Mudikku ke Klaten, Ke Mana Mudikmu? 60+ Rekomendasi Destinasi Wisata di Klaten Jawa Tengah (1)
Wajar dan manusiawi bila kita selalu teringat kampung halaman (homesick), apapun keadaannya saat ini. Mudik adalah bagian kesadaran akan tanggung jawab pada asal usul.
Nusantarapedia.net — Mudikku ke Klaten, ke mana mudikmu? 60+ rekomendasi destinasi wisata di Klaten Jawa Tengah.
“Meski demikian, desain portofolio Jakarta sampai saat ini masih menjadi yang terbaik dan tetap menjadi trend (barometer). Artinya, Jakarta masih cukup seksi untuk kepentingan strategis di semua aspek dan bidang.”
Hai, Nuspedian? Selamat Idulfitri 1443 H/2022. Mohon maaf lahir dan batin. Semoga di hari yang penuh kemuliaan ini kita senantiasa berada dalam kemenangan di setiap langkah kedepannya. menang dalam melawan hawa nafsu, dapat menjalankan perintah akal (kebaikan) dan mengendalikan nafsu (keburukan) agar terhindar dari segala celaka, dunia dan akhirat.
أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَٰهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَىٰ عِلْمٍ ”Maka, pernahkah kamu melihat orang yang telah menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya.” (Al-Jatsiyah: 23).
Semoga, dengan semangat kemenangan Idulfitri ini, kita bisa menempatkan diri sebagai umat yang berguna untuk kebaikan negri Indonesia. menjadikan Indonesia yang maju, adil dan makmur. Nusantara yang “Baldatun Thoyyibatun Wa Robbun Ghofur.”
Bahagia rasanya, dapat pulang ke kampung halaman untuk bertemu dengan keluarga, dapat berziarah kubur ke makam leluhur (eyang, buyut, canggah, dst.).
Setelah dua kali lebaran tidak bisa mudik karena alasan pandemi Covid-19, akhirnya tahun ini bisa berlebaran di kampung halaman, meski tak sedikit yang mengalami keadaan keuangan jauh dari ekspektasi karena ekonomi sedang susah, meski juga banyak yang mudik dalam kondisi keuangan lebih dari cukup.
Kampung halaman, dimana kita pernah tinggal dan besar. suka duka yang pernah dialami bersama ayah, ibu, saudara, paman dan teman-teman sekolah atau pun teman semasa bermain.
Kenangan itu terlintas kembali, mengenang kenakalan kita waktu di kampung (desa), kebaikan para tetangga, juga kenangan indah lainnya yang alami. Wajar dan manusiawi bila kita selalu teringat kampung halaman (homesick), apapun keadaannya saat ini. Mudik adalah bagian kesadaran akan tanggung jawab pada asal usul.
Lega, bahagia dan haru mengenang masa-masa di kampung halaman, setelah sekian lama berpetualang mengadu nasib di ibu kota.
Jakarta Kota Harapan
Jakarta tempatnya! kota metropolitan, tempat tujuan utama merantau. Yah! di Jakarta, tempat seribu harapan digantungkan, tempat mengadu nasib, tempat perjuangan, hingga sampai ketitik kesuksesan. meskipun tak sedikit harapan untuk hidup menjadi lebih baik justru berbalik dari keadaan semula di kampung halaman.
Jakarta, dahulu termasuk wilayah kekuasaan Kesultanan Banten, sebelum bernama Batavia, bernama Jayakarta juga Sunda Kelapa. Tahun 1603, VOC telah mendirikan pos perdagangan di Banten. Tahun 1610, pos dagang di pindah oleh VOC ke Ambon, kemudian 1620-an, markas utama VOC di pindah permanen ke Jayakarta.
Nama Jayakarta diubah menjadi nama kota, kota Batavia, dengan konsep tata kota seperti di Eropa. Batavia berkembang menjadi ibu kota VOC di Nusantara. Puluhan gedung-gedung, benteng dan utilitas kota dibangun. Batavia menjadi pusat pemerintahan dan perdagangan.
Kota Tua Batavia, atau balai kota Batavia terletak di kawasan kota tua Jakarta dengan nama Stadhuis Van Batavia (Balai kota Batavia). Sekarang berlokasi di Taman Fatahillah, Pinangsia, Kota Jakarta Barat, Jakarta. Untuk nama Fatahillah, didapatkan karena Banten pada periode 1.500-an dalam kekuasaan Kasultanan Demak.
Nampaknya, Jakarta telah menjadi kota tujuan, kota harapan sejak abad ke-15. Pada periode era kebangkitan, pergerakan kemerdekaan hingga pasca merdeka, Jakarta sudah menjadi poros politik, kebudayaan dan perdagangan.
Seiring berjalannya waktu, Indonesia yang baru lahir sebagai negara merdeka, meski harus tertatih-tatih menuju harapan baru Indonesia yang sejahtera terus tumbuh sebagai ibu kota dengan beragam utilitasnya, baik pemerintahan maupun perdagangan.
Harapan seluruh masyarakat Indonesia dari daerah-daerah menuju ke Jakarta untuk merantau agar hidup menjadi lebih baik, telah melahirkan budaya urbanisasi.
Periode tahun 1949 hingga 1970 pasca kemerdekaan, Jakarta menjadi tempat urbanisasi besar, sampai gelombang urbanisasi kedua hingga periode 1970- 2000-an. Pertumbuhan penduduk Jakarta menjadi massiv akibat kedatangan para urban dari berbagai daerah di Indonesia. tentu untuk kehidupan yang lebih layak pada awalnya, hingga trend urbanisasi tak lagi untuk pemenuhan kehidupan yang layak, namun dalam tujuan mencari eksistensi dan tujuan karir.
Jakarta telah menjadi episentrum Indonesia dalam semua tatanan. Jakarta menjadi kampung besar dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang hampir tidak terkendali.
Pengaruh pendatang di Jakarta, akhirnya turut membentuk kebudayaan Jakarta dalam heterogenitas kebudayaan.
Perubahan gaya hidup dan cara adaptasi para pendatang ke Jakarta, melahirkan tatanan baru masyarakat urban. Konsekuensinya, terjadi transformasi sosial yang melahirkan banyak tatanan baru.
Transformasi sosial dengan pembangunan utilitas, modernisasi, dlsb, telah melahirkan pembangunanisme gaya baru di Jakarta, akibatnya, terjadi gentrifikasi sebagai masalah-masalah sosial.
Ketimpangan, kemiskinan, kemakmuran, gaya hidup dlsb. semua tergelar dalam etalase potret sosial, pemerintahan dan kebudayaan Indonesia tergambar di Jakarta hingga kini.
Jakarta Sentralisasi Politik dan Ekonomi
Ingin berkarir dengan melesat dan menasional, maka Jakarta menjadi tujuan. Kantor-kantor pusat pemerintahan dan perdagangan terletak di Jakarta, semua di bangun di Jakarta dengan sistem administratif yang berpusat di ibu kota.
Secara sistem, Indonesia sebelum menerapkan sistem otonomi daerah (1999), semasa orde lama dan orde baru menerapkan sistem sentralisasi. yang mana pengaturan kewenangan dari pemerintah daerah kepada pemerintah pusat untuk mengurusi urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan prakarsa dan aspirasi dari rakyatnya. namun pada praktiknya semua terpusat oleh keinginan dan kebijakan pemerintah pusat. bentuk partisipatif didalamnya menjadi macet.
Dengan demikian, Jakarta benar-benar menjadi poros politik dan pemerintahan. Baromater politik di Indonesia berada di Jakarta, akhirnya praktik urbanisasi secara otomatis ter-Edukasi oleh para pemangku kepentingan itu sendiri.
Era Baru Menurunnya Angka Urbanisasi
Menurut Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira pada Juni 2021, Jakarta berkontribusi 70 persen dari perputaran uang nasional, merupakan jantung ekonomi dan bisnis. Gambaran tersebut tentu tidak jauh berbeda dari tahun sebelumnya, atau masa-masa awal sejak Jakarta menjadi pusat ibu kota.
Hal tersebut sampai sekarang masih menjadi trend bagi banyak pihak. Jakarta masih dianggap menjadi portofolio terbaik bagi pelaku dunia usaha dan politik (pergerakan).
Meskipun saat ini telah lahir sistem otonomi daerah, integralisasi sistem NKRI yang sebelumnya pakem dikendalikan oleh pusat (Jakarta), kini telah berkembang ke berbagai pelosok daerah dalam rangka pemerataan pembangunan.
Optimalisasi pembangunan yang ada di daerah-daerah, bahkan cenderung eksploitatif dengan arah pembangunan (isme) yang tidak terkendali, menjadikan keriuhan di daerah-daerah dalam berbagai bidang.
Di bidang politik dan pemerintahan, sejak digulirkan aturan mengenai pemilihan langsung kepala daerah, menjadikan tata kelola pemerintahan dan semua aspek sosiologis didalamnya pada daerah-daerah menjadi ramai. pun dengan investasi gaya baru yang merambah ke daerah-daerah, terutama untuk pemanfaatan sumber daya alam.
Setidaknya hal tersebut yang kemudian menjadikan angka urbanisasi ke Jakarta dari tahun ke tahun terus menurun. Meski demikian, desain portofolio Jakarta sampai saat ini masih menjadi yang terbaik dan tetap menjadi trend (barometer). Artinya, Jakarta masih cukup seksi untuk kepentingan strategis di semua aspek dan bidang.
Menurut data dari ejournal.stkipbbm.ac.id. Penduduk DKI Jakarta tahun 1870 berjumlah 65.000 jiwa, 1901 : 115.900, 1945 : 600.000, 1971 : 4.546.692, 2005 : 8.450.306, 2011 : 9.752.100, 2016 : 10.277.626, dan menurut BPS 2021 berpenduduk 10.609.681. Total penduduk se-Jabodetabek berjumlah 29.000.000 jiwa.
Jumlah penduduk se-Jabodetabek terus mengalami lonjakan yang tinggi, meski rasio urbanisasi menurun, terutama setelah periode tahun 1990-an hingga sekarang. Namun demikian, gairah daerah di luar DKI terus mempermudah arus kepindahan penduduk, hal ini berkaitan dengan dibukanya tata ruang pemukiman baru sebagai dampak dari pembangunan daerah.
Di samping faktor tata kelola pemerintahan yang semakin maju dengan pemerataan pembangunan ke daerah-daerah yang menyebabkan angka urbanisasi turun, faktor berkembangnya sistem komunikasi global telah melahirkan gaya baru dalam aneka tatanan (tata laksana).
Transformasi dari bentuk konvensional ke digital telah mendorong pertumbuhan urbanisasi ke wilayah Jabodetabek menurun. Mobilitas didalamnya dalam pola distribusi barang dan jasa sudah tergantikan melalui layanan online dan ekspedisi paket-paket pengiriman. Dengan demikian, berpengaruh pada sektor produksi yang tidak harus diproduksi di Jabodetabek.
Sistem komunikasi saat ini yang telah menguasai banyak bidang telah melahirkan gaya baru tatanan hidup. Namun demikian, semuanya butuh tempat, dan tempat tersebut ada di Jakarta (Jabodetabek). Kemajuan teknologi komunikasi adalah sebuah cara untuk mempersingkat mobilitas, menyangkut sistem yang efektif dan efisien, tetapi tidak bisa merubah tempat, karena bersifat kebendaan yang mengisi ruang-ruang.
Di atas selayang pandang tentang kota Jakarta dan sekitarnya. Nah, kali ini penulis pulang ke kampung halaman di Kabupaten Klaten. Jadi, ingin mengajak sahabat Nuspedian untuk liburan di kota Klaten mengunjungi destinasi wisata di Klaten. Ikut, ya, Nuspedian?
Kabupaten Klaten, Jawa Tengah
Klaten adalah nama administratif dari Pemerintah Daerah Kabupaten Klaten, merupakan Pemerintah Dati II Jawa Tengah, yakni pemerintah daerah tingkat dua di bawah provinsi Jawa Tengah.
Terletak ditengahnya Kota Surakarta (Solo) dan Yogyakarta, luas wilayahnya 655,56 km2, dengan jumlah penduduk 1.174.986 jiwa (2021).
Secara administratif terdiri dari 26 kecamatan, 391 desa dan 10 kelurahan. Terletak di sebelah timur dan selatan gunung Merapi, sehingga logo kabupaten Klaten bergambar Gunung Merapi.
Klaten terbentuk menjadi pemerintahan daerah pada tahun 1950, sebelumnya termasuk dalam wilayah Kasunanan Surakarta (kerajaan) sejak 28 Juli 1804 oleh pemerintahan Hindia Belanda. Sebelumnya, Klaten termasuk daerah ibu kota semasa kerajaan Mataram kuno pada abad ke 8-9.
Topografi Klaten berada diketinggian antara 75-160 mdpl. Di bagian utara dengan tipe dataran miring dalam bagian kaki gunung Merapi, di bagian tengah berupa tanah datar, dan di bagian selatan berupa tanah miring berstruktur perbukitan gunung Seribu.
Dengan tiga tipe dataran tersebut menjadikan Klaten menjadi daerah subur berupa areal persawahan, dan menjadi bagian penyangga pangan nasional dengan produksi padinya.
Areal persawahan tersebut didukung oleh potensi Klaten yang dijuluki dengan kota “Seribu Mata Air” yang mana terdapat mata air berupa sumber air yang terdapat di mana-mana, terutama di daerah utara, seperti; sungai, sendang, umbul, dlsb banyak tersebar.
Di daerah selatan tentu pemandangannya sangat indah karena berada di kaki perbukitan Sewu (bukit karst). Letaknya yang strategis sejak era kerajaan, menjadikan Klaten kaya akan situs-situs cagar budaya.
Berikut daftar 60+ destinasi wisata di Klaten yang wajib dikunjungi dalam rangkaian lebaran 2022 ini.
(bersambung bagian 2)
60+ Rekomendasi Destinasi Wisata di Klaten Jawa Tengah
Mudikku ke Klaten, Ke Mana Mudikmu? 60+ Rekomendasi Destinasi Wisata di Klaten Jawa Tengah (2)
Kedatuan Ki Ageng Gribig Jatinom Klaten dalam Historiografi Penyebaran Islam (1)
Kedatuan Bayat Klaten dalam Sejarah Geologi, Pusat Spiritual dan Inisiasi Industri, Bagian Metroplex Kuno (1)
Candi Sojiwan, How Beautiful Klaten’s Herritage!
Candi Merak, Jejak Peradaban Hindu di Klaten
Gondola Kaca dan Jembatan Gantung, Pesona Wisata Girpasang
Tradisi Padusan dan Pergeseran Nilainya
Sendang Sinongko, Pemberian Nama Dari Sunan Pakubuwono VII
Strategi Kebudayaan Nasional Kekinian, Lebarkan Dimensi Pemikiran
Ronggo Warsito, Pujangga Pamungkas Sastra Jawa Klasik