“Nggir, Ora Minggir, Tabrak!!” Tetap Ajukan Banding, Indonesia Kalah Gugatan Soal Ekspor Nikel di WTO

Atau dalam spekulasi, hal ini telah terjadi perang proxy, telah terjadi perebutan lahan dagang antar kekuatan besar poros dunia. Jangan-jangan ini hanya keirian Eropa pada Cina, atau Amerika tetap di balik Eropa dengan menggunakan "pentungan besinya" guna memutus dominasi Cina. Sedangkan Indonesia, jangan-jangan hanya sebagai "event organizer" atau panggung pasar bebas dunia

24 November 2022, 14:36 WIB

Nusantarapedia.net, Jurnal | ESDMNggir, Ora Minggir, Tabrak!!” Tetap Ajukan Banding, Indonesia Kalah Gugatan Soal Ekspor Nikel di WTO

“Ah, itu terlalu dalam dan memusingkan untuk dipikirkan sekelas penulis dalam kapasitasnya sebagai rakyat. Namun yang jelas, kita ikuti saja alurnya, kita ikuti perintah-perintah para ‘pamomong projo‘. Yang jelas, kita wajib berteriak sebagai tanggung jawab moril akan rasa nasionalisme, ‘Nggir, Ora Minggir, Tabrak!!’. ‘Net outflow of National Wealth‘”

LANGKAH Indonesia, dalam hal ini Presiden Joko Widodo dalam kebijakannya melarang ekspor bahan mentah seperti bahan baku nikel ke pasar dunia, patut diacungi jempol.

Presiden Jokowi bertekad, dengan program hilirisasi industri dalam negeri, Indonesia akan berjaya dengan ekonomi dari potensi yang didapatkan berkat hilirisasi industri dalam negeri pada produk nikel, yang akan terus berlanjut pada timah, bauksit, dsb.

Produktivitas nasional, termasuk potensi ekonomi dan keuangan hingga endingnya sebagai negara Indonesia Maju di tahun 2030 dan 2045 berangkat dari peta jalan tersebut.

Presiden beranggapan, kekurangan Indonesia selama ini, tidak dilakukan hilirisasi dan industrialisasi dalam negeri. Seperti di sektor energi sumber daya mineral, pengalaman dahulu Indonesia hanya ekspor bahan mentah. Dengan tidak adanya industrialisasi dalam negeri maka banyak kehilangan potensi ekonomi.

Atau meminjamkan istilah Prabowo Subianto, “Net Outflow of National Wealth,” yang artinya; mengalir keluarnya uang/kekayaan ke luar, dalam artian kehilangan potensi ekonomi dan keuangan.

Presiden Joko Widodo dalam beberapa kesempatan mengatakan;
“Saya berikan contoh, nikel, kita export bertahun-tahun nilainya saya ingat 2014 itu 1,1 billion us dollar, kira-kira 15 an triliun, per tahun ekspor bahan mentah. Begitu kita stop 2017, stop nikel, export di 2021 mencapai 300 triliun lebih, dari 15 triliun melompat menjadi 300 triliun itu baru satu komoditi, tapi kita digugat di WTO oleh Uni Eropa, dibawa ke WTO, digugat, saya sampaikan kepada mereka, silahkan digugat akan saya hadapi, Indonesia akan hadapi.”

“Apa yang kita dapatkan kalau kita melakukan industrialisasi, pertama pajak kepada pemerintah akan melompat dari tadi yang 15 triliun pajaknya hanya dapat berapa? 300 triliun wajibnya dapat lipat berapa, lipat 20 kali. Lapangan kerja juga ada di Indonesia bukan ada di Uni Eropa, membuka lapangan pekerjaan yang sangat banyak, inilah yang lama tidak kita pikirkan dan kita tidak berani menstop, setelah nikel ini, meskipun belum rampung di WTO, akan kita stop lagi, tahun ini mungkin timah atau bauksit, stop, kerjakan oleh BUMN bekerjasama dengan swasta.”

Kesimpulannya, berangkat dari peta jalan tersebut, penerimaan negara naik drastis dari 15 triliun menjadi 300-350 triliun, itupun hanya dari bahan baku nikel. Padahal, direncanakan semua bahan baku mineral akan diterapkan kebijakan yang sama. Bila terus berlanjut, alangkah besarnya penerimaan negara yang dapat diraup.

Akhirnya, program di atas akan mendorong Produk Domestik Bruto (PDB) RI pada tahun 2030 hingga US$ 3 triliun. Indonesia pun akan menjadi bagian negara maju dunia di daftar lima besar. Dan endingnya, menjadikan pendapatan per kapita rakyat Indonesia tinggi, dalam pokok rakyat yang maju dan sejahtera.

Namun demikian, menurut Presiden hal tersebut dapat dicapai asal dilakukan dengan konsisten.

Terkait

Terkini