Penundaan Pemilu 2024, Peluang Atau Tantangan
Konstitusi kita tidak membuka ruang adanya penundaan pelaksanaan pemilu ataupun perpanjangan masa jabatan presiden dan wakil presiden negara kesatuan republik indonesia (NKRI).
Nusantarapedia.net — Penundaan Pemilu 2024, Peluang Atau Tantangan
Oleh: Riskiani Husni
Negara Indonesia adalah Negara Hukum sebagaimana yang ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat 3.
Indonesia saat ini diperhadapkan oleh salah satu issue yang amat menarik untuk di kaji melalui kacamata hukum ketatanegaraan berkaitan dengan penundaan pemilu di tahun 2024. Wacana penundaan juga mendapat respon dari sejumlah pakar hukum lainnya, hal ini seperti yang terlihat di media sosial belakangan ini.
Perubahan konstitusi dengan tujuan hanya untuk menunda pemilu dan menambah masa jabatan baru presiden dan wakil presiden, baik melalui jalur formal maupun informal adalah salah satu bentuk penghianatan serta pengingkaran terhadap nilai-nilai demokrasi dan konstitusionalisme justru bertujuan membatasi kekuasaan, menjamin hak asasi manusia, dan mengatur struktur fundamental ketatanegaraan.
Oleh sebab itu maka tidak tepat dan tidak beralasan konstitusi diubah hanya untuk menunda pelaksanaan pemilu.
“Argumentasi yang diajukan oleh para pengusung amatlah sangat irasional dan tidak berpihak pada akar rumput rakyat, melainkan lebih kepada kepentingan elit politik praktis dan ekonomi jangka pendek yang sedang di garap oleh elit politik, wacana tersebut yang jelas juga membawa problem lain,”
Pendulum Kapitalisme dan Sikap Intelektual Muslim Kita (1)
Mengutip salah satu pakar hukum menurut Utrecht, bahwa hukum adalah himpunan petunjuk hidup (perintah dan larangan) yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat yang seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat dan jika di langgar dapat menimbulkan tindakan dari pemerintah.
Melalui pengertian inilah sudah barang tentu bahwa seluruh elemen lapisan masyarakat baik itu legislatif, eksekutif, dan lembaga tertinggi lainnya diikat dengan aturan (norma) dan harus taat terhadap konstitusi yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Jika kita tidak mematuhi maka, kita telah turut serta melegitimasi penghianatan dan pengingkaran terhadap konstitusi yakni UUD 1945.
Argumentasi yang diajukan oleh para pengusung amatlah sangat irasional dan tidak berpihak pada akar rumput rakyat, melainkan lebih kepada kepentingan elit politik praktis dan ekonomi jangka pendek yang sedang di garap oleh elit politik, wacana tersebut yang jelas juga membawa problem lain, yaitu bertambahnya masa jabatan presiden dan wakil presiden serta lembaga lainnya yang dipilih oleh rakyat melalui pemilihan umum seperti MPR, DPR/DPRD, DPD, bahkan Kepala Daerah sekalipun.
Seharusnya pemerintah dan juga lembaga negara tertinggi lainnya yang katanya representasi rakyat itu harus menfokuskan perannya dalam menyelesaikan sejumlah persoalan bangsa dan negara di tengah pandemik sesuai dengan tugas dan fungsi tepat waktu sesuai dengan ketentuan-ketentuan konstitusi. Partai politik yang merupakan bagian fraksi di DPR tersebut justru membuat kegaduhan karena mengusulkan jalan yang melenceng dari koridor peraturan perundang-undangan.
Jika usulan tersebut kemudian direalisasikan maka ini jelas bentuk pelanggaran, sebab pasal 22 E ayat (1) UUD 1945 telah menegaskan secara terang benderang bahwa pemilu dilakukan lima tahun sekali dan pada pasal 7 UUD 1945 telah mengatur bahwa masa jabatan presiden dan wakil presiden bersifat tetap (fix ferm) yakni lima tahun dan hanya dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan.
Konstitusi kita tidak membuka ruang adanya penundaan pelaksanaan pemilu ataupun perpanjangan masa jabatan presiden dan wakil presiden negara kesatuan republik indonesia (NKRI).
Selain itu, keadaan seperti saat ini tidak serta merta dapat dijadikan dalil untuk menunda pemilu dan memperpanjang masa jabatan presiden dan wakil presiden, perlu kita sadar dan pahami bahwa setiap periodesasi presiden dan wakil presiden memiliki tantangan tersendiri dalam mengeksekusi kinerjanya, bukan jutru lebih fokus dan sibuk mewacanakan perpanjangan waktu periodesi pemerintah dan lembaga negara tertinggi lainnya, hal ini akan tentu merugikan seluruh lapisan rakyat Indonesia.
Agar di juluki sebagai seorang negarawan yang baik dan bijak, alangkah baiknya Presiden, Wakil Presiden dan lembaga tinggi lainnya yang diberi mandat oleh rakyat sebaiknya tetap fokus pada sejumlah persoalan yang membanjiri rumah kita Indonesia yang sampai saat ini belum kunjung selesai. Oleh sebab itu, kesempatan kurang lebih dua tahun ini salah satu masalah yang paling urgen untuk di tuntaskan adalah; masalah Covid-19 (Corona Virus), mempercepat pemulihan ekonomi salah satunya adalah problem minyak goreng yang belakangan ini membuat masyarakat akar rumput mengantri dan saling desak-desakan, menyelesaikan problem Hak Asasi Manusia, problem ekologi dan problem sosial lainnya.
Oleh sebab itu, kita sebagai regenerasi penerus bangsa harusnya lebih jeli dan lihai dalam memberikan sumbangsih pemikiran agar kita tetap waras dan bijak dalam menuntaskan problem ke-Indonesiaan dan kebangsaan kita saat ini.
Semoga tulisan ini dapat dijadikan nutrisi oleh Pemerintah dan DPR yang konon katanya sebagai representasi rakyat Indonesia agar senantiasa selalu berada pada jalan yang lurus dan benar.
Riskiani Husni
(Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Maluku Utara)
Pembangunanisme, Rumah Berlindung Pemekaran Daerah (1)
Menuju Indonesia Maju dengan Merubah Kultur