Pasal Tentang Rekayasa Kasus Dimasukkan dalam RKUHP

Nusantarapedia.net, Jakarta — Beberapa waktu yang lalu, draf final RUU KUHP (Rancangan Undang Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) telah diserahkan pemerintah kepada Komisi III DPR. Namun masih menyisakan beberapa poin yang belum final. Pembahasan masih berlanjut untuk dilakukan penggodokan lebih mendalam berkaitan dengan 14 isu krusial dalam beberapa pasal.
Saat ini pembahasan RKUHP terus bergulir, Rabu (9/11/2022), digelar rapat kerja Komisi III DPR RI bersama Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), di Ruang Rapat Komisi III, Gedung Nusantara II, DPR RI, Senayan.
Dalam kesempatan tersebut, Anggota Komisi III DPR RI, Hinca Pandjaitan meminta pasal tentang Rekayasa kasus dimasukkan dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Pasal ini dimaksudkan untuk mengontrol kekuasaan besar yang dimiliki aparat agar tidak disalahgunakan.
“Fenomena ini kan masih dan sering terjadi, bisa dilihat dengan mata telanjang. Tentu kita masih memiliki banyak kesempatan untuk menghentikan praktik seperti ini. Formula hukumnya kita bahas nanti, 21 dan 22 November,” kata Hinca dalam rapat, seperti dilansir dari parlementaria dpr.
Menurutnya, banyaknya manipulasi kasus tidak akan cukup dihentikan dengan hanya dikritisi oleh masyarakat melalui media. Pada akhirnya, dibutuhkan instrumen hukum memadai untuk mencegahnya dan memberi sanksi tegas pada pelaku rekayasa.
Hinca mencontohkan, manipulasi jumlah kerugian dalam kasus pencurian sering terjadi. Nominal dalam pencurian akan menentukan jenis pidana yang akan dijatuhkan, yakni tindak pidana ringan ataupun tindak pidana biasa.
‘’Kita tidak bisa membiarkan praktik ketidakadilan semacam ini,’’ katanya.
Menurutnya, contoh lain seperti, terkait penangkapan pengguna narkoba. Kabar bahwa petugas menjebak seseorang dalam kepemilikan narkoba demi mengejar target, menurutnya, sudah sering terdengar di masyarakat.
Ditambahkan Hinca, setidaknya, ada enam pasal ketentuan pidana narkotika dalam naskah RKUHP, yaitu versi revisi 9 November 2022 yang tumpang tindih dengan revisi RUU Narkotika.
‘’Karena itu, pada bagian kelima terkait tindak pidana narkotika, yaitu Pasal 611 sampai Pasal 616, misalnya, perlu disinkronkan dan diputuskan agar masuk ke dalam RKUHP atau RUU Narkotika,’’ katanya.
Soal substansinya, Hinca berpandangan perlu difokuskan agar pemidanaan hanya dapat diberikan kepada bandar. Sementara pemakai adalah korban yang seharusnya direhabilitasi.
“Si bandar adalah orang yang mengambil kekayaan luar biasa sistematis, melanggar hukum dan mengorbankan umat manusia, inilah yang harus dipidana. Sebaliknya, masyarakat yang merupakan pemakai adalah korban yang harusnya diobati, bukan dipidana,” tutupnya.
