Penggunaan Motor Bodong Oleh Oknum Polisi Tidak Dikualifikasi Pelanggaran Disiplin dan Prosedur Polri

8 Februari 2023, 10:07 WIB

Nusantarapedia.net, Netizen | Artikel — Penggunaan Motor Bodong Oleh Oknum Polisi Tidak Dikualifikasi Pelanggaran Disiplin dan Prosedur Polri

Oleh Marianus Gaharpung, dosen FH UBAYA dan Lawyer di Surabaya

TERIMA KASIH Propam Polda NTT (Nusa Tenggara Timur) yang sudah melakukan penindakan dengan memeriksa oknum-oknum polisi di Polres Sikka yang diduga menggunakan motor bodong untuk aktivitas pribadinya.

Dalam konstitusi dan peraturan organik lainnya menerangkan dengan jelas dan tegas, polisi merupakan aparat penegak hukum yang bertugas melindungi dan mengayomi masyarakat.

Tetapi stigma negatif bertubi-tubi di alamatkan kepada institusi ini. Misalnya, oknum polisi sebagai backing bandar narkoba, perjudian, tempat pelacuran, diskotik, terlibat dalam pencabulan, serta tindak pidana umum lainnya. Sehingga, tak jarang terdapat oknum-oknum polisi yang melakukan pelanggaran, mulai dari ringan hingga berat.

Aturan mengenai pelanggaran dan sanksinya tertuang dalam Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Kode Etik Profesi Polri. Kode etik ini menjadi landasan bagi anggota Polri dalam menjaga ucapan maupun berperilaku.

Pelanggaran disiplin adalah setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan PNS/Polri yang tidak menaati kewajiban dan/atau melanggar larangan ketentuan disiplin PNS/Polri, baik yang dilakukan di dalam maupun di luar jam kerja.

Pertanyaannya, perbuatan apa saja yang dapat dikualifikasikan sebagai pelanggaran berat polisi?

Pelanggaran Berat Polisi
Polisi yang melakukan pelanggaran akan dikenakan sanksi, mulai dari meminta maaf secara lisan dan tertulis hingga pemberhentian tidak dengan hormat atau PTDH, tergantung dari pelanggaran yang dibuat. PTDH sebagai anggota Polri menjadi sanksi yang akan diberikan kepada polisi yang melakukan pelanggaran berat.

Berdasarkan Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Kode Etik Profesi Polri, sanksi administratif berupa rekomendasi PTDH dapat dikenakan kepada pelanggar kode etik yang melakukan pelanggaran meliputi:

Dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan menurut pertimbangan pejabat yang berwenang tidak dapat dipertahankan untuk tetap berada dalam dinas Polri;

Ketahuan di kemudian hari memberikan keterangan palsu atau tidak benar pada saat mendaftarkan diri sebagai calan anggota Polri;

Melakukan usaha atau perbuatan yang nyata-nyata bertujuan untuk mengubah Pancasila, terlibat dalam gerakan, atau melakukan perbuatan yang menentang negara atau pemerintah Indonesia;

Melanggar sumpah/janji anggota Polri, sumpah/janji jabatan atau kode etik;

Meninggalkan tugasnya secara tidak sah dalam waktu lebih dari 30 hari kerja secara berturut-turut;

Melakukan perbuatan dan berperilaku yang dapat merugikan dinas kepolisian berupa:
• Kelalaian dalam melaksanakan tugas dan kewajiban, dengan sengaja dan berulang-ulang dan tidak menaati perintah atasan, penganiayaan terhadap sesama anggota Polri, penggunaan kekuasaan di luar batas, sewenang-wenang, atau secara salah, sehingga dinas atau perseorangan menderita kerugian;
• Perbuatan yang berulang-ulang dan bertentangan dengan kesusilaan yang dilakukan di dalam atau di luar dinas;
• Kelakuan atau perkataan dimuka khalayak ramai atau berupa tulisan yang melanggar disiplin;
• Melakukan bunuh diri dengan maksud menghindari penyidikan atau tuntutan hukum atau meninggal dunia sebagai akibat tindak pidana yang dilakukannya;
• Menjadi anggota atau pengurus partai politik yang diketahui kemudian telah menduduki jabatan atau menjadi anggota partai politik dan setelah diperingatkan masih tetap mempertahankan statusnya itu;
• Dijatuhi hukuman disiplin lebih dari tiga kali dan dianggap tidak patut lagi dipertahankan statusnya sebagai anggota Polri.

Sanksi ini akan diputuskan melalui Sidang Komisi Kode Etik Polri. Penjatuhan sanksi tidak menghapuskan tuntutan pidana atau perdata yang menjerat polisi tersebut.

Pertanyaannya adalah, oknum-oknum polisi di Polres Sikka yang diduga menggunakan sepeda motor bodong sitaan untuk aktivitas pribadinya, apakah termasuk kualifikasi pelanggaran disiplin dan prosedur, jelas jawaban tidak. Tindakan oknum polisi tersebut termasuk kualifikasi pelanggaran berat. Mengapa, oknum polisi tersebut menggunakan kekuasaan di luar batas, sewenang-wenang atau secara salah sehingga dinas mengalami kerugian.

Oleh karena itu, Propam Polda NTT dalam “mengadili” oknum-oknum polisi Polres Sikka berdasarkan peristiwa hukum yang riil, obyektif, terbuka sehingga tidak ada kesan melindungi sesama korps polisi.

Semoga!

Apakah Pengembalian Barang Sitaan Hapus Tanggung Jawab Oknum Polisi yang Pakai Barang Sitaan
Ekonomi Indonesia 2022 Tumbuh 5,31%, Bekal Meningkatkan Resiliensi Ekonomi 2023
Laporan Gempa Turki-Suriah oleh KBRI Ankara
Gempa Dahsyat di Turki dan Suriah, Ribuan Orang Tewas
Satu Abad NU “Mendigdayakan Nahdlatul Ulama Menjemput Abad Kedua Menuju Kebangkitan Baru”

Terkait

Terkini