Pentingnya Amanah

Dahulu ketika zaman Repelita V, bangsa kita telah membangun mimpi-mimpi indah tentang kejayaan perekonomian Indonesia memasuki tahun 2000.

4 Agustus 2022, 19:51 WIB

Nusantarapedia.net, Jurnal | Religi — Pentingnya Amanah

”Sungguh telah kami tawarkan amanah kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, tetapi mereka enggan memikulknya karena takut akan mengkhianati. Tetapi, manusia (bersedia) memikulnya. Ia sungguh zalim dan bodoh sekali” (Q.S. Al-Ahzab: 72).

Dalam tafsir Al-Azhar, Buya Hamka menjelaskan ayat tersebut bermaksud menggambarkan perumpamaan betapa berat amanah yang dibebankan Allah kepada makhluk-Nya sehingga gunung-gunung, bumi, dan langit tidak bersedia mengembannya. Hanya manusia yang bersedia, mengingat mereka diberi fasilitas berupa akal pikiran meskipun sebagian mereka di kemudian hari berbuat lalai dengan mengkhianati amanah.

Rasulullah Saw. pernah bersabda, ”Tidak sempurna keimanan seseorang tanpa memiliki sifat amanah dan tidaklah sempurna agama seseorang yang tidak menepati amanah” (H.R. Ahmad dari Ibnu Umar).

Hadis tersebut mengajarkan misi kemanusiaan pada dasarnya sebagai pengemban amanah yang selalu ditautkan dengan keimanan. Hal itu berarti nilai kemanusiaan dan keimanan bergantung pada sejauh mana amanah yang kita emban dapat dijalankan secara sempurna. Pun, keimanan dan kemanusiaan seseorang dapat diterka dari sejauh mana ia menjalankan amanah yang diembannya.

Pada mufasir sepakat, sebenarnya amanah yang tertera dalam beberapa ayat Alquran berkenaan dengan tugas kekhalifahan manusia. Oleh sebab itu, setiap rasul diutus Allah untuk selalu bersikap amanah dengan cara senantiasa memberikan peringatan sekaligus mengajak manusia berbuat baik dan menghindari perbuatan tercela.

Sesuai dengan kemajuan zaman, amanah yang diemban masing-masing manusia mengalami perluasan juga. Misalnya, amanah terhadap jabatan/profesi, amanah terhadap ilmu pengetahuan, amanah terhadap anak/orang tua, amanah terhadap istri/suami, amanah terhadap harta, dan amanah terhadap masyarakat/lingkungan. Semua itu dituntut untuk ditekuni dan dijalankan secara amanah.

Pada suatu hari, Umar bin Khattab pernah menyewa kendaraan untuk menjenguk kerabatnya yang sedang sakit. Di tengah perjalanan, secara tidak sengaja serbannya tersangkut ke ranting pohon dan dia tidak merasakannya. Setelah beberapa puluh meter, seseorang memberitahu soal serbannya itu. Kontan Umar turun dari kendaraan seraya berjalan kaki mengambil serbannya.

Si pemberi tahu tadi heran melihat Umar. ”Mengapa repot-repot turun dari kendaraan? Bukankah lebih praktis naik kendaraan untuk mengambil serban itu?”

Umar menjawab lembut, ”Kalau kamu yang mengambilkan serbanku, aku tidak mau sebab itu serban milikku dan kamu bukanlah budakku. Kalau naik kendaraan, berarti aku mengkhianati perjanjian yang telah aku sepakati dengan pemilik kendaraan. Perjanjianku denganya hanya pergi ke rumah kerabatku yang sedang sakit, bukan untuk mengambil serban yang tersangkut di pohon.”

Peristiwa itu sangat sederhana, tetapi maknanya dalam. Ternyata betapa penting amanah untuk diperhatikan meskipun orang lain tidak tahu. Berkaca pada kasus Umar itu, jelaslah terlihat bahwa karena kurangnya amanah itulah sehingga muncul prahara sosial dan politik yang tidak kunjung usai di negara kita.

Dahulu ketika zaman Repelita V, bangsa kita telah membangun mimpi-mimpi indah tentang kejayaan perekonomian Indonesia memasuki tahun 2000. Para analis ekonomi juga yakin semua mimpi indah itu akan terwujud menjadi nyata sebab Indonesia bergelimang minyak. Sayang, semua itu mimpi indah perekonomian negara kita pada tahun 2000 itu tidak menjadi kenyataan. Sebaliknya, hingga saat ini bangsa kita masih menempati garda terbelakang dalam percaturan perekonomian Asia, terlebih di dunia.

Faktor utama yang sesungguhnya melahirkan prahara sosial-politik di negara kita bukan persoalan ekonomi semata, melainkan juga persoalan nonekonomi, seperti struktur dan perangkat demokrasi yang masih lemah, hukum dipermainkan, dan tidak adanya pengelolaan profesional pada jalur-jalur strategis. Oleh sebab itu, sangat rentan terjadinya penyalahgunaan wewenang.

Dalam Islam, pengelolaan tidak profesional pada jalur-jalur strategis itu disebut tidak amanah, melainkan khianat. Suatu tabiat dan keinginan kemanusiaan yang paling rendah. Untuk itu, sungguh besar arti amanah untuk kehidupan kemanusiaan sebab pernah ditegaskan Rasulullah Saw., ”Jika amanah diabaikan, tunggulah kehancuran akan tiba.”

(Penulis, tinggal di Bandung)

Merindu Suara Kehidupan
Mereka-reka Cerita tentang Ibu
Pola Asuh Anak dan Kisah Tagore
Editor Bagai Matador
Jika Stok Beras Mulai ”Ambles”

Terkait

Terkini