Menunggu Bunda Pulang
Keesokan harinya, Shanaz terbangun lebih pagi. Dia harus menyiapkan sarapan untuk dirinya dan Linda. Pagi itu, Shanaz menemukan surat di atas meja.
Surat itu bertuliskan, “Bunda sayang Shanaz dan Linda. Bunda tahu kalian pasti sedih tanpa bunda. Bunda ingin menjelaskan semuanya, tapi bunda takut melukai hati kalian. Bunda ingin kalian bahagia. Bunda sering pergi bukan karena bunda tidak mencintai kalian. Tapi bunda ingin mencari kebahagiaan sendiri. Semoga kalian baik-baik saja. Maafkan Bunda.”
Shanaz meneteskan air mata. Bunda selalu meninggalkan surat untuk mereka. Aryati selalu pulang ketika dua anaknya sudah lelap tidur dan pergi ketika mereka belum terbangun dari tidurnya. Hari demi hari berlalu, Bunda datang dan pergi dengan misterius.
Shanaz dan Linda menjalani hari-hari mereka dengan kesedihan. Mereka hanya bisa berharap, suatu hari nanti bunda akan lebih banyak tinggal di rumah dan melewati hari sepenuhnya dan bermain seru seperti ibu teman-temannya yang setiap hari selalu ada bersama.
“Dek, kita harus kuat ya,” kata Shanaz, mencoba menguatkan adiknya. “Kita harus belajar mandiri, kita harus bisa hidup tanpa bunda.”
Tapi di balik tekadnya yang kuat, Shanaz menangis dalam diam. Dia merindukan menghabiskan hari bersama bunda, merindukan kasih sayang bunda.
Suatu malam, Shanaz mendengar suara ketukan pintu. Sejenak jantungnya berdebar kencang. Mungkinkah itu bunda? Shanaz buru-buru membukakan pintu.
“Kak, bunda!,” teriak Linda gembira.
Shanaz menatap orang yang berdiri di depan pintu. Dia bukan bunda, melainkan seorang wanita paruh baya dengan wajah yang sudah akrab, mengaitkan tangannya di pundak Linda.
“Shanaz dan Linda, Mama Rina tahu kalian pasti sedih nggak ada bunda. Mama datang untuk mengajak kalian pulang,” ujar wanita itu dengan mata berkaca-kaca.
Shanaz tercengang. Wanita ini adalah Mama Rina, seorang tetangga, ibu dari Lita, anak semata wayang. Rumahnya hanya berjarak beberapa rumah di blok yang sama.
“Mama berjanji akan menyayangi kalian seperti anak mama sendiri. Mama akan menjaga kalian.”
Shanaz menatap Linda, air mata mengalir deras di pipinya. Mereka didera rindu karena Aryati, sang bunda, telah beberapa hari tak pulang entah kemana.
Shanaz dan Linda diantar ke rumah baru mereka. Rumah itu luas dan nyaman, jauh lebih besar dari rumahnya sendiri. “Kalian akan tinggal bersama Mama Rina dan kakak Lita,” ujar Mama Rina sambil mengelus lembut rambut Shanaz.
Shanaz dan Linda merasakan kebingungan. Mereka bingung dengan kehidupan baru ini. Kenapa mereka harus tinggal di sini? Kenapa bukan bunda yang menginginkan bersama mereka? Segala pertanyaan menggerogoti hati mereka.
Hari-hari berlalu, Shanaz dan Lina beradaptasi dengan kehidupan baru. Mereka mulai akrab dengan kakak baru mereka, seorang gadis bernama Lita. Lita baik hati dan perhatian.
Pada suatu sore ketika Shanaz dan Lina pulang ke rumahnya sendiri untuk mengambil pakaian, Lina bertanya pada Shanaz, “Kak, kenapa bunda selalu pergi meninggalkan kita?” tanya Linda sambil menatap foto bundanya di meja ruang tamu.
“Bunda sibuk banyak pekerjaan. Tapi bunda selalu mencintai kita,” jawab Shanaz dengan lembut.
Linda hanya terdiam. Dia masih merasa bingung dengan jawaban kakaknya. Kenapa bunda tidak pernah bercerita tentang pekerjaannya? Kenapa bunda sering meninggalkan mereka?
Shanaz dan Linda, meskipun dihibur oleh Mama Rina dan Lita, tapi Shanaz masih terbayang-bayang oleh misteri pekerjaan Bunda yang kerap tak pulang beberapa lamanya. Rumah baru mereka memang nyaman, tapi tak ada yang bisa menggantikan kehadiran Bunda.