Mulai Dari Hal Kecil

14 Juni 2022, 00:20 WIB

Nusantarapedia.net, Jurnal | Sastra — Mulai Dari Hal Kecil

“Mas, Adik, siap-siap ya, nanti kita silaturahmi ke tempat Mbah?”

“Iya, Buk. Asyik ke rumah Mbah akhirnya.”

Hari ini aku mengajak anak-anak untuk sowan ke tempat Mbah Kakung dan Mbah Putri karena sudah cukup lama tidak ke sana.
Anak-anak bersemangat saat tahu akan diajak ke tempat Mbah, tak lama mereka sudah siap berangkat.

Perjalanan satu jam kami tempuh dengan sepeda motor, hingga sampailah kami ke tempat tujuan.

Sebuah rumah bergaya Joglo yang masih semi permanen. Di dalamnya pun masih berdinding kayu jati, khas rumah jaman dulu. Seketika ada senyum terkembang, saat bayangan masa kecilku berkelebat.

Kedua anakku langsung berlari kecil, mungkin karena sudah kangen dengan Mbah.

Mbah kakung tampak sedang duduk di kursi depan, sambil membaca sebuah kitab terjemahan. Mereka pun masuk dengan mengucapkan salam.

“Assalamu’alaikum, Mbah.”
Mereka langsung mencium punggung tangan yang kini mulai renta itu dengan takdzim.

“Waalaikumsalam…, Alhamdulillah, sudah sampai sini, Mbah kangen sama kalian, Nang,” jawab Mbah sambil mengelus rambut anak-anak.

“Sama, Mbah. Kami juga kangen. Mbah sehat, kan?”

“Ya, alhamdulillah. Seperti yang kalian lihat. Mbah sehat.”

Ruang depan menjadi tempat terfavorit, saat semua berkumpul di rumah Mbah. Segala hal yang dibicarakan menjadi sangat menarik. Apalagi saat sudah bertemu dengan kakak dan juga adikku. Semua topik menjadi bahan pembicaraan. Jadi seperti rapat keluarga aja.

Kami semua asyik ngobrol tentang semua hal. Saat sedang asyik ngobrol, ada dua orang nenek yang mendekati pintu.

“Mas, nyuwun (minta)…,”
Tangan ke dua nenek itu tengadah, meminta sesuatu.

Aku masih teringat jelas dengan ke dua nenek itu. Memang dari dulu meminta-minta dari pintu ke pintu. Sekarang sudah nampak tua dan sedikit membungkuk.

Aku memberi kode kepada anakku, dan menyodorkan lembaran uang yang nilainya tidak begitu besar. Anakku menerimanya kemudian memberikan uangnya pada nenek tersebut.

Niki (ini) Mbah.”

“Ya, maturnuwun yo Nang, mugo-mugo dadi anak sholeh lan pinter,” kata nenek tersebut kemudian berlalu dari rumah Mbah.

“Amin, Mbah.”

Ke dua anakku tampak senang bisa memberikan uang pada nenek itu. Meski nilainya tidak seberapa.

Aku mempunyai pemikiran mengajarkan anak untuk bersedekah sedini mungkin. Dimulai dengan nominal kecil. Dalam hati ada harapan, semoga dengan kebiasaan yang aku biasakan sejak kecil ini, akan tertanam dalam jiwanya kelak saat mereka tumbuh dewasa.

Apabila terpaksa tidak bisa memberi, tidak usah mengumpat dengan kata-kata kotor. Sekadar pengalaman saja, pernah ada orang yang tidak suka dengan peminta itu. Dia tidak memberi apa-apa, justru umpatan kotor pada peminta itu.

Kita tidak boleh memandang rendah pada peminta itu, karena kadang ucapan mereka seperti sebuah doa.

Saat mereka diberi (meski dalam nominal kecil), otomatis mereka akan mendoakan kebaikan untuk kita. Sebaliknya, saat kita mengumpat mungkin akan menyakiti hatinya dan tidak menutup kemungkinan mereka akan mendoakan yang buruk untuk kita. Naudzubillah.

Semoga apa yang kita sedekahkan dengan ikhlas di dunia ini, meski belum bisa banyak, akan bisa menolong kita di akhirat kelak. Untuk itu sedekah tidak harus menunggu kaya. Semampu kita saja, yang penting ikhlas. Kalau tidak sekarang, kapan lagi?

Magelang, 17 Februari 2021 | Mundy Sae

Nestapa Kehilangan
Besengek Tahu
Calon Haji
Sejarah Kolak dan Resep Dasar Kolak Pisang
Moda Transportasi Massal Modern Jakarta Integrasi Masa Depan. Perbedaan KRL, MRT, LRT, BRT dan Non BRT Bus Listrik (1)

Terkait

Terkini