Peran Ibu Terekam dalam Bahasa

- Tampaknya masyarakat sudah menganggap lumrah hal tersebut terjadi; tanpa menyadari bahwa ungkapan-ungkapan itu menyiratkan pengunggulan pria dibandingkan dengan perempuan -

21 Desember 2022, 19:00 WIB

Nusantarapedia.net, Jurnal | Sosbud Peran Ibu Terekam dalam Bahasa

Oleh EDI WARSIDI

“Contoh kata tersebut menunjukkan bahasa tidak lagi bersifat netral. Bahasa yang dibentuk oleh bahasa yang melatarinya pada saat yang bersamaan, mempertajam cara kita melihat dunia, bahkan dapat menunjukkan prasangka.”

TELAAH mengenai masalah yang bertautan dengan kaum ibu, akhir-akhir ini menyeruak dan pengaruhnya mulai meluas—tidak saja bagi perkembangan sosial, politik, ekonomi, dan hukum, tetapi juga bagi dunia sastra, bahasa, ilmu pengetahuan, ataupun kebudayaan pada umumnya. Besarnya perhatian dan usaha untuk penelusuran berbagai masalah perempuan itu secara keilmuan merupakan hal yang wajar dan cukup beralasan. Karena persoalan jagat perempuan, di samping tetap khas dan menarik, juga berbagai aspek dapat dipertautkan dengannya, baik yang berhubungan dengan sumber daya perempuan itu sendiri, peran, dan kedudukannya, harkat dan martabatnya maupun citra serta sifatnya yang relatif kompleks dan bervariasi.

Dua pakar bahasa, Sapir dan Whorf, mengatakan sejak dini hingga kini secara kebahasaan kita terikat oleh pola struktur dan pola pikir lingkungan kita. Pandangan hidup sebuah masyarakat tercermin dalam bahasa yang digunakan. Hipotesis dua pakar bahasa itu, disadari atau tidak, unsur yang ada di dalam bahasa dipengaruhi oleh budaya yang ada dalam lingkungan penutur bahasa tersebut. Hal demikian akan tampak jelas jika diperhatikan perkembangan arti suatu kata.

Sejumlah kosakata bahasa Indonesia telah mengalami perkembangan arti yang cukup negatif. Kosakata itu, misalnya, diwaspadai, ditampung, dan direkayasa. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata diwaspadai yang berasal dari kata dasar waspada, artinya berhati-hati dan berjaga-jaga—mendapat perubahan arti. Kata diwaspadai menunjukkan gejala kecurigaan yang berlebih dan sekaligus rasa kurang percaya terhadap suatu masyarakat.

Kata ditampung bukan berarti ”dikumpulkan bermacam masukan”, melainkan juga lebih banyak digunakan untuk menolak secara lembut usulan, pendapat, ide, dan sejenisnya, yang tidak disetujui. Kata ditampung bukan berarti ”dikumpulkan bermacam masukan”, melainkan juga lebih banyak digunakan untuk menolak secara lembut usulan, pendapat, ide, dan sejenisnya, yang tidak disetujui.

Kata direkayasa semula berati “penerapan kaidah-kaidah ilmu dalam pelaksanaan sesuatu, misalnya, perancang atau pembuatan konstruksi, dengan penggunaan teknologi mutakhir”. Akan tetapi, kini kata tersebut dapat berarti “sengaja dibuat agak cocok dengan kehendak/kemauan seseorang atau golongan.”

Contoh kata tersebut menunjukkan bahasa tidak lagi bersifat netral. Bahasa yang dibentuk oleh bahasa yang melatarinya pada saat yang bersamaan, mempertajam cara kita melihat dunia, bahkan dapat menunjukkan prasangka.

Di dalam bahasa Indonesia tersirat sifat dan peran kaum ibu, yang memelihara serta merawat kehidupan dengan penuh kesabaran, bersifat pasif, dan diharapkan tidak menonjolkan diri. Perbedaan secara jasmaniah antara pria dan wanita melahirkan citra yang berbeda. Kesadaran citra diri yang khas ini secara tidak terelakkan melahirkan persepsi diskriminatif terhadap serangkaian peran sosial dan kewajiban hidup yang dibebankan kepada kaum Hawa dan kaum Adam. Diskriminasi harapan peran perempuan dan pria mengesahkan kelahiran opsi tempat di dalam masyarakat. Sifat menguasai, tegas, agresif, dan kasar dalam segala bentuk ungkapan kebahasaannya, dianggap sebagai sesuatu yang umum galib melekat pada kaum Adam. Di sisi lain, kaum Hawa baru akan mendapat anggapan “normal” dan “berbudi” andaikata melahirkan perilaku yang melayani, rendah hati, dan lembut.

Kaum ibu sebagai pemelihara kehidupan diharapkan bekerja di sekitar rumah, anak, dan suami—termasuk di dalamnya mengurus dan mendidik anak serta berusaha supaya suami merasa kerasan di rumah. Dia akan menjadi nyonya rumah dan ibu rumah tangga. Dalam keadaan normal, kita tidak pernah mendengar adanya tuan rumah dan bapak rumah tangga. Pengertian tuan rumah adalah yang menerima tamu, baik pria maupun wanita, sedangkan nyonya rumah adalah nyonya yang mesti selalu betah tinggal di rumah dan mengurusi semua persoalan rumah tangga.

Terkait

Terkini