Pedagang Salak Pondoh, Sleman Yogyakarta

Persaudaraan yang utama, Tuna Satak Bathi Sanak, sedikit rugi tidak masalah tapi tambah saudara. Di situlah arti kebahagiaan, berbagi kepada sesama

13 Februari 2022, 13:49 WIB

Nusantarapedia.net, Galeri | Potret Sosial — Pedagang Salak Pondoh, Sleman Yogyakarta

SENYUM lepas di wajahnya, tak pernah kehilangan semangat. Menjemput rejeki dengan niat ikhlas dan sabar.

Dari wajahnya terpancar sikap positif, pantang menyerah, optimis penuh harap dagangan salak pondohnya laku.

Sesulit dan sesepi apapun ia terima pasrah, sembari terus berharap ada yang mampir dari lalu lalang kendaraan yang lewat, menepi dan membeli.

Harapan tak bertepi adalah ikhtiar dan doa, percaya akan segala kuasa-Nya, keyakinannya bahwa rejeki sudah ada yang mengatur. Sebahagian itu miliknya, sebahagian milik sesama pedagang salak lainnya, dan banyak bagian milik siapa saja yang ditakdirkan lahir di dunia.

Selaris dan sebanyak keuntungan yang didapat seukurannya, selalu bersyukur, bahkan untung sedikitpun disyukuri, hingga salak sisa membusuk pun tetap tenang, karena percaya besuk akan diganti oleh-Nya.

Tak ada ketamakan atas nama manajemen bisnis yang teori dan prakteknya dibuat rumit. Ibu pedagang salak yang sederhana cara berdagangnya ini, seolah mengajari arti kebebasan. Hanya kepada-Nya semua itu terikat.

Seakan ingin katakan, merdeka dari jerat sistem kapitalisme yang membelenggu, massiv menawarkan hasrat dan gairah ekonomi yang tak berujung, menjauhkan nilai kemanusiaan.

Persaudaraan yang utama, Tuna Satak Bathi Sanak, sedikit rugi tidak masalah tapi tambah saudara. Di situlah arti kebahagiaan, berbagi kepada sesama.

Ibu tetap tersenyum, senyum sabar menanti. Tiada kekawatiran akan hasil berdagangnya, Ibu hanya kawatir dan takut kalau tidak berkah, takut tidak punya syukur dan takut tidak punya sabar.

Harapan terindah dari hidupnya atas mensyukuri semua nikmat. Nikmat berdagang salak, yang mungkin hasil panen sendiri dari warisan sawah ladang pendahulunya yang wajib dilestarikan guna menjaga asa.

Laris, laris ya Bu! berkah barokah untuk keluarga.

Pusat Salak Pondoh di Turi Sleman Yogyakarta

Terdapat puluhan pedagang salak seperti Ibu di atas yang tersebar di tiga ruas jalan di kapanewon Turi Sleman, yaitu; (1) Jl. Pakem-Turi. (2) Jl. Tempel-Turi. (3) Jl. Sleman-Turi.

Kecamatan Turi merupakan penghasil salak pondoh, para petani menanam pohon salak secara intensif dan ekstensif. Hamparan areal kebun dengan keseragaman jenis tanaman berupa salak, telah dibudidaya oleh petani dengan intensif.

Di samping itu, salak juga di tanam di pekarangan rumah atau kebun-kebun yang menyatu dengan lingkungan tempat tinggal.

Salak sudah menjadi harmoni oleh masyarakat Turi dan sekitarnya dari hulu sampai hilir. Dengan demikian, konsep agrobisnis dengan sub-nya agrowisata tumbuh subur di beberapa kecamatan, terutama Turi.

Terdapat beberapa agrowisata salak pondoh yang berada di kecamatan Turi, Tempel dan Pakem. Salah satunya yang terkenal yaitu, Agrowisata Salak Pondoh Turi, beralamat di dusun Gadung Bangunkerto, kecamatan Turi Sleman, Yogyakarta.

Menurut situs sleman.go.id (2021), luas lahan pertanian salak di kecamatan Turi, Tempel dan Pakem berkisar 3.000 hektar. Seluas 1.500 hingga 2.000 hektar dalam kategori aktif dan produktif. Dari total luas lahan di tiga kecamatan tersebut digarap oleh 34 kelompok petani salak.

Produktivitas salak di Sleman saat ini berkisar 2.000-3.000 ton per-tahunnya, dari 3-4 juta rumpun pohon yang masih produktif.

Dibandingkan dengan total luas lahan dan jumlah rumpun pohonnya, tahun demi tahun menyusut dengan produktivitasnya termasuk rendah. Hal ini disebabkan karena umur pohon berusia rata-rata 20 tahun, maka perlu segera dilakukan peremajaan tanaman salak.

Salak sudah menjadi ikon kabupaten Sleman, dinamika di dalamnya terus tumbuh dari masa ke masa. Harapannya, salak dari hulu ke hilir terus menyesuaikan gerak jaman. Namun, bagian yang terpenting itu bahwa, nafas salak dalam kesatuan ekologi dan kultural di wilayah Sleman tetap harmoni lestari.

Mari, berwisata agro. Infonya nich, harga salak eceren di pinggir jalan yang dijual seperti Ibu di atas Rp.8000,- perkilonya.

Harga tersebut nggak nawar, juga nggak di mark up dari harga pasaran. Saya, sich, sepadan dengan rasa manisnya atas jerih payah dan perjuangan para petani.

Suka Tresna Barokah, Pengolahan Susu Kambing di Kemirikebo Yogyakarta
Pemuda Inspiratif dari Lereng Merapi, “Ora Ternak-Ora Penak”
Senyum di Tengah Banjir Kalideres
Candi Banyunibo, Simbol Sakralitas Keheningan
Candi Kalasan, Wujud Toleransi Masa Mataram Kuno

Terkait

Terkini