Menjadi Pegiat Literasi
Artinya, budaya membaca dan menulis buku tetap dibutuhkan sebagai keseimbangan gaya digital yang masih berproses menemukan bentuknya.
Nusantarapedia.net, Jurnal | Pendidikan — Menjadi Pegiat Literasi
“Kebiasaan berliterasi bisa di mulai dari keluarga kecil kita. Menyemangati, menyediakan buku-buku, membuat rumah menjadi nyaman untuk membaca dan yang paling penting menjadi teladan bagi mereka untuk giat membaca.”
Literasi adalah kemampuan membaca dan menulis secara kontekstual (pemahaman). Rendahnya minat baca suatu masyarakat sangat mempengaruhi kualitas bangsa itu sendiri.
Indonesia berada diposisi 10 besar negara terbawah yang memiliki tingkat literasi rendah, menempati ranking ke 62 dari 70 negara-negara berkaitan dengan budaya literasi. Berdasarkan survei yang dilakukan Program for International Student Assessment (PISA) yang di rilis Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) pada tahun 2019.
Hasil tersebut sudah meningkat dibandingkan pernyataan UNESCO, Indonesia menempati urutan kedua dari bawah soal literasi. Minat baca masyarakat Indonesia sangat rendah, hanya 0,001%. Bila dikonversi, dari 1.000 orang hanya 1 orang yang rajin membaca.
Sedangkan riset yang dilakukan oleh World’s Most Literate Nations Ranked untuk Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016 lalu, Indonesia menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara, berada di bawah Thailand dengan urutan ke 59 dan di atas Bostwana dengan rangking 61.
Pada 2018, seiring terus berkembangnya media digital di dunia, terutama di Indonesia, lembaga riset digital marketing Emarketer memperkirakan pada 2018 jumlah pengguna aktif smartphone di Indonesia lebih dari 100 juta orang. Menjadikan sebagi negara dengan pengguna aktif smartphone empat besar dunia bersama Cina, India, dan Amerika.
Pada tahun 2021, jumlah pengguna smartphone di Indonesia meningkat drastis. Menurut Kementerian Komunikasi dan Informatika menyatakan, jumlah pengguna smartphone mencapai 167 juta orang atau 89% dari total penduduk Indonesia.
Dengan data pengguna smartphone di Indonesia yang begitu tinggi, apakah ada korelasi dengan minat baca dan tulis masyarakat Indonesia. Mengingat, saat ini dunia telah memasuki era Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0. Bagaimana paradigma literasi baru bagi Indonesia?
Hal ini merupakan tantangan bagi masyarakat Indonesia, meskipun literasi diwadahi dalam bentuk apapun, bagaimana ruh dari minat hingga budaya literasi dapat terus tumbuh. Dengan demikian transformasi media juga perlu dilakukan menyesuaikan perkembangan jaman dengan mengimplementasikan pada bentuk literasi baru dari literasi lama, seperti membaca dan menulis.
Namun demikian, yang paling pokok sebelum melangkah lebih lanjut, bagaimana literasi Indonesia bisa sejajar dengan negara-negara di dunia perihal literasi, meskipun dalam bentuknya yang masih konvensional. Artinya, budaya membaca dan menulis buku tetap dibutuhkan sebagai keseimbangan gaya digital yang masih berproses menemukan bentuknya.
Rendahnya minat baca seolah semakin diperparah dengan semakin gencarnya terobosan media berbasis visual.
Gerakan cinta buku, tak semudah membalik telapak tangan. Perjuangan mengembalikan spirit membaca buku berhadapan dengan para garong kapitalis media berbasis hiburan visual.
Untuk itu, pegiat literasi di Indonesia adalah pekerjaan yang penuh tantangan. Mengapa? Bicara budaya literasi, artinya kita diajak untuk menyelami kebiasaan-kebiasaan baik anak-anak bangsa, artinya lagi ini berkaitan dengan pola didik para orang tuanya.
Tidak dipungkiri minat membaca anak-anak bangsa masih sangatlah rendah. Penelitian menunjukkan bahwa indonesia menempati peringkat ujung dalam hal minat di antara beberapa negara yang menjadi sampel.
Tapi kita tidak perlu menjadikan hasil penelitian tersebut sebagai parameter saat kita mempunyai cita-cita menghidupkan budaya literasi.
Kebiasaan berliterasi bisa di mulai dari keluarga kecil kita. Menyemangati, menyediakan buku-buku, membuat rumah menjadi nyaman untuk membaca dan yang paling penting menjadi teladan bagi mereka untuk giat membaca.
Membaca itu jendela ilmu. Jargon tua ini masih terus berlaku sampe kapanpun. Karena dengan membaca kita bisa tahu pengetahuan, sejarah, penemuan, tokoh-tokoh, berita, cerita, dsb.
Kini, banyak akses yang menyediakan kemudahan agar kita bisa memperbanyak khasanah ilmu melalui kegiatan membaca.
Aktivitas ini kini juga tak harus dilakukan secara khusus dan masif dengan mendatangi perpustakaan-perpustakaan.
Kemajuan teknologi menyediakan fasilitas android yang sangat berguna untuk manusia modern.
Kemunculan android sangat memudahkan akses manusia modern tidak hanya dalam hal komunikasi tapi juga mobilisasi dan akses knowledge.
Artinya, banyak ilmu pengetahuan yang bisa didapat melalui kegiatan searching pada jendela google atau alat pencarian lain yang terhubung dengan internet.
Pengguna tinggal memasukkan kata kunci yang berhubungan dengan informasi yang akan kita cari. Pengetahuan apapun bisa kita dapat melaui internet.
Terlepas dari dampak euforia penggunaan android, tidak bisa dipungkiri kita sangat membutuhkannya.
Informasi kini tak ubahnya sudah menjadi kebutuhan primer. Melek teknologi sudah menjadi keharusan mutlak jika tak ingin tertinggal.
Ini artinya, kemampuan dan kebijaksanan sangat diperlukan dalam membaca dan menelaah suatu berita dan informasi agar kita mendapat ilmu pengetahuan baru yang benar. Bukan berita bohong.
Dengan membaca, pengetahuan dan wawasan kita akan tumbuh subur. Orang yang banyak pengetahuan ia akan arif memiliki banyak alternatif solusi dalam menghadapi persoalan karena mempunyai banyak referensi.
Juga tidak akan mudah termakan info hoax karena orang yang menjadi korban info hoax biasanya adalah mereka yang justru kurang membaca. Sehingga kurang wawasan, tidak bijak menanggapi informasi-informasi yang berseliweran.
Begitu banyak dan penting sekali manfaat membaca. Membaca itu mudah, murah dan menyenangkan. Tidak harus menunggu jam sekolah atau jam kuliah agar bisa berkunjung ke perpustakaan untuk membaca.
Manfaatkan androidmu untuk hal-hal positif dan jangan menyerah menjadi pegiat literasi, setidaknya pegiat untuk diri sendiri.
Saatnya anak-anak kembali pada fitrahnya. Merangkul mereka kembali dalam hangatnya canda keluarga yang lugas.
Membacakan buku cerita yang sarat pesan moral hingga mereka sadar bahwa keluarga dan buku-buku adalah hiburan paling hangat dan menyenangkan, bukan gadget.
Arah Pendidikan Nasional
Hari Kartini, Momentum Literasi Perempuan
Dekonstruksi Pemahaman Teori Kritis
Editor Bagai Matador
Perubahan Kurikulum atau Peningkatan Kompetensi Guru?