Pendidikan Kolonial, Benarkah Kekerasan dan Ketakutan Berhasil Mendisiplinkan?
Nusantarapedia.net | PENDIDIKAN — Pendidikan Kolonial, Benarkah Kekerasan dan Ketakutan Berhasil Mendisiplinkan?
Oleh : Ndarie Purwanda
“Kebanyakan orang tua atau guru yang menerapkan kekerasan dalam pola pendidikan, masih menggenggam erat prinsip kolonial yang diwariskan oleh kedua orang tua padanya. Bahwa kedisiplinan dibentuk dari kekerasan. Sama halnya para penjajah yang melakukan kekerasan pada orang tua atau kakeknya untuk mendisiplinkan rakyat jajahannya. Menghukum bagi siapa yang tidak menurut dan mengikuti aturan. Hal ini dianggap sebagai cara jitu dan ampuh mendisiplinkan, seolah kedisiplinan harus diajarkan dengan paksaan dan kekerasan. Pola ini kemudian ditiru secara turun-temurun untuk mendidik putra putri dan anak didiknya”.
DI zaman yang segala informasi dan edukasi menyebar begitu cepat, detail dan terperinci, masih saja berseliweran kabar kasus kekerasan kepada anak, baik yang dilakukan oleh orang tua pada anaknya, pendidik pada muridnya, pengasuh pada anak majikannya, bahkan guru pondok pada santrinya. Apa yang sebenarnya motif dari kekerasan-kekerasan tersebut? Pelampiasan emosi atau yang dipandang alasan lebih mulia yakni kekerasan sebagai langkah mendisiplinkan aturan? Jika kekerasan dijadikan jalan sebagai langkah pendisiplinan, sebagaimana pola pendidikan yang dilakukan generasi terdahulu, apa hasil yang didapat jika diterapkan pada generasi sekarang? Benarkah mereka semakin disiplin dari kekerasan? Atau justru semakin pintar melawan?
Kekerasan memang dipandang efektif bagi generasi baby boomers (1946 – 1964) dan generasi X yang terlahir tahun 1965 – 1979 kepada anak – anaknya generasi Y yang terlahir pada 1980 – 1995. Pada generasi ini, pola pendidikan rata-rata dibumbui dengan sentuhan kekerasan dan hukuman, sudah jadi makanan sehari-hari, baik dalam lingkungan keluarga maupun lingkungan sekolah. Kita generasi Y tentunya tidak heran lagi, dengan gertakan keras guru yang melempar muridnya dengan penghapus kayu, cubitan kuku panjang guru saat tidak mengerjakan PR , atau hentakan penggaris panjang pada meja untuk membuat suasana kelas menjadi senyap. Kita mungkin akan membenarkan pola pendidikan demikian, karena memang sepertinya berhasil membuat sebagian murid disiplin dari ketakutan yang diciptakan oleh pendidik baik guru maupun orang tua.
Tapi bila kita kilas balik, tidak semua pendidik atau orang tua melakukan hal yang sama dalam pola pendidikan generasi terdahulu. Ada beberapa pendidik yang memiliki kelekatan dengan murid, berhasil mengambil hati muridnya, dan mereka (pendidik) tidak perlu menghabiskan tenaga untuk menerapakan kekerasan, tapi justru mampu mendisiplinkan murid dan membuat murid berada di kelasnya betah berjam-jam mengikuti pelajaran. Mereka diantaranya pendidik yang senang sekali bercerita atau membagi pengalaman dengan muridnya, mereka senang menggali bakat dan kecerdasan murid dan mendorong mereka untuk terus berkembang. Guru-guru seperti inilah yang hingga sekarang tak terlupakan dan terkenang pada sanubari anak didik yang membesarkan kita hingga di titik sekarang.