Past-Life

Nusantarapedia.net | RELIGI — Past-Life
Oleh : Alvian Fachrurrozi
“Jawa itu megah. Memiliki berlapis-lapis kekayaan ancient wisdom yang terkandung dalam setiap inchi bangunan kebudayaannya. Dan salah satu pandangan dunia batin Jawa itu mengukuhi jika kayon pewayangan kehidupan akan selalu silih berganti “menancap dan tercabut” dalam setiap bentangan sejarah dan lakon zaman, ia tidak akan pernah menjadi pengiring dari sebuah lakon yang langsung tamat dalam satu episode”
– Kita sangat jarang sekali menyadari jika peristiwa, momen, dan kesan-kesan kemelekatan apapun yang terjadi “di luar” itu sesungguhnya hanyalah sekadar reduksi-reduksi dari kehidupan masa lalu semata. Tidak lebih. Dan juga tidak relevan dengan kehidupan sekarang –
DETIK dan menit yang berdetak terus ditikam oleh detik dan menit yang berikutnya, jam-jam yang berputar terus dihabisi oleh putaran-putaran jam yang berikutnya, bahkan abad demi abad yang bergolak harus menyerah ditimbun oleh pergolakan abad-abad yang akan datang. Ya, beberapa hal dalam kehidupan secara faktual akan lalu lalang, timbul tenggelam, sejenak muncul dan lalu kemudian menghilang. Anicca (tidak kekal) — demikianlah Buddha berkata.
Tetapi jika kita sejenak menyoal tentang kayon pewayangan kehidupan, benarkah ia hanya menancap satu kali dan menyajikan potongan-potongan kisah yang sangat absurd, yang dangkal nan sepele, dan tidak ada lagi sebuah lakon “kesinambungan demi kesinambungan” di gelaran bumi yang sama ini?
Ternyata tidak. Setidaknya begitulah konfirmasi dari pengalaman batin manusia-manusia waskita di berbagai belahan bumi yang memiliki sendi-sendi spiritualitas mendalam. Begitu juga dengan pengalaman-pengalaman batin dari para leluhur Jawa yang diperolehnya lewat berbagai olah laku spiritual.
Jawa itu megah. Memiliki berlapis-lapis kekayaan ancient wisdom yang terkandung dalam setiap inchi bangunan kebudayaannya. Dan salah satu pandangan dunia batin Jawa itu mengukuhi jika kayon pewayangan kehidupan akan selalu silih berganti “menancap dan tercabut” dalam setiap bentangan sejarah dan lakon zaman, ia tidak akan pernah menjadi pengiring dari sebuah lakon yang hanya langsung tamat dalam satu episode.
Mungkin akan banyak manusia-manusia Jawa saat ini yang bahkan menyangsikan akan hal itu. Fenomena-fenomena kelahiran dan kematian yang akan terus berulang-ulang sebelum menuntaskan lakon puncaknya itu. Tetapi tentunya masih akan tersisa manusia-manusia Jawa yang begitu jujur terhadap pergulatan eksistensialnya atau manusia-manusia Jawa yang memiliki kepekaan olah rasa. Mereka tentunya akan mengalami beberapa “momen aneh” di bumi manusia ini, seperti fenomena Deja Vu — residu-residu pengalaman batin yang tergelar lebih abadi dari sekadar hikayat memori satu kehidupan manusia dan yang membawa kilatan-kilatan rasa aneh dan cercapan-cercapan momen tertentu yang terus manitis dan manitis di berbagai bingkai kehidupan yang berbeda.