Mengkaji Kembali Full Day School (FDS)

FDS merupakan sekolah yang menerapkan jam sekolah sehari penuh dengan beberapa jeda waktu istirahat. Sebelum Peraturan Kemendikbud No 23 Tahun 2017 tentang Full day school diberlakukan, sekolah swasta di Indonesia sudah banyak menerapkan model FDS pada peserta didiknya.

7 Juni 2022, 10:43 WIB

Nusantarapedia.net, Jurnal | Pendidikan — Mengkaji Kembali Full Day School (FDS)

“Penekanan tujuan pada kata “Orang tua menjadi tenang karena anak sehari penuh berada di sekolah” adalah semacam kampanye melepas tanggung jawab orang tua kepada anak. Fungsi orang tua sebagai teman anak mulai dari belajar, makan, bermain, hingga ibadah diambil alih oleh sekolah.”

Kini sedang tren model Full Day School (FDS), hingga sekolah di kota-kota kecil menerapkan model ini. Kesibukan manusia modern menuntut totalitas komitmen dalam pekerjaan mereka, sehingga tak heran banyak orang tua karir yang akhirnya kebingungan membagi waktu antara pekerjaannya dengan keluarga, terutama anak-anak.

Orang tua kekinian memilih sekolah berbasis full day sebagai alternatif pengasuhan anak selama orang tua masih dalam lingkungan kerja. Model sekolah sehari penuh sangat membantu para orang tua yang memang tidak banyak waktu dalam membersamai perkembangan anak sepenuhnya.

Lalu, apa itu Full Day School (FDS) itu?

Berikut definisi dan pengertian FDS dari beberapa sumber buku:

Menurut Baharuddin (2009), FDS merupakan sekolah sepanjang hari, atau proses belajar mengajar yang dilakukan mulai pukul 06.45-15.00 dengan durasi istirahat setiap dua jam sekali. Dengan demikian sekolah dapat mengatur jadwal pelajaran dengan pendalaman materi.

Menurut Hilalah (2009), FDS adalah suatu proses pembelajaran yang dilaksanakan sehari penuh yang menerapkan dasar integrated curriculum dan integrated activity yang berarti hampir seluruh aktivitas anak berada di sekolah, mulai dari belajar, makan, bermain, dan ibadah di kemas dalam dunia pendidikan.

Menurut Susanti dan Asyhar (2015), FDS adalah salah satu karya cerdik para pemikir dan praktisi pendidikan untuk menyiasati minimnya control orang tua terhadap anak di luar jam-jam sekolah formal sehingga sekolah yang awalnya dilaksanakan 5 sampai 6 jam berubah menjadi 8 bahkan sampai 9 jam.

Menurut Hasan (2004), FDS adalah proses pembelajaran yang diabadikan untuk mengembangkan seluruh potensi kepribadian siswa dengan lebih seimbang. Dan yang dimaksud dengan sistem 24 jam dimaksudkan sebagai ikhtiar bagaimana selama sehari semalam siswa melakukan aktivitas bermakna edukatif.

Awal kemunculan FDS sekitar tahun 1980-an di Amerika Serikat. Di negara ini, FDS diterapkan untuk pendidikan usia dini atau pendidikan taman kanak-kanak. Kemudian seiring waktu, berkembang pada tingkat sekolah dasar dan menengah. Sementara itu FDS di Indonesia mulai dikenal pada pertengahan tahun 1990 bersamaan dengan munculnya sekolah unggul swasta (excellent schools) yang mulai menerapkan FDS.

Dari beberapa pengertian di atas bisa disimpulkan bahwa FDS merupakan sekolah yang menerapkan jam sekolah sehari penuh dengan beberapa jeda waktu istirahat. Sebelum Peraturan Kemendikbud No 23 Tahun 2017 tentang Full day school diberlakukan, sekolah swasta di Indonesia sudah banyak menerapkan model FDS pada peserta didiknya. Hasilnya pun beragam tergantung bagaimana penerapan FDS itu dijalankan.

FDS bertujuan sebagai salah satu alternatif untuk mengatasi berbagai masalah pendidikan, baik dalam prestasi maupun dalam hal moral atau akhlak. Dengan mengikuti FDS, orang tua dapat mencegah dan menetralisir kemungkinan dari kegiatan kegiatan anak yang menjerumus pada kegiatan yang negatif.

Menilik Kembali Model FDS

Dihimpun dari beberapa sumber, manfaat FDS antara lain; Siswa memahami materi lebih dalam, orang tua menjadi tenang karena anak berada di lingkungan sekolah yang aman, siswa menjadi banyak waktu dala mengembangkan bakat dan kemampuannya melalui belajar praktek, Anak menjadi lebih baik sosialisasi dengan teman-temannya, kedekatan antara guru dan anak lebih terjalin, dsb.

Kelebihan FDS Menurut Baharuddin (2009), antara lain;

1) Pengaruh negatif kegiatan anak di luar sekolah dapat dikurangi seminimal mungkin karena waktu pendidikan anak di sekolah lama.
2) Anak didik oleh tenaga kependidikan yang terlatih dan profesional.
3) Adanya perpustakaan yang nyaman dan representatif sehingga membantu peningkatan prestasi belajar anak.
4) Siswa mendapat pelajaran dan bimbingan ibadah praktis.

Peserta didik pada hakikatnya digembleng dalam lingkungan sekolah salah satu tujuannya agar menjadi insan terdidik, memiliki ilmu yang dapat diterapkan nanti di dalam masyarakat. Masyarakat adalah entitas besar yang memiliki sifat sangat dinamis. Ia berada dalam pusaran zaman di mana perubahan adalah keniscayaannya.

Konsep FDS perlu dikaji efektivitasnya mengingat di Indonesia SDM pendidik masih banyak yang kurang mumpuni. Banyak sekali guru yang tidak memahami esensi dari penerapan FDS.

Salah satu yang paling disorot adalah tambahan tugas atau PR yang diberikan kepada anak-anak seusai jam pelajaran sekolah. Menurutnya, hal itu justru membuat anak-anak tertekan, karena seharusnya semua pelajaran sudah diselesaikan di sekolah, tidak perlu lagi ada PR dirumah. Peraturan yang seharusnya mampu memaksimalkan kemampuan anak-anak didik, justru malah membebani, karena para guru justru kurang memahami arti dari FDS ini.

Penekanan tujuan pada kata “Orang tua menjadi tenang karena anak sehari penuh berada di sekolah” adalah semacam kampanye melepas tanggung jawab orang tua kepada anak. Fungsi orang tua sebagai teman anak mulai dari belajar, makan, bermain, hingga ibadah diambil alih oleh sekolah.

Lalu, bagaimana nilai-nilai yang terkadung dalam peran tersebut? Apakah kemudian boleh menggeser nilai-nilai yang sudah begitu lekat tentang bagaimana anak dan orang tua itu terikat pula oleh pola pendidikan di rumah, yang tak hanya mengandalkan apa yang bisa diberi oleh guru di sekolah?

Belum lagi dampak negatif lainnya seperti; anak kelelahan karena kurangnya jam istirahat, hubungan orang tua yang menjadi tidak intens, jam belajar yang lebih panjang tidak menjamin pencapaian yang lebih baik, orang tua harus mengeluarkan biaya sekolah lebih tinggi, anak menjadi kurang dalam bersosialisasidi lingkungan masyarakat, dsb.

Sementara menurut Hasan (2006) Kelemahan FDS adalah sebagai berikut:

1) Sistem FDS acapkali menimbulkan rasa bosan pada siswa. Sistem pembelajaran dengan pola FDS membutuhkan kesiapan baik fisik, psikologis, maupun intelektual yang bagus. Jadwal kegiatan pembelajaran yang padat dan penerapan sanksi yang konsisten dalam batas tertentu akan menyebabkan siswa menjadi jenuh. Namun bagi mereka yang telah siap, hal tersebut bukan suatu masalah, tetapi justru akan mendatangkan keasyikan tersendiri, oleh karenanya kejelian dan improvisasi pengelolaan dalam hal ini sangat dibutuhkan. Keahlian dalam merancang FDS sehingga tidak membosankan.

2) Sistem FDS memerlukan perhatian dan kesungguhan manajemen bagi pengelola, agar proses pembelajaran pada lembaga pendidikan yang berpola FDS berlangsung optimal, sangat dibutuhkan perhatian dan curahan pemikiran terlebih dari pengelolaannya, bahkan pengorbanan baik fisik, psikologis, material dan lainnya. Tanpa hal demikian, FDS tidak akan mencapai hasil optimal bahkan boleh jadi hanya sekadar rutinitas yang tanpa makna.

Kembali pada keputusan orang tua bagaimana mengenali kesiapan anak dalam melewati proses belajarnya. Jika model full day sesuai dengan minat dan kondisi anak, terapkan saja. Namun pemerintah pun juga perlu melakukan evaluasi masif bagaimana efektivitas jika model belajar ini diterapkan.

Daftar Pustaka

• Baharuddin. 2009. Pendidikan dan Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
• Hilalah, Nur. 2009. Tesis – Pelaksanaan Full Day School di SD Plus Nurul Hikmah Pamekasan (Telaah Problematika Perkembangan Sosial Peserta Didik). Surayaba: IAIN Sunan Ampel Surabaya.
• Susianti, Purnama dan Asyhar, Ali. 2015. Pelaksanaan Full Day School Sekolah Dasar Islam Terpadu Al Huda Kecamatan Sangkapura Kabupaten Gresik (Studi Problematika Perkembangan Sosial Peserta Didik). Jurnal Pendidikan Vol.1, No.1.
• Hasan, Nor. 2006. Full day school (Model Alternatif Pembelajaran Bahasa Asing). Jurnal Pendidikan Islam, Vol.1, No.1 Tahun 2006.

Kemunduran Attitude, di Tengah Masifnya Pendidikan Karakter
Memilihkan Sekolah Untuk Anak di Awal Usia Sekolah
Paradoksal  Lagu Hymne Guru
Sejarah Perkembangan Kurikulum Pendidikan di Indonesia
Arah Pendidikan Nasional
Manajemen Pengetahuan, Tacit dan Explicit Knowledge, Apakah Itu?
Memaknai ”Indonesia Pusaka” di Tengah Wabah
Soneta Tatengkeng, ”Berikan Aku Belukar” Kekayaan Semesta yang Terabaikan dalam Proses Pembelajaran
Bukan Sultan, Tak Usah Gaya-gaya – Sederhana Saja, Bahagia Sepanjang Masa
Manfaat Perkembangan Teknologi di Bidang Pendidikan
Perempuan, Sastra dan Euforianya

Terkait

Terkini