Moda Transportasi Massal Modern Jakarta Integrasi Masa Depan. Perbedaan KRL, MRT, LRT, BRT dan Non BRT Bus Listrik (1)

Akhirnya, adaptasi sistem transportasi sebagai mobilitas masyarakat kota di wilayah Jabodetabek diperlukan upaya-upaya baru yang revolusioner untuk mendorong masyarakat merubah kultur dari menggunakan kendaraan pribadi ke transportasi massal.

13 Juni 2022, 22:52 WIB

Nusantarapedia.net, Jurnal | Pekerjaan Umum — Moda Transportasi Massal Modern Jakarta Integrasi Masa Depan. Perbedaan KRL, MRT, LRT, BRT dan Non BRT Bus Listrik

“Tata ruang wilayah perkotaan sudah sesak digunakan untuk fungsi pemukiman, perkantoran dan bisnis, ruang terbuka hijau, serta bangunan infrastruktur/utilitas kota lainnya yang juga penting dalam bagian tata laksana hidup masyarakat Jakarta dan Jabodetabek, sehingga solusi penambahan dan pelebaran jalan menjadi mustahil.”

MODA transportasi umum adalah layanan angkutan penumpang dengan sistem perjalanan kelompok yang disediakan oleh penyelenggara (pemerintah/swasta) untuk digunakan oleh masyarakat umum sebagai transportasi umum atau publik.

Operasionalnya sesuai jadwal pada rute khusus yang telah ditetapkan. Pada umumnya di kota-kota dunia dikenakan tarif murah perjalanan.

Keberadaan transportasi massal diterapkan di kota-kota besar yang padat, guna efektivitas dan efisiensi di semua bidang bagi semua penduduk kota, khususnya hal mobilitas.

Efektivitas dan efisiensi di dalamnya tidak hanya menjadi jawaban atas problem ekonomi dan keuangan, namun juga menyangkut penghematan energi, problem ekologi, kesehatan manusia, tata ruang dan wilayah, serta efektivitas akan waktu. Selain fungsi yang lain pada tingkat keterpengaruhan dan dampak sosiologis sebagai fungsi tujuan dibangunnya moda transportasi massal dan dampaknya bila tidak menerapkan moda transportasi massal.

Pada pokoknya, keberadaan moda transportasi massal juga dimaknai untuk peningkatan kualitas hidup manusia di tengah dinamika sosial masyarakat yang terus berkembang dan berubah dengan masalah-masalah yang ditimbulkan, terutama demografi dan ruang.

Salah satu kota di Indonesia dengan jumlah penduduk yang tinggi adalah Jakarta, pastinya. Menurut data dari ejournal.stkipbbm.ac.id. Penduduk DKI Jakarta tahun 1870 berjumlah 65.000 jiwa, 1901 : 115.900, 1945 : 600.000, 1971 : 4.546.692, 2005 : 8.450.306, 2011 : 9.752.100, 2016 : 10.277.626, dan menurut BPS 2021 Jakarta berpenduduk 10.609.681. Total penduduk se-Jabodetabek berjumlah 29.000.000 jiwa.

Jumlah penduduk Jakarta atau dalam satu kawasan se-Jabodetabek terus mengalami lonjakan yang tinggi, meski rasio urbanisasi menurun, terutama setelah periode tahun 1990-2000-an hingga sekarang. Namun demikian, gairah daerah di luar DKI (Jabodetabek) terus mempermudah arus kepindahan penduduk, hal ini berkaitan dengan dibukanya tata ruang pemukiman baru sebagai dampak dari pembangunan daerah.

Akhirnya, adaptasi sistem transportasi sebagai mobilitas masyarakat kota di wilayah Jabodetabek diperlukan upaya-upaya baru yang revolusioner untuk mendorong masyarakat merubah kultur dari menggunakan kendaraan pribadi ke transportasi massal.

Bisa dibayangkan bila penduduk Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) dengan mobilitas yang tinggi dari dan ke tujuan Jakarta menggunakan mobil pribadi berupa mobil dan sepeda motor. Pastinya akan macet hingga berhari-hari. Artinya, kepunyaan kepemilikan jumlah kendaraan bermotor warga Jakarta sangat tinggi.

Menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta 2020, jumlah kendaraan bermotor mulai dari sepeda motor, mobil, hingga bus yang memadati jalanan Ibu Kota Jakarta sejumlah 20.221.821 unit.

Rasio jumlah ruas dan lebar jalan dengan jumlah kendaraan bermotor pribadi sudah tidak seimbang lagi. Pastinya, membangun kembali jalan baru dan sistem pelebaran jalan bukan sebagai solusi dan hampir tidak mungkin dilakukan di Jakarta dan beberapa titik di Jabodetabek.

Tata ruang wilayah perkotaan sudah sesak digunakan untuk fungsi pemukiman, perkantoran dan bisnis, ruang terbuka hijau, serta bangunan infrastruktur/utilitas kota lainnya yang juga penting dalam bagian tata laksana hidup masyarakat Jakarta dan Jabodetabek, sehingga solusi penambahan dan pelebaran jalan menjadi mustahil.

Pun masih ditambah persoalan lainnya dengan mudah dan murahnya membeli kendaraan baru yang juga ditangkap di bagian lain sebagai upaya menumbuhkan ekonomi dan keuangan dari bisnis jual beli kendaraan bermotor. Dampaknya, terjadi mis di dalamnya.

Dengan demikian, salah satu solusinya untuk hal mobilitas warga kota agar tetap terhubung dengan cepat dengan tidak mengorbankan hal lainnya, adalah dibangunnya sistem moda transportasi massal. Dengan demikian, budaya membeli kendaraan baru yang mengandung implikasi boros dan menimbulkan problem lingkungan dan dampak lainnya, sudah tidak menjadi keharusan kepunyaan bahkan standar gaya hidup.

Akhirnya, Jakarta dari tahun ke tahun, terus berbenah dengan membangun infrastruktur transportasi massal yang maju dan modern yang terkoneksi dan terintegrasi sebagai jawaban saat ini dan mendatang dengan aspek fungsi seperti di atas.

Perjalanan moda transportasi massal Jakarta sampai saat ini (2022), telah mempunyai sedikitnya lima moda transportasi massal modern, yakni KRL, MRT, LRT, BRT dan Non BRT Bus Listrik.

Nah berikut ini selayang pandang dari kelima moda transportasi massal di Jakarta. Apa yang dimaksud dengan KRL, MRT, LRT, BRT dan Non BRT Bus Listrik.

5 Moda Transportasi Massal Modern Jakarta

1) Moda Transportasi Massal Jakarta berupa KRL

KRL Commuter Line atau Kereta Rel Listrik adalah layanan moda transportasi massal berupa kereta dengan rel listrik komuter.

Dioperasikan oleh PT Kereta Commuter Indonesia (KAI Commuter), anak perusahaan dari PT Kereta Api Indonesia (Persero) (PT KAI). KRL Commuter Line tidak satu bendera dengan moda transportasi milik BUMD DKI Jakarta, seperti LRT, MRT, BRT dan Bus Listrik. Namun demikian, operasional dan pasar terbesarnya tetap berada di Jakarta (Jabodetabek). KRL Commuter Line Jabodetabek ini tetap menjadi bagian penting dalam sistem transportasi yang ada di DKI Jakarta.

Saat ini KRL Commuterline di Indonesia hanya beroperasi melayani rute komuter di dua wilayah, yakni Jabodetabek serta lintas Yogyakarta–Solo.

Jalur KRL yang digunakan saat ini di Jabodetabek dan Solo merupakan upaya transformasi elektrifikasi yang telah digaungkan sejak pemerintahan Hindia Belanda 1917 oleh perusahaan perkeretaapian Hindia Belanda, Staatsspoorwegen (SS).

Tonggak baru kemajuan KRL dengan rupa KRL seperti saat ini (2022) di Jabodetabek, terjadi pada tahun 2017, dari bendera PT. KAI Commuter Jabodetabek berganti nama menjadi PT. Kereta Commuter Indonesia (KCI), setelah melakukan reformasi sistem perkeretaapian yang dilakukan oleh PT. KAI di seluruh Indonesia, khususnya Jabodetabek.

Basis dari KRL Commuter Line juga sebagai inisiasi transformasi moda transportasi massal modern di Jabodetabek dari sistem kereta api konvensional menuju kereta berbasis rel listrik. Yang mana sebelumnya, kereta konvensional sudah sebegitu semrawutnya akan tata kelola dan infrastruktur di dalamnya, juga menyangkut koneksi dan integrasinya sebagai jawaban kebutuhan mobilitas warga Jabodetabek.

Pada awal penerapan sistem/pola loopline pada tahun 2011, Commuterline Jabodetabek memiliki 5 jalur dan 8 relasi. Jalur tersebut adalah; Lin Bogor, Lin Rangkasbitung, Lin Lingkar Cikarang, Lin Tangerang, Lin Tanjung Priok, dan Lin Yogyakarta yang di buka tahun 2021.

Sepanjang 2020, KCI melayani 154.592.886 pengguna. Hingga Maret 2021, KCI mempunyai 1.196 unit KRL yang beroperasi melayani 80 stasiun di wilayah Jabodetabek dengan jangkauan rute mencapai 418,5 km. Jumlah penumpang KRL Commuterline Jabodetabek tahun 2022 ini berkisar antara 450-550 ribu penumpang per-Harinya.

Tarif KRL Commuterline cukup terjangkau, Rp.3.000 sebagai tarif dasar pada perjalanan 25 kilometer pertama. Lalu, per-10 kilometer selanjutnya dikenakan tarif sebesar Rp.1.000.

2) Moda Transportasi Massal Jakarta berupa MRT

MRT (Mass Rapid Transit) atau dengan istilah Indonesia yang juga dengan singkatan MRTJ: Moda Raya Terpadu Jakarta, adalah sistem transportasi massal berupa kereta rel angkutan cepat. Pembangunannya dimulai sejak tahun 2013. Mulai dioperasikan pada tanggal 24 Maret 2019.

MRT ini merupakan moda transportasi massal terpadu yang pertama dan beroperasi di Indonesia, Jakarta.

Gerbong kereta mampu menampung penumpang hingga 1.950 orang, terdiri dari 6 gerbong di setiap rangkaian keretanya. Melaju hingga kecepatan 80 km/jam pada jalur layang atau pun melewati jalur bawah tanah. Panjang sistem jalur yang direncanakan lima koridor tersebut sepanjang 110,8 km. Lebar sepur 1.067 mm (3 ft 6 in), di tenagai dengan listrik aliran atas sebesar 1.500 V DC.

MRT menargetkan sebanyak 173 ribu penumpang per harinya. Waktu tunggu stasiun membutuhkan waktu lima sampai sepuluh menit lamanya. Untuk jarak antar stasiun ke stasiun lainnya mampu ditempuh dalam dua hingga tiga menit.

Jalur yang telah dioperasikan pada awalnya (2019) sepanjang 15,7 km yang menghubungkan Stasiun Lebak Bulus dengan Stasiun Bundaran HI. Namun, targetnya sampai pengerjaan tahun 2022 masih dalam progres yang rencananya dengan panjang jalur 111 kilometer (km), hingga mencapai area di luar DKI Jakarta.

Total panjang jalur 111 kilometer tersebut terdiri dari jaringan proyek pada Fase 1 (awal) yakni Lebak Bulus–Bundaran HI. Dan progres saat ini terbagi menjadi Fase 2A, 2B, 3 dan 4.

Layanan MRT Jakarta dioperasikan oleh PT. MRT Jakarta (Perseroda), badan usaha milik pemerintah daerah provinsi DKI Jakarta.

(bersambung bagian 2)

3) Moda Transportasi Massal Jakarta berupa LRT

Moda Transportasi Massal Modern Jakarta Integrasi Masa Depan. Perbedaan KRL, MRT, LRT, BRT dan Non BRT Bus Listrik (2)
Mobil Listrik, Kelebihan dan Kekurangan Menyambut Transformasi Energi
Presiden Jokowi: Pembangunan Industri Baterai Listrik Terintegrasi Dimulai
Formula E Sirkuit Otomotif, Politik dan Kampanye Emisi (1)
8 Museum di Jakarta, Dijamin ‘Ngeh’ Sejarah dan Instagramable

Terkait

Terkini