Museum, Mengembalikan Jati Diri Melalui Sejarah

31 Januari 2022, 20:59 WIB

Nusantarapedia.netMuseum, mengembalikan jati diri melalui sejarah

 Berbagai pengertian museum dari banyak sumber, kami rangkum secara padat bahwa museum adalah sebuah wadah, baik itu nirlaba maupun orientasi profit atau lembaga milik negara. yang secara real dan masif melakukan upaya pelestarian dengan cara mengumpulkan (mengoleksi), mengonservasi, dan meriset, kemudian menyajikannya dalam bentuk display yang bisa dinikmati sebagai bentuk pertanggung jawaban edukatif kepada masyarakat.

Saat ini, Indonesia memiliki 428 museum. Sebagian besar museum dimiliki oleh pemerintah dan selebihnya milik swasta. 400-an museum ini seharusnya bisa dimanfaatkan masyarakat Indonesia untuk upgrade pengetahuan.

Namun, fakta yang terjadi belum seperti yang diidealkan. Sepinya pengunjung museum menjadi penanda bahwa kultur mencintai sejarah belum berkembang dengan baik di negeri ini. Terlebih, museum sejauh ini sekadar dijadikan destinasi wisata. Sehingga tak mengherankan jika tak meninggalkan jejak pengetahuan di benak para pengunjungnya.

Lembaga pendidikan idealnya memiliki peran besar dalam mengedukasi pentingnya museum kepada para generasi. Namun, agaknya budaya pembelajaran yang monoton menyulitkan system untuk mempenetrasi pengenalan museum secara empiris.

Polish 20220131 170730081
Sepinya pengunjung museum menjadi penanda bahwa kultur mencintai sejarah belum berkembang dengan baik di negeri ini

Seharusnya kurikulum terbaru, yang banyak mematok pencapaian tentang pendidikan berkarakter, mendukung edukasi sejarah melalui museum.Hanya saja, memang budaya pembelajaran di sekolah masih konvensional, tutorial an sich, dan belum banyak praktik –kendati kurikulum 2013 menghendaki pembelajaran berbasis praktik demi pencapaian banyak karakter—.

Museum masih dipandang eksklusif, seperti halnya perpustakaan yang orang jarang mengunjunginya. Di luar negeri kecenderungan dan kebutuhan terhadap akses pengetahuan sangat tinggi.

Di Amerika Serikat dengan jumlah penduduk 320 juta jiwa memiliki 35 ribu museum dan diakses masif oleh seluruh lapisan masyarakatnya. Di Indonesia, museum masih tak lebih dari tujuan wisata dan tempat selfi.

Di sisi lain, (lagi-lagi) budaya menanti uluran dana dari pemerintah untuk pengelolaan museum masih menjadi bagian drama yang belum usai, turut menyumbang belum optimalnya fungsi museum di negeri ini. 

Museum tak sekadar bangunan eksotis yang menyimpan benda-benda kuno bersejarah. Lebih dari itu, museum cermin peradaban suatu bangsa.Bagaimana perjuangan sebuah bangsa dalam membentuk format sejarahnya adalah cerminan peradaban bangsa itu sendiri.

Jejak dan warisan perjuangan bisa kita saksikan dan pelajari melalui obyek kebendaan yang secara visual terinventarisasi dalam museum. Museum juga merupakan sumber pembangunan literasi sejarah yang dipercaya menjadi referensi pengetahuan yang valid juga sebagai komunikasi pengetahuan sejarah lintas generasi.

Museum, Karakter dan Nilai-nilai yang Bergeser

Karakter, seperti dilansir di bola.com adalah suatu pembawaan individu berupa sifat, kepribadian, watak serta tingkah laku yang diekspresikan dalam kehidupan sehari-hari. Istilah karakter merupakan serapan kata bahasa Latin kharakter, kharessein, kharax, dan dalam bahasa Inggris, yakni character.

Karakter secara umum digolongkan menjadi dua jenis, karakter baik dan karakter buruk.  Jadi, dapat diambil kesimpulan bahwa karakter atau sifat bawaan berkaitan erat dengan kepribadian (personality) dalam diri seseorang.

Polish 20220131 172212811
Mengenalkan museum secara kontekstual (tidak hanya tekstual) pada generasi muda akan menumbuhkan ingatan kembali, bahwa mereka lahir dari adat dan kebudayaan yang full of values

Karakter anak muda kekinian tak lepas dari upaya identifiksi gaya hidupnya terhadap pergaulan barat yang tentu secara normatif jauh dari nilai-nilai ketimuran. Gaya hidup ini terpenetrasi melalui tren 4F, Food, Fashion, Film, dan Fun. Keempatnya terframing sempurna oleh media dan teknologi.

Industri teknologi menawarkan kemudahan setiap sudut kehidupan anak muda. Kemudahan komunikasi yang melibatkan perbedaan dimensi memang menarik diikuti seluruh lapisan usia, terlebih anak muda dengan karakter keingintahuan dan eksperimen yang besar. Kebutuhan pendidikan pun menjadi sebuah keniscayaan di mana digitalisasi menjadi basisnya.

Generasi muda menjadi sasaran paling strategis kapitalis media untuk menjual setiap terobosan yang seringnya nirvalue atas nama inovasi. Tak hanya anak muda, kalangan progresif juga tak jarang menjadi disorientasi atas tujuan-tujuan praktisnya terhadap teknologi.

Games, sering merangsek ke kesibukan para pekerja progresif juga meskipun dengan alasan melepas penat. Siapa yang akhirnya diuntungkan? Jelas, para penjaja aplikasi digital.

Kembali pada tren 4F, masifnya media memframing gaya hidup anak muda melalui ke empatnya, semakin menjauhkan mereka dari jati diri mereka.

Pakem adab ketimuran secara normative berbanding terbalik dengan pesatnya perkembangan media sebagai ajang eksistensi. Budaya malu yang masih dipelihara sebagai pakem, mulai digeser oleh budaya baru yang memuat nilai-nilai yang berlawanan.

Museum Membentuk Karakter Anak Muda

Mengenalkan museum secara kontekstual (tidak hanya tekstual) pada generasi muda akan menumbuhkan ingatan kembali, bahwa mereka lahir dari adat dan kebudayaan yang full of values. Sejenak merenungkan sejarah perjuangan orang-orang terdahulu dalam meletakkan batu pertama peradaban negeri ini akan menumbuhkan semangat mencintai perjuangan.

Diharapkan dengan begitu semangat petriotisme, daya juang, daya saing,  tumbuh dalam diri pemuda. Orientasi hidup yang tak bertujuan adding knowledge juga perlahan terabaikan, termasuk mengikuti tren yang tak memiliki esensi pengetahuan.

Polish 20220131 171236270 1
Mengenalkan museum secara kontekstual (tidak hanya tekstual) pada generasi muda akan menumbuhkan ingatan kembali, bahwa mereka lahir dari adat dan kebudayaan yang full of values.

Museum memiliki tujuan membangun interpretasi sesungguhnya tentang obyek sejarah. Anak muda sangat layak menjadi agen perubah mindset masyarakat umum yang lazim menganggap museum sebagai tempat wisata. Ini pemikiran yang salah kaprah.

Pantas, Indonesia dengan minat literasi yang super payah ini ketinggalan dengan negara lain dalam menempatkan kekayaan sejarah sebagai sumber pengetahuan.

Karena faktanya, museum hanya menjadi tempat wisata yang hanya menawarkan spot sejarah yang perlu diketahui secara eksplisit saja, berkunjung, melihat dan hilang tidak berbekas.

Melihat fakta menyedihkan di atas perlu kiranya diupayakan guide berkapasitas yang totalitas mengawal para pengunjung. Ini bertujuan membantu pengunjung mengenal lebih dalam tentang obyek tidak hanya melalui literature tertulis yang tersedia, namun juga secara tutorial empirik.

Kendala mendasar adalah budaya hedonism yang masuk begitu bertubi-tubi dalam pergaulan anak muda. Menjauhkan mereka dari karakter kerja keras, mencintai riset, menggali pengetahuan dan mencintai ilmu.

Sistem pendidikan di negeri ini pun juga masih terlalu monoton, kendati puluhan kali perubahan kurikulum dilakukan. Museum belum menjadi sarana belajar sejarah. Budaya guru-murid yang masih terpola patron-klien menyulitkan terbentuknya budaya critical thinking. Mari, belajar dari Museum!

Terkait

Terkini