Nilai Moral Putusan MKMK No. 2 atas Putusan MK No. 90
"atas nama rakyat pula MKMK telah dengan berani membuat terobosan cerdik dengan cukup menurunkan Ketua MK ke status Hakim anggota sebagai kunci agar tidak terbuka sarana banding sebagai celah terulangnya kembali menyalahgunakan kekuasaannya"
Nusantarapedia.net | JURNAL UBAYA — Nilai Moral Putusan MKMK No. 2 atas Putusan MK No. 90
Oleh: Sonya Claudia Siwu
(Dosen Fakultas Hukum Universitas Surabaya, Ketua Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Surabaya)
– atas nama demokrasi, MKMK yang telah membuka tabir gelap MK dan dengan cantik menyerahkan bola emas kepada rakyat yang berdaulat untuk dapat menentukan sikap pada Pemilu 2024 dalam waktu tiga bulan ke depan –
MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) adalah pengawal konstitusi, hukum tertinggi negara. Mengawal konstitusi berarti menjaga kualitas dan kemurnian nilai moralnya. Pada level hukum tertinggi ini, moral menjadi nilai fundamental dalam menjaga marwah dan wibawa Mahkamah Konstitusi. Majelis Kehormatan MK Republik Indonesia (MKMK) melalui Putusan MKMK No. 2/MKMK/L/11/2023 telah memutuskan bahwa Anwar Usman senyatanya telah jatuh dalam konflik kepentingan (conflict of interest) dan memberlakukan sanksi mencopot jabatannya sebagai Hakim Ketua MK. Demikian juga halnya terhadap para Hakim anggota yang lain dengan sanksi teguran lisan. Sapta Karsa Hutama, kode etik Hakim MK telah dilangkahi oleh Hakim MK sendiri. Produk putusan perkara No. 90/PUU-XXI/2023 (final and binding) adalah bukti independensi hakim MK telah digunakan sebagai salah satu jalan pembuka untuk melanggengkan dinasti politik jelang Pemilu 2024.
Meski demikian Putusan MKMK yang diketuai oleh Jimly Asshiddiqie menuai pro dan kontra. Mereka yang pesimis masih mempertanyakan apakah putusan MKMK yang mengatasnamakan etika dan moral tersebut dapat mengembalikan kredibilitas MK sebagai pengawal konstitusi.
Putusan MKMK ini hendaknya tidak dilihat dari perspektif hukum, oleh karena memang persidangan MKMK lebih tinggi levelnya di atas persidangan MK. Persidangan MKMK adalah persidangan etik yang sarat dengan nilai moral kekuasaan kehakiman. Sebagai suatu persidangan etik pengawal konstitusi UUD NRI 1945, Majelis Kehormatan memang sudah seharusnya tidak hanya berpegang pada kode etik hakim MK yakni imparsialitas, integritas, kecermatan/kehati-hatian, dan independensi. Dari perspektif hukum sudah jelas bahwa kode etik MK telah diselewengkan terutama prinsip independensi dan imparsialitas. Namun persidangan MKMK tentu tidaklah dimaksudkan sekedar dalam posisi membatalkan Putusan 90 MK. Putusan MK tersebut telah berdampak terhadap MK lebih dari sekedar pelanggaran norma hukum. Dengan dikeluarkannya putusan MK tersebut, MK sedang dalam situasi terancam kehilangan kepercayaan masyarakat. Dalam situasi demikian persidangan MKMK dibutuhkan untuk hal yang lebih urgent lagi yakni mengembalikan marwah MK yang telah tercoreng akibat putusan MK tersebut.
Demi kembalinya wibawa MK maka Majelis Kehormatan MK dalam sidangnya memutus harus disertai dengan kepekaan hati nurani untuk dapat menemukan dan menimbang nilai moral lain di atas nilai moral hakim konstitusi. Demikianlah sebagaimana adanya Putusan MKMK atas Putusan 90 MK, tiga hal yang penting dan pantas untuk disyukuri: pertama, Majelis Kehormatan MK telah nyata secara bijak menempatkan nilai moral keselamatan rakyat dan keamanan kelangsungan ketatanegaraan menyongsong Pemilu 2024 sebagai nilai moral yang utama tertinggi dalam membuat putusannya. Dapat dibayangkan jika MKMK menurunkan seluruh hakim MK dalam sisa waktu tiga bulan jelang Pemilu 2024 situasi dapat menjadi lebih sulit untuk dikendalikan dan membahayakan masyarakat;
Kedua, atas nama rakyat pula MKMK telah dengan berani membuat terobosan cerdik dengan cukup menurunkan Ketua MK ke status Hakim anggota sebagai kunci agar tidak terbuka sarana banding sebagai celah terulangnya kembali menyalahgunakan kekuasaannya;
Ketiga, atas nama demokrasi, MKMK yang telah membuka tabir gelap MK dan dengan cantik menyerahkan bola emas kepada rakyat yang berdaulat untuk dapat menentukan sikap pada Pemilu 2024 dalam waktu tiga bulan ke depan.
Demikian patut disyukuri bahwa hikmatNya masih menaungi MKMK dalam persidangan. Selanjutnya Putusan MKMK dapat menjadi landasan untuk mengkritisi pengaturan imparsialitas serta independensi dari hakim dan Mahkamah Konstitusi. (scs)
Putusan MKMK Pintu Masuk Dugaan Tindak Pidana Nepotisme Mantan Ketua MK
Putusan MK Perkara No. 90/PUU-XXI/2023 Tidak Sah, Harus Disidang Kembali!
Presiden Jokowi “You Don’t Walk Alone”
Tolak RUU Kesehatan Omnibus Law! (Pencabutan Mandatory Spending 5% APBN, Justru Minimal 10-20%)