Menjadikan Bulan Muharram Sebagai Tonggak Kemenangan Umat Islam

Nusantarapedia.net | JURNAL, RELIGI — Menjadikan Bulan Muharram Sebagai Tonggak Kemenangan Umat Islam (Sidang Khutbah Jumat edisi ke-367 – 21/7/2023)
Oleh: Ust. Wahyudin, S.Pd. (Sekretaris 1, PW Ikadi/Ikatan Da’i Indonesia DIY)
ا حلَْ حمَدُ هلَِلَّ ا هلََّ حي خَلقََ الشُّهُ حورَ وَا حلَْ حعوَام، وَال هساعََتَ وَا حلَْيهام، وَفاَوَتَ بيَحنَهَا فَِ الحفَ حضلَ وَا حلَْ حكرَا م
أ حشَهَدُ أ حنَ لََ إَلَََ إ هلََ الله و ححَدَهُ لََ شَََحيكَ لََ، مُ حنَْلُ رحََََاتهََ عََلَ ا هلدوَام، وَأ حشَهَدُ أ ه نَ مُُ همَدًا عَبحدُهُ وَرسَُ حولَُُ، سَامَِ الحمَ حنَْلةََ وَعََلَِ الحمَقَام .
الَهلهُه م صَلِّ وسََل حمِّ عََلَ حَبَيحبَناَ وشََفَيحعَناَ وَقُ هرةَ أ حعَيُنَناَ مُُ همَدٍ رسَُ حولَ اللهَ وعَََلَ آلَََ وَ صَ ححبَهَ وَمَ حن سَارَ عََلَ نَ حهجَهَ إلَََ ي حوَمَ الزحَِّ ام.
أ همَا بَ حعدُ؛
فَياَ عَباَدَ الله، اَ هتقُ حوا اللهَ حَ هق تُقََاتهََ وَلََتَمُ حوتُ هن اَ هلَ وَأ حنَتُ حم مُ حسلَمُ حونَ. قاَلَ الله تَعَالََ: أعََُ حوذُ باَللهَ مَنَ ال هشيحطَانَ ال هرجَيحمَ: «ياَ أيُُّهَا الَََُّّينَ آمَنوُا اتَُّقُوا الِلََُّّ حَقَُّ تُقَاتهََ وَلََ تَمُوتُنَُّ إلَََُّ وَأ حنت حمُ مُ حسلَمُونَ»
Sidang Jumat yang dirahmati Allah Swt.
Ada satu bulan di dalam Islam yang mendapatkan kedudukan istimewa di antara bulan-bulan lainnya. Dia adalah bulan Muharram, satu di antara bulanbulan yang mulia yang diharamkan berperang di bulan ini. Kemuliaan bulan pertama pada kalender Hijriah ini tercatat dalam Alquran bersama tiga bulan lainnya. Muharram dipandang sebagai bulan yang utama setelah Ramadhan, yang karenanya kita disunnahkan berpuasa pada tanggal 10 Muharram yang disebut dengan puasa Asyura.
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman mengenai keutamaan bulan ini:
إَ ه ن َع هد ةَ الشُّهُو رَ َعنح دَ ا ه لِلَّ ا حثناَ عَ شََ شَ حه ًر ا فَِ َكتَا بَ ا هلِلَّ ي حوَ مَ خَلقََ ال هسمَا َواتَ َو ا حلَْ حر ضَ
مَنحهَا أ حرَبَعَ ة حُرُ م ذَلَٰكََ الدِّي نُ الحقَيِّ مُ ۚ فَ لَ تَح ظلَمُو ا فَيهَ ه ن أ حنَفُسَكُ ح م وَقاَتلَوُ ا الحمُ حشَكَيَ كََ هفةً كَمَا يُقَاتلَوُنكَُ ح م كََ هفةً ۚ وَا حعلمَُو ا أ ه نَ ا ه لِلَّ مَ عَ الحمُ هتقَيَ
“Sungguh bilangan bulan pada sisi Allah terdiri atas dua belas bulan, dalam ketentuan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketentuan) agama yang lurus. Janganlah kamu menganiaya diri kamu pada bulan yang empat itu. Perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka memerangi kamu semuanya. Ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa.” (Q.s. At-Taubah: 36).
Keempat bulan yang dimaksud adalah Dzulqa’idah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits Rasulullah Saw.
الزَُّمَانُ قدََ اح ستدََارَ كَهَيحئتََهَ ي حوَ مَ خَلقََ السَُّمَوَاتَ وَالَْ حرضَ، السَُّنَةُ ا حثناَ عَ شََ شَ حهرًا، مَنحهَا أ حرَبَعَ ة حُرُ م، ثلََث ةَ مُتوََالََِا ت ذُو الحقَ حعدَةَ وَذُو ا حلَْجَُّةَ وَالحمُحَرَُّمُ، وَرجََبُ مُضََ
الَََُّّى ب حيََ جَُُادَى وشََ حعباَنَ
“Zaman berputar seperti hari Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun itu terdiri dari 12 bulan, di antaranya empat bulan haram, tiga bulan berurutan,
Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Muharram. Adapun Rajab yang juga merupakan bulannya kaum Mudhr, berada di antara Jumadil Akhir dan Sya’ban,” (H.r. BukhariMuslim).
Sidang Jumat yang dirahmati Allah Swt.
Bulan Muharram juga dijadikan sebagai awal bulan tahun hijriah. Mengenai hal ini, ada riwayat singkat penetapan bulan Muharram sebagai awal tahun. Sebagian sahabat berkata pada ‘Umar, “Mulailah penanggalan itu dengan masa kenabian”; sebagian berkata: “Mulailah penanggalan itu dengan waktu hijrahnya Nabi”. ‘Umar berkata, “Hijrah itu memisahkan antara yang hak (kebenaran) dan yang batil. Oleh karena itu, jadikanlah hijrah itu untuk menandai kalender awal tahun Hijriah”. (Tafsir Ibn Katsir)
Pada hari tersebut umat Islam disunnahkan untuk berpuasa. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dijelaskan,
عَنَ ابحنَ عَ هباسٍ رضَََِ اللهُ عَنحهُمَا، قاَلَ: قَدَ مَ رسَُولُ اللهَ صَ هلَّ اللهُ عَليَحهَ وسََلهمَ الحمَدَينَةَ،
فوَجََدَ اح لَِهُودَ يصَُومُونَ ي حوَمَ عََشُورَاءَ فسَُئلَوُا عَ حن ذَلكََ؟ فَقَالوُا: هَذَا ا حلِ حوَمُ ا هلََّي أ حظَهَرَ
اللهُ فَيهَ مُوسََ، وَبَنَِ إ حسََْائَيلَ عََلَ فَ حرعَ حونَ، فَنَ ححنُ نصَُومُهُ تَ حعظَيمًا لََُ، فَقَالَ ا هلنبَُِّ صَ هلَّ
اللهُ عَليَحهَ وسََلهمَ: نََحنُ أح وَلََ بمَُوسََ مَنحكُ حم فأَمََرَ بصََ حومَ هَ
Dari Ibnu Abbas RA, beliau berkata, “Rasulullah ﷺ hadir di kota Madinah, kemudian beliau menjumpai orang Yahudi berpuasa di bulan ‘Asyura, kemudian mereka ditanya tentang puasanya tersebut, mereka menjawab: hari ini adalah hari ketika Allah ﷻ memberikan kemenangan kepada Nabi Musa AS dan Bani Israil atas Fir’aun, maka kami berpuasa untuk menghormati Nabi Musa. Kemudian Nabi bersabda: Kami (umat Islam) lebih utama dengan Nabi Musa dibanding dengan kalian, Kemudian Nabi Muhammad memerintahkan untuk berpuasa di hari ‘Asyura.” (H.r. Muslim)
Oleh karena itu, sudah selayaknya kita juga menjadikan bulam Muharram sebagai tonggak kemenangan umat Islam. Mengapa umat Islam harus bangkit kembali? Karena pada saat ini, kondisi kaum Muslimin diibaratkan seperti sebuah makanan dalam hidangan yang banyak diperebutkan oleh orang-orang yang kelaparan dari segala penjuru. Bukan dikarenakan jumlah mereka yang sedikit, tetapi “rasa takut dan gentar” terhadap kehebatan kaum Muslimin telah hilang dari musuh-musuh mereka. Penyebab utamanya karena telah berjangkitnya penyakit wahn (cinta dunia dan takut mati) di sebagian besar umat Islam.
Hal ini sesuai dengan ramalan Rasulullah Saw. dalam sabdanya:
عَ ح ن ث حوَبَانَ قاَ لَ قاَ لَ رسَُو لُ ا لِلََُّّ -صلَّ الله علي ه وسل م- يوُشَكُ الُْمَ مُ أ حنَ تدََاعَ عَليَحكُ ح م كَمَا تدََاعَ الَْكَل ةَُ إ لَََ قَ حصعَتَهَا. فَقَالَ قاَئ لَ: وَمَ ح ن قلَُّةٍَ نََحنُ ي حوَمَئ ذٍَ؟ قاَلَ : ب حلَ
أ حنَتُ ح م ي حوَمَئَ ذٍ كَثَ ي ، وَلكََنكَُُّ ح م غُثاَ ء كَغُثاَءَ السَُّيحلَ . وَلَِ حنََْعَنَُّ الِلَُُّّ مَ حن صُدُو رَ عَدُوَُّكُ مُ الحمَهَاب ةََ مَنحكُح م، وَلَِ حقَذَفَ نَُّ ا لِلَُُّّ فَ قلُوُبكَُ مُ الحوهََنَ . فَقَا لَ قاَئ لَ: ياَ رسَُو لَ ا لِلَُّّ، وَمَا
الحوَهَنُ ؟ قَا لَ: حُ بُُّ الدُُّ حنياَ وَكَرَاهَيَ ةُ الحمَ حو تَ
Dari Tsauban, ia berkata, telah bersabda Rasulullah Saw., “Hampir saja bangsa-bangsa memangsa kalian sebagaimana orang lapar menghadapi meja penuh hidangan.”
Seseorang bertanya “apa saat itu kita sedikit?” jawab beliau “bahkan saat itu kalian banyak, akan tetapi kalian seperti buih di laut. Allah akan cabut rasa takut dari dada musuh kalian, dan Allah sungguh akan mencampakkan penyakit wahn dalam hatimu.”
Seseorang bertanya “Ya Rasulullah apa itu wahn?” beliau menjawab “cinta dunia dan takut mati” (H.r. Abu Daud dan Imam Ahmad).
Oleh karenanya, sekali lagi, momentum 1445 Hijriah harus kita jadikan sebagai titik tolak kesadaran umat Islam untuk meraih kemenangan dan kejayaan Islam yang telah lama menghilang.