pergeseran sedikit demi sedikit karena terjangan derasnya arus sungai. Juga faktor getaran dari arus lalu lintas menjadi faktor pemicu ambruknya jembatan.




Di sisi lain menilik beberapa cerita masyarakat sekitar, menurut Mbah Karso, warga yang tinggal di sekitar bantaran sungai Comal. Sebab ambruknya jembatan sungai Comal sampai beberapa kali, karena gangguan makhluk halus penghuni sungai Comal kurang diperhatikan.
Seperti adanya makhluk astral Siluman Ular dan Buaya Putih, “mereka juga ingin disapa dan dihormati mas, diperhatikan atau ‘disowani,’ ” kata mbah Karso.
Banyak warga yang meyakini, bahwa ada 3 kerajaan di sekitar jembatan Comal, yakni; kerajaan pertama dihuni oleh siluman ular dan buaya, pusatnya di sekitar rumpun bambu.
Kerajaan kedua di atas jembatan itu sendiri. Rumah bagi makhluk kuntilanak dan sejenisnya yang kerap mengganggu pengguna jalan. Untuk kerajaan ketiga berpusat di makam tua yang lokasinya tidak jauh dari Jembatan Comal. Penunggu di kerajaan ketiga ini merupakan sosok kakek-kakek yang misterius.
Begitulah ragam pengetahuan yang berkembang di masyarakat saat itu, sebab musabab ambruknya jembatan Comal yang selalu disertai narasi “klenik” atau mistis di dalamnya. Namun yang terpenting, bagaimana sebuah bangunan harus dilakukan perawatan rutin serta peruntukan konstruksi yang disesuaikan dengan kapasitas beban, itu yang harus menjadi perhatian. Tentu dalam hal ini pihak Bina Marga sudah melakukan tugas itu.
Pada tahun 1989, penulis hanya sekedar membuka kenangan, pada saat jembatan ambruk, akses lalu lintas menjadi sangat terganggu. Untuk menghubungkan jalur darat di sebelah barat dan timur sungai harus menyeberangi sungai dengan perahu dan rakit “gethek.”
Menampilkan beberapa foto yang sudah 33 tahun berlalu, penulis terbayang kembali merasakan kejadian itu yang seperti terlintas nyata.



Sumber foto: Ator Blog, Sejarah Pemalang.
Legenda Buaya Putih di Kali Comal
Jalan Daendels Pantura, Jadikan Jawa Sebagai Kota Terpanjang Dunia
Bengawan Solo, Melintas Area dan Lini Masa (1)
Masjid Agung Keraton Surakarta
Widuri